TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Layakkah tambahan biaya transportasi udara?

Mengenakan tambahan bea tanpa merevisi harga tertinggi hanya akan memotong margin industri penerbangan yang sudah tercekik.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Mon, April 29, 2024 Published on Apr. 28, 2024 Published on 2024-04-28T16:26:01+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Layakkah tambahan biaya transportasi udara? Travelers walk on April 7, 2024, in the domestic terminal of the I Gusti Ngurah Rai International Airport in Badung regency, Bali. The airport experienced a notable increase of passengers in the days leading up to Idul Fitri. (Antara/Ni Putu Putri Muliantari)
Read in English

B

agi negara seperti Indonesia, yang sedang berusaha keras membangkitkan lagi industri pariwisatanya, menerapkan biaya tambahan pada harga tiket pesawat yang sudah mahal bukanlah ide bagus.

Bukan ide bagus juga untuk mengusulkan retribusi dalam skema dana abadi pariwisata yang baru saja dibentuk. Pemerintah mengklaim bahwa dana abadi akan menaikkan daya tarik Indonesia di mata wisatawan asing.

Dana abadi pariwisata ini merupakan hal yang diharapkan, alasannya karena praktik serupa dilakukan di banyak negara lain yang menjadi tujuan wisata. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengungkapkan hal tersebut, Februari lalu. Ia menyebutkan bahwa dana tersebut dapat membantu Indonesia memenangkan tawaran untuk menjadi tuan rumah bagi konser megabintang, seperti Taylor Swift, layaknya yang telah dilakukan Singapura.

Namun kemudian muncul surat yang dikeluarkan oleh Kantor Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, yang menyarankan dilakukan pungutan dari biaya tiket pesawat untuk kontribusi dana abadi pariwisata. Hal itu memicu kontroversi.

Kegusaran masyarakat adalah sesuatu yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah. Bagaimana pun, saat ini, tidak semua orang bisa terbang, berbeda kondisinya dengan di masa lalu. Masa sekarang, biaya penerbangan domestik bisa sama besarnya dengan biaya penerbangan internasional yang berjarak sama.

Industri penerbangan dalam negeri kita sedang kacau, terutama setelah pandemi COVID-19 melanda pada awal 2020. Pandemi memang memukul perekonomian dunia secara telak. Harga tiket saat ini lebih mahal jika dibandingkan dengan harga yang berlaku di era sebelum COVID. Harga mahal terjadi karena jumlah armada yang terbang lebih sedikit, tetapi permintaan meningkat karena kondisi perekonomian berangsur pulih.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Maskapai penerbangan domestik kini harus bergulat di tengah melonjaknya harga bahan bakar dan suku cadang, serta biaya pemeliharaan dan ongkos sewa. Hal itu terjadi sebagai konsekuensi dari depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat selama beberapa tahun.

Mengenakan bea tambahan tanpa merevisi harga tiket pesawat tertinggi hanya akan memotong margin industri penerbangan yang sudah tercekik. Pada saat seperti ini, sektor transportasi udara membutuhkan dukungan penuh dari negara, dan bukan justru ditambah bebannya.

Kita perlu menyadari bahwa biaya tambahan juga dapat menghambat pemulihan industri penerbangan dari kondisi pandemi yang sempat memukul mereka habis-habisan. Hal serupa juga akan dialami industri pariwisata yang mengandalkan perjalanan udara untuk menghubungkan masyarakat dan destinasi di seluruh nusantara.

Pemerintah juga mempertimbangkan untuk mengenakan biaya tambahan pada harga visa masuk yang harus dibayar oleh warga negara asing.

Biaya visa lebih tinggi menjadi hal yang masuk akal, jika Indonesia sudah menarik banyak sekali wisatawan seperti yang dialami Italia dan Venesia. Biaya visa yang mahal menjadi tidak menarik saat ini, di kala Indonesia masih harus berusaha keras menarik kedatangan wisatawan asing.

Statistik menunjukkan bahwa jumlah kedatangan wisatawan asing meningkat sebesar 38 persen, year on year (yoy),  Angkanya menjadi 1,04 juta pada Februari lalu. Kenaikan terjadi, sebagian berkat pemulihan sektor pariwisata. Tahun ini, pemerintah memperkirakan kunjungan wisatawan akan tumbuh antara 9,5 hingga 14,3 juta.

Daripada mengincar isi kantong masyarakat, seharusnya pemerintah memberi insentif bagi industri pariwisata yang sedang stagnan.

Tahun ini, pemerintah hanya mengalokasikan sekitar Rp3,6 triliun ($222,4 juta dolar Amerika) untuk sektor pariwisata. Bandingkan dengan anggaran rata-rata Rp4 triliun selama lima tahun terakhir, selain juga beragam janji dan rencana yang disusun untuk meningkatkan sektor pariwisata dalam negeri.

Selalu ada ruang dalam APBN yang dapat digunakan secara lebih optimal oleh pemerintah. Meminta masyarakat membayar lebih untuk mendukung pembangunan adalah tindakan yang tidak sensitif, mengingat sudah banyaknya pajak yang harus dibayar masyarakat demi mendukung APBN.

Anggaran pemerintah daerah juga demikian. Anggaran tersebut seringkali mendapat sorotan dari Kementerian Keuangan karena terlalu banyak mengalokasikan dana untuk birokrasi dan bukan pembangunan riil. Upaya untuk meningkatkan potensi pariwisata termasuk pembangunan riil yang sering diabaikan.

Belum ada keputusan akhir soal bea tambahan untuk transportasi udara. Namun, sepertinya pemerintah akan melanjutkan rencana tersebut. Pemerintah percaya bahwa biaya tambahan akan menguntungkan masyarakat dan industri pariwisata.

Seharusnya pemerintah memikirkan masak-masak saat merumuskan aturan dana abadi pariwisata, termasuk cara penggalangannya.

Kejelasan dan kepastian sangat penting. Tanpa itu, peraturan ini hanya akan menimbulkan kemarahan dan kebingungan di antara masyarakat. Hal itu sempat kita alami terkait peraturan Menteri Perdagangan tentang pembatasan impor pada penumpang dari luar negeri, yang sempat berlaku beberapa bulan lalu.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.