Belajar dari dua ajang olahraga utama yang diselenggarakan dalam lima tahun terakhir, kita paham bahwa masih sulit bagi Indonesia menyamai kekuatan besar di bidang olahraga.
ndonesia tidak pernah menyerah untuk meraih mimpi jadi tuan rumah Olimpiade. Selama akhir pekan, presiden terpilih Prabowo Subianto dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyampaikan bahwa Indonesia mencoba menawarkan diri lagi saat pertemuan dengan presiden Komite Olimpiade Internasional (International Olympic Committee atau IOC) Thomas Bach di Paris. Pertemuan dilaksanakan di sela-sela perhelatan Olimpiade 2024 yang diselenggarakan di ibu kota Prancis tersebut.
Dalam foto yang diunggah di akun Instagram miliknya, Erick, yang terkenal jempolan dalam manajemen olahraga di Indonesia, tampak duduk bersama Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo, serta ketua Komite Olimpiade Nasional (NOC) Indonesia Raja Sapta “Okto” Oktohari. Mereka mendampingi Prabowo yang berbincang dengan Bach.
Erick, Ketua Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), mengatakan bahwa pertemuan itu menjelaskan kepada Presiden IOC terkait "potensi Indonesia menjadi tuan rumah acara olahraga tingkat internasional, termasuk Olimpiade, di masa mendatang".
IOC adalah pemegang hak penyelenggaraan Olimpiade.
Ini bukan kali pertama pemerintah Indonesia mendekati tuan rumah ajang multiolahraga terbesar di dunia. Pada 2022, Presiden Joko "Jokowi" Widodo mengatakan bahwa Indonesia siap menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas 2036 di Ibu Kota Nusantara, ibu kota baru yang masih dalam tahap pembangunan.
Berbicara tentang ambisi, Indonesia juga bermimpi menjadi tuan rumah Piala Dunia FIFA. Kompetisi sepak bola utama dunia itu dapat menyaingi Olimpiade dalam hal penyelenggaraan, karena membutuhkan sejumlah besar uang untuk membangun atau merenovasi infrastruktur agar layak untuk menyelenggarakan acara tersebut.
Jadi, sebelum diskusi menjadi terlalu serius, mari kita lihat kembali yang terjadi selama lima tahun terakhir. Kita pelajari lagi pengalaman berkesempatan jadi tuan rumah acara olahraga bergengsi dan berskala besar, dan kita lihat apa saja yang berhasil kita dapat.
Tahun lalu, Indonesia mendapatkan hak menjadi tuan rumah Piala Dunia U-17 (U-17) FIFA pada November-Desember. Tahun 2023 menjadi kali pertama acara tersebut diselenggarakan lagi, setelah jeda empat tahun akibat pandemi COVID-19. Ini merupakan pertama kalinya Indonesia menjadi tuan rumah turnamen FIFA.
Menjadi tuan rumah Piala U-17 tidak termasuk dalam agenda awal Indonesia karena negara ini ditetapkan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 pada 2023. Namun, karena kontroversi nasional terkait adanya tim Israel yang bermain di kompetisi tersebut, FIFA menarik hak tuan rumah Piala U-20 dari Indonesia dan memberikannya kepada Argentina.
Indonesia mengalokasikan sedikitnya Rp700 miliar ($43 juta dolar Amerika) untuk menyelenggarakan Piala U-17, yang diikuti oleh 24 tim.
Porsi terbesar anggaran digunakan untuk penyelenggaraan kompetisi, yakni sekitar Rp440 miliar. Sisa anggaran adalah untuk menyiapkan infrastruktur. Ada empat stadion yang disiapkan, yaitu Stadion Internasional Jakarta (JIS) di Jakarta Utara, Stadion Utama Gelora Bung Tomo Surabaya di Jawa Timur, Stadion Jalak Harupat Bandung di Jawa Barat, dan Stadion Manahan Surakarta di Jawa Tengah.
Timnas muda tersingkir di babak awal di Piala 2023. Tim Indonesia hanya mengantongi dua poin di babak penyisihan grup, dari dua kali seri dan satu kali kalah. Indonesia tergabung di Grup A bersama Maroko dan Ekuador yang berada di posisi teratas dan kedua, serta Panama yang berada di posisi keempat.
Sebelumnya, pada 2018, Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games. Ini kompetisi setara olimpiade tetapi dalam versi Asia. Acara tersebut menelan biaya Rp6,6 triliun, hanya untuk menyelenggarakannya. Menurut sejumlah laporan media, total anggaran untuk penyelenggaraan mencapai Rp24 triliun, termasuk untuk infrastruktur dan biaya program latihan atlet.
Negara tuan rumah berada di posisi keempat di Asian Games. Peringkat Indonesia adalah setelah Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan, dengan total perolehan 98 medali yang terdiri dari 31 emas, 24 perak, dan 43 perunggu.
Belajar dari dua ajang olahraga besar tersebut, kita paham bahwa Indonesia masih belum mampu menandingi negara-negara besar, untuk bidang olahraga. Kemampuan kompetisi tidak hanya tanggung jawab para atlet.
Katanya, kita harus menggantungkan cita-cita setinggi langit. Boleh saja. Namun, kita harus tetap berpijak di atas tanah.
Dengan apa yang telah kita capai sejauh ini, kami rasa akan lebih bijaksana jika Indonesia mengalokasikan energi dan dukungan finansial untuk fokus mengembangkan atlet dalam negeri. Kita harus membina mereka agar setara dengan rekan-rekan mereka di kelas dunia.
Kemampuan untuk mengasah keterampilan alami, persiapan yang baik, dan perhatian terhadap detail untuk memanfaatkan peluang akan membawa seorang atlet menuju kemenangan. Dan begitu atlet kita meraih prestasi, hal-hal besar lain pasti akan mengikuti.
Pemenang akan mendapatkan segalanya. Jadi, mari kita mulai fokus pada atlet dan jangan hanya membicarakan perencanaan penyelenggaraan acara berskala besar.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.