Bersamaan dengan penantian masa Prabowo menjabat sebagai presiden, Indonesia berada di titik awal pergeseran strategis dalam kehadirannya di laga global. Ada kemungkinan kepala negara akan menghadiri forum internasional untuk mewakili negara dan keunikan gaya diplomasi Indonesia.
“Sekadar tampil saja, artinya sudah delapan puluh persen berhasil.” Meski kata-kata itu sering kali secara keliru dikaitkan dengan pembuat film Amerika Woody Allen, tapi dengan sempurna, kata-kata itu menggambarkan paradoks dari meningkatnya pengaruh diplomatik Indonesia baru-baru ini.
Menurut Indeks Kekuatan Asia 2024 dari Institut Lowy, kekuatan Indonesia telah tumbuh lebih besar dibandingkan negara lain mana pun di kawasan ini sejak 2018. Angkanya melonjak 2,9 poin pada 2024 saja.
Hal ini menimbulkan pertanyaan: Seberapa jauh pengaruh Indonesia dapat meningkat jika Presiden Joko “Jokowi” Widodo tampil di lebih banyak forum internasional?
Masa jabatan presiden Jokowi secara umum ditandai oleh pendekatan pragmatis terkait keterlibatan global. Ia fokus pada prioritas domestik sambil mendelegasikan kepada orang lain untuk hadir mewakilinya di acara internasional.
Dalam satu dekade terakhir, Jokowi telah melewatkan kesempatan menghadiri secara langsung setiap sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Memang selama pandemi, dapat dikatakan ia hadir, meski hanya melalui rekaman video.
Tahun ini menandai 10 kali berturut-turut Presiden RI mungkin tidak hadir di sidang Majelis Umum PBB. Sebuah tindakan yang, meskipun menunjukkan sikap konsisten, akan menjadi catatan yang kurang menarik.
Pada tahun-tahun awal masa jabatan pertama Jokowi, dengan beberapa pengecualian, sang wakil presiden Jusuf Kalla secara mengagumkan mengemban tugas tersebut. Ia mewakili Indonesia dengan penuh karisma dan wibawa di PBB.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kemudian melanjutkan tugas membawa obor diplomatik sejak saat itu. Ia bekerja tanpa lelah sebagai utusan negara untuk PBB, selama dua periode.
Upaya Retno, bersama dengan upaya tim diplomatik Indonesia yang tangguh, sungguh luar biasa. Negara ini berhasil dua kali menduduki jabatan presiden Dewan Keamanan PBB, pada 2019-2020, lalu menjadi presiden Kelompok 20 pada 2022, dan ketua ASEAN pada 2023.
Namun, pencapaian ini tampaknya diraih dengan sendirinya. Bayangkan seberapa jauh posisi global Indonesia dapat lebih sohor lagi, jika sang kepala negara hadir, mewakili negara ini secara konsisten.
Jokowi memang berhasil menavigasi perairan geopolitik yang penuh gejolak selama masa jabatan presiden G20 dan jabatan ketua ASEAN, dua poros kekuatan yang berbeda. Namun, kita semua tahu bahwa motivasi utama Presiden adalah keuntungan negara, tidak ada urusan dengan posisi Indonesia di kancah global.
Laporan Lowy Institute menggarisbawahi pengaruh Indonesia yang meningkat meskipun keterlibatan pribadi Jokowi yang terbatas. Laporan tersebut menyoroti diplomasi ekonominya dan hubungan perdagangan yang berkembang dengan mitra regional.
Bahkan, menurut indeks Lowy, skor Indonesia sekarang menempatkannya di antara sembilan negara paling berpengaruh di Asia.
Namun, apa yang terjadi jika Jokowi punya pengaruh yang lebih besar di panggung dunia, dan memanfaatkan kesempatan ini untuk menegaskan peran Indonesia sebagai kekuatan menengah yang sedang berkembang dalam perjalanan menjadi salah satu ekonomi terbesar pada 2045?
Peluang untuk perubahan strategis terlihat jelas saat Prabowo Subianto bersiap untuk memangku jabatan presiden, mulai bulan depan.
Kredensial internasional pensiunan jenderal angkatan darat tersebut diakui dengan baik dalam perannya saat ini sebagai menteri pertahanan. Rumor juga menunjukkan bahwa ia bersiap untuk menghadiri sidang umum PBB tahun ini, bersama Retno. Langkah tersebut akan menandakan komitmen baru Indonesia terhadap diplomasi multilateral, sekaligus membuka kesempatan memperkenalkan presiden Indonesia berikutnya pada dunia internasional.
Kesempatan ini juga merupakan titik bagi Indonesia untuk menjejak langkah di ajang global dan memimpin dari garis depan, bukan sekadar menjadi bayang-bayang.
Bagi Prabowo, komitmen tersebut dapat mulai ia tunjukkan dengan memilih menteri luar negeri yang sangat cakap, yang dapat bekerja sama erat dengannya dalam memastikan bahwa Indonesia akan terus menjadi pemain aktif di urusan internasional.
Retno telah melakukan pekerjaan yang mengagumkan, tetapi ini waktu yang tepat bahwa presiden berbagi beban diplomasi. Kehadiran di forum global bukan sekadar bermakna simbolis, tetapi juga merupakan pernyataan niat. Hadir di ajang internasional adalah bentuk deklarasi bahwa Indonesia siap mengambil tempatnya di antara negara-negara adikuasa dunia.
Dengan hadir secara fisik, Prabowo dapat mulai membangun kekuatan diplomatik, seperti yang baru-baru ini ia lakukan. Ia memastikan bahwa Indonesia tidak sekadar mempertahankan posisinya yang makin naik, tapi juga mempercepat jalannya sampai di puncak.
Jika kita bisa belajar dari masa kepresidenan Jokowi, kita paham bahwa keberhasilan dalam diplomasi dapat dicapai bahkan ketika sang pemimpin tidak terlihat hadir dalam diskusi. Namun, bayangkan pencapaian yang dapat kita raih, saat kita punya pemimpin yang paham bahwa kadangkala kehadiran saja sudah merupakan separuh dari perjuangan.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.