Agar kebijakan hilirisasi benar-benar bermanfaat, kita perlu mendalami mekanisme rantai pasokan. Pasalnya, yang saat ini dihasilkan pabrik peleburan di Indonesia hanyalah produk hasil transformasi minimal komoditas mentah sebelumnya.
engan waktu yang tersisa kurang dari sebulan sebelum lengser dari jabatannya, Presiden Joko “Jokowi” Widodo seminggu terakhir ini telah mengunjungi beberapa lokasi yang menjadi tonggak proyek hilirisasi. Ia tampak memperlihatkan bahwa kebijakan yang ia canangkan telah terlaksana baik.
Salah satu yang ia lakukan adalah meresmikan pabrik peleburan tembaga di Sumbawa, Nusa Tenggara Timur. Ia juga mengawasi peluncuran produksi katoda tembaga di Gresik, Jawa Timur. Yang juga ia hadiri adalah proses penyuntikan bauksit pertama ke pabrik peleburan alumina di Kalimantan Barat. Di masa lalu, Presiden telah meresmikan banyak fasilitas hilirisasi serupa.
Sejak awal, kebijakan hilirisasi, salah satu yang akan jadi warisan penting era Jokowi, tidak selamanya disambut dengan optimisme tinggi. Sering kali muncul keluhan tentang larangan ekspor yang berdampak pada aktivitas para pembeli asing, juga macam-macam yang dirasakan pebisnis lokal yang belum berhasil menyelesaikan fasilitas peleburan mereka. Ada juga tudingan bahwa kebijakan hilirsasi berdampak pada masyarakat lokal, dari sisi lingkungan hidup dan tatanan sosial.
Meskipun demikian, kita harus memberikan apresiasi yang sepantasnya. Kebijakan hilirisasi industri telah memberikan nilai tambah lebih besar pada produk ekspor negara ini. Kita tidak lagi sekadar mengekspor komoditas dalam bentuk bahan mentah. Neraca perdagangan lalu terjaga surplus selama lebih dari empat tahun berturut-turut, yang menguntungkan bagi perekonomian dan nilai tukar rupiah.
Saat ini, sebagian besar surplus neraca perdagangan adalah berkat nikel dan tembaga, lalu bauksit akan segera menyusul. Lebih banyak rencana hilirisasi sudah dipetakan, menunggu persetujuan dari pemerintah yang baru. Rencana ini mencakup hilirisasi mineral lain seperti emas dan timah, serta komoditas di sektor pertanian, perkebunan, dan mungkin perikanan.
Namun, untuk membuat kebijakan hilirisasi benar-benar bermanfaat, kita perlu menyelami lebih dalam mekanisme rantai pasok. Pasalnya, yang saat ini kita hasilkan dari pabrik peleburan yang ada hanyalah sekadar transformasi minimal dari bentuk awal komoditas mentah. Selain itu, sebagian besar hasil produksi pabrik peleburan lokal masih harus berakhir dengan diekspor, untuk diproses lebih lanjut di sepanjang rantai pasok.
Ironisnya, seringkali Indonesia kemudian mengimpor kembali produk-produk hasil olahan ekspor ini, sebagai material industri dalam negeri. Dalam beberapa kasus, negara ini membeli barang jadi, sepenuhnya, dari pabrik-pabrik asing yang menjadi pembeli mineral olahan hasil produksi pabrik peleburan kita.
Ini berarti bahwa kita harus membangun lebih banyak industri midstream di sekitar komoditas yang telah mulai kita proses di dalam negeri. Dan pembangunan itu menjadi bagian dari program hilirisasi yang dipimpin pemerintah.
Kemudian lebih banyak investasi akan dibutuhkan untuk menarik industri yang akan mengubah barang mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Indonesia telah berhasil memproses nikel menjadi baja tahan karat. Tetapi, negara ini masih perlu melangkah lebih jauh menuju industri kendaraan listrik yang dibayangkan.
Tentu saja, kita juga memerlukan investasi semacam itu untuk mendorong keberlanjutan, baik dalam bentuk penggunaan energi bersih atau pengelolaan limbah, dan penyerapan tenaga kerja lokal.
Pada tahap ini, kebijakan hilirisasi sudah baik. Tapi kebijakan tersebut tidak akan menghasilkan industrialisasi yang sangat kita butuhkan untuk mewujudkan ambisi menjadi negara berpendapatan tinggi. Jalan menuju negara ekonomi tinggi tidak akan mudah dan mimpi itu hanya akan terwujud, jika ada upaya terus-menerus di tahun-tahun mendatang, di berbagai lini pemerintahan.
Presiden terpilih Prabowo Subianto harus mempertimbangkan untuk melanjutkan program hilirisasi. Komitmen semacam itu bukan hanya demi keberlanjutan semata, tetapi juga untuk memungkinkan masuknya investasi besar dari para pelaku bisnis yang telah menaruh kepercayaan pada kebijakan dan dorongan hilirisasi pemerintah.
Pada akhirnya, dolar tidak dapat berbuat banyak dalam mewujudkan hal-hal pendukung hilirisasi. Yang benar-benar penting adalah kemauan politik para penguasa untuk benar-benar menginginkan terjadinya hilirisasi. Insentif dan investasi hanya dapat mengikuti sesuai arah angin politik, yang pada akhirnya akan sejalan dengan keinginan pemimpin negeri.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.