Dinas Pemadam Kebakaran Kota Depok termasuk lembaga yang menerima porsi anggaran terkecil dari APBD Kota, yakni hanya Rp34 miliar selama setahun penuh.
ehari menjelang pelantikan Prabowo Subianto sebagai presiden kedelapan, kabar duka datang dari kota penyangga Jakarta, Depok, di Jawa Barat.
Petugas pemadam kebakaran Martinnius Reja Panjaitan, 31 tahun, tewas setelah kesulitan bernapas saat memadamkan api di Pasar Cisalak, Kota Depok. Rekannya tidak dapat menemukan respirator di salah satu mobil pemadam kebakaran, sementara ambulans yang membawanya ke rumah sakit juga kekurangan tabung oksigen. Dokter menyatakan bahwa pria pemberani itu meninggal dunia di rumah sakit.
Mari menyampaikan belasungkawa mendalam dan doa kepada mendiang Martinnius, juga keluarganya. Tapi, kami juga percaya bahwa dinas pemadam kebakaran dan pembuat kebijakan Kota Depok harus bertanggung jawab atas hilangnya nyawa pemuda tersebut. Anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah kota atau kabupaten untuk pemadam kebakaran sudah relatif kecil. Dan kecil ini sering kali menghadapi pemotongan lebih lanjut di tengah jalan, atau bahkan penggelapan yang melibatkan pejabat yang korup.
Dinas pemadam kebakaran Depok, khususnya, telah terjerumus dalam dugaan praktik korupsi. Baru-baru ini, puluhan petugas pemadam kebakaran melaporkan pejabat tinggi di dinas tersebut ke polisi atas dugaan korupsi. Mereka melaporkan sang pejabat setelah menemukan bahwa banyak peralatan yang rusak selama bertahun-tahun tanpa ada rencana penggantian.
Krisis peralatan baru-baru ini terjadi, meskipun pemerintah kota mengalokasikan anggaran tahunan untuk perbaikan dan pembelian peralatan. Untuk 2024 saja, Depok mengalokasikan Rp1 miliar (sekitar $64.116 dolar Amerika) hanya khusus untuk pemeliharaan peralatan.
Dugaan korupsi bukanlah yang pertama menimpa dinas pemadam kebakaran kota. Pada 2022, seorang bendahara dinas dinyatakan bersalah mencuri uang dinas pemadam kebakaran yang dialokasikan untuk dana asuransi pekerja kontrak.
Praktik korupsi yang melanda dinas pemadam kebakaran tidak terbatas di Depok. Banyak kota dan kabupaten lain di Indonesia yang digerus korupsi yang merajalela di dalam dinas pemadam kebakaran mereka.
Dinas pemadam kebakaran di Depok termasuk lembaga yang menerima porsi anggaran kota terkecil, dengan hanya Rp 34 miliar untuk setahun penuh. Sebaliknya, lembaga pemadam kebakaran di Jakarta mungkin menerima lebih dari Rp1 triliun.
Ironisnya, anggaran kecil petugas dinas pemadam kebakaran sering kali menjadi yang pertama menghadapi pemotongan dana pada pertengahan tahun, bahkan di kota-kota besar seperti Jakarta. Anggaran Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta, misalnya, dipotong sebesar Rp13 miliar pada Agustus lalu. Namun, anggota dewan kota terus meminta petugas pemadam kebakaran untuk menanggapi laporan lebih cepat. Misalnya saat baru-baru ini terjadi kebakaran yang menghanguskan puluhan rumah di daerah padat penduduk Tambora di Jakarta Barat.
Kondisinya bagai langit dan bumi jika dibandingkan dengan rekan-rekan sejawat petugas pemadam kebakaran, yaitu sesama petugas tanggap darurat, yang ada di kepolisian. Anggaran Kepolisian Nasional untuk 2025 telah ditetapkan sebesar Rp126 triliun, naik dari Rp 99 triliun tahun ini.
Anggaran kepolisian bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan gabungan anggaran untuk lebih dari 500 dinas pemadam kebakaran di seluruh negeri. Di Depok, Dinas Pemadam Kebakaran akan menerima Rp34 miliar tahun ini.
Minimnya dukungan dana, ditambah dengan kekacauan birokrasi, telah menambah tekanan pada petugas pemadam kebakaran. Mereka tidak hanya menghadapi kesulitan saat bertugas, tapi juga sulit bahkan saat sedang tidak berdinas. Banyak petugas pemadam kebakaran yang tinggal di rumah kos yang kumuh, dan hal itu ironis jika mengingat tanggung jawab mereka. Sesungguhnya, mereka bekerja di bawah tekanan besar, karena dituntut tiba di lokasi kebakaran secepat mungkin. Jika mereka tidak segera tiba, semuanya akan menjadi buruk.
Meninggalnya Martinnius seharusnya menjadi peringatan bagi semua pembuat kebijakan di Indonesia. Kehilangan satu petugas pemadam kebakaran sudah terlalu banyak, terutama karena kita menghadapi risiko kebakaran yang lebih tinggi dengan populasi yang terus bertambah. Belum lagi situasi rentan kebakaran karena kondisi pemukiman yang lebih padat di kota-kota serta iklim yang lebih panas dan kering akibat pemanasan global.
Sudah saatnya memberi petugas pemadam kebakaran hak yang pantas mereka dapatkan. Mereka seharusnya mendapat gaji yang layak, peralatan yang layak, dan lingkungan kerja yang mendukung untuk melindungi mereka dari segala bahaya saat bertugas.
Sebab, kalau bukan petugas pemadam kebakaran, siapa yang akan Anda panggil saat rumah Anda terbakar? Siapa yang akan menolong anak kucing Anda yang terjebak di dalam penampung air? Juga siapa yang akan mengevakuasi sarang lebah di halaman belakang rumah, atau menyelamatkan tangan Anda yang tersangkut di saluran air kolam renang?
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.