Lawatan luar negeri Presiden baru-baru ini, telah secara meyakinkan menandai masa jabatannya sebagai pemain dunia, yang aktif dalam upaya meningkatkan kolaborasi global, di tengah dinamika geopolitik yang semakin kompleks.
Kunjungan luar negeri Presiden Prabowo Subianto selama 16 hari baru-baru ini telah secara meyakinkan menandai masa jabatannya sebagai pemain dunia, sekaligus pemain yang aktif dalam upaya meningkatkan kolaborasi global di tengah dinamika geopolitik yang semakin kompleks.
Dalam kunjungannya ke enam negara, yaitu Tiongkok, Amerika Serikat, Peru, Brasil, Inggris, dan Uni Emirat Arab, Presiden juga telah berhasil mendapat komitmen dan kemitraan ekonomi besar, senilai US$18 miliar, dari tuan rumah. Di dalam negeri, bangsa ini sedang menunggu hasil yang lebih konkret dari aktivitas diplomasinya tersebut.
Dalam lawatannya yang sangat penting, yang dilakukan kurang dari satu bulan setelah ia secara resmi menggantikan Joko "Jokowi" Widodo, Prabowo menunjukkan keyakinannya bahwa sebagai kekuatan menengah yang terkemuka, Indonesia akan memiliki akses yang lebih terbuka ke pasar global. Akses itu diperoleh Indonesia bukan hanya karena pasar domestiknya yang menguntungkan, tetapi juga karena sumber daya alamnya yang sangat besar. Sekarang, pertanyaannya terkait cara mewujudkan komitmen internasional dan janji ekonomi yang sudah di tangan, dalam jangka waktu sewajarnya.
Salah satu keputusan utama yang diambil Presiden untuk mempercepat pencapaian tujuan ekonomi dan politiknya adalah kesiapannya untuk mengambil pendekatan pragmatis saat berurusan dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping. Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan setelah pertemuan mereka di Beijing pada 9 November lalu, kedua pemimpin sepakat untuk bekerja sama memanfaatkan sumber daya di perairan Natuna yang tumpang tindih.
Banyak orang khawatir bahwa perubahan mendadak yang dilakukan Prabowo akan membawa implikasi serius. Salah satunya adalah bahwa Indonesia mengakui peta sembilan garis putus-putus milik Tiongkok, yang mencakup Perairan Natuna Utara.
Mari memberi kesempatan pada Presiden menjelaskan posisinya secara langsung kepada bangsa. Bagaimana pun, hingga saat ini, latar belakang keputusannya terkait kerja sama dengan Tiongkok masih belum jelas. Presiden juga perlu memberi pengarahan kepada sejawatnya di ASEAN tentang masalah tersebut, untuk memastikan adanya pemahaman dan saling percaya yang dibutuhkan di antara para anggota.
Presiden telah memilih untuk menjadi pemimpin negara yang terlibat penuh dalam konteks kebijakan luar negeri. Di Tiongkok, ia bertemu Presiden Xi Jinping. Sedangkan di AS, ia diterima oleh Presiden Joe Biden, presiden yang akan lengser. Di Peru, ia menghadiri pertemuan tingkat tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC), kemudian menghadiri pertemuan 20 negara ekonomi terbesar dunia (G20) di Brasil. Di Inggris, ia diterima oleh Perdana Menteri Keir Starmer dan Raja Charles.
Di Abu Dhabi, Presiden mengadakan pembicaraan bilateral dengan Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ). Prabowo mengatakan kepada tuan rumah bahwa pemerintah Indonesia akan memprioritaskan jaminan keamanan pangan dan energi, serta fokus pada industri hilir. MBZ yakin bahwa arus perdagangan antara kedua negara masih dapat meningkat secara stabil. Target nilai total selama beberapa tahun ke depan adalah $10 miliar, bandingkan dengan $4,6 miliar tahun lalu.
Kedua negara telah memiliki kolaborasi ekonomi yang stabil, dan MBZ juga bersahabat dekat dengan mantan presiden Jokowi. Prabowo perlu menjaga dan meningkatkan hubungan yang akrab tersebut. Jalan tol layang senilai Rp16,2 triliun ($1,1 miliar dolar Amerika), yang menghubungkan Jakarta dan Jawa Barat, diberi nama sesuai nama pemimpin UEA tersebut. Artinya, ada harapan besar bahwa keluarga kerajaan akan lebih banyak berinvestasi di Indonesia.
Di KTT G20, Prabowo dan Emmanuel Macron dari Prancis menegaskan kembali kerja sama pertahanan kedua negara untuk pengadaan jet tempur Rafale. Juga ditekankan adanya usaha patungan antara French Naval Group dan galangan kapal PT PAL Indonesia, untuk memproduksi kapal selam. Presiden punya ambisi besar untuk mempercepat pembangunan militer Indonesia, demi mengimbangi kekuatan militer negara-negara tetangga.
Perjanjian dengan Prancis dan Inggris bermanfaat dalam meningkatkan kapasitas militer yang dimiliki Tentara Nasional Indonesia. Sementara dengan Brasil, yang dibutuhkan Indonesia adalah lebih banyak alternatif untuk pengadaan penerbangan selain Boeing dan Airbus. Namun sekali lagi, kita perlu mengingat bahwa di masa lalu, kita membuat beberapa kesalahan perhitungan dalam pengadaan peralatan militer.
Di London, Prabowo mendapatkan komitmen investasi dari beberapa perusahaan Inggris senilai sekitar $8,5 miliar. Komitmen diraih hanya beberapa hari setelah raksasa kedirgantaraan Brasil Embraer dan PT Dirgantara Indonesia sepakat untuk meningkatkan produksi penerbangan komersial bersama mereka. Apakah mereka semua benar-benar serius?
Kita harus ingat bahwa diplomasi terkadang hanya membawa hasil konkret dalam jangka pendek atau menengah. Yang diterima Presiden baru rencana awal untuk berinvestasi atau bekerja sama dengan Indonesia. Pada akhirnya, pasarlah yang akan menentukan jika rencana atau komitmen tersebut akan terwujud.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.