TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Investor IDX tunjukkan sikap 

Hari Selasa merupakan hari buruk bagi investor di pasar saham Indonesia, tetapi bahkan jangka waktu yang lebih panjang pun tampaknya tidak membuat investasi menjadi lebih baik.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Thu, March 20, 2025 Published on Mar. 19, 2025 Published on 2025-03-19T19:53:07+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Investor IDX tunjukkan sikap Two men watch stock prices on Tuesday at the Indonesia Stock Exchange in Jakarta. (AFP/Bay Ismoyo)
Read in English

 

 

Dalam beberapa hal, kinerja pasar saham suatu negara seperti rapor bagi ekonomi nasional, dan juga bagi pemerintah. Untuk Indonesia saat ini, rapornya sedang tidak bagus.

Memang saat ini kita bisa jadi belum mendapat nilai "F", tetapi rasanya yang kita dapat sekarang adalah nilai "D" atau "D minus."

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Pada Selasa kemarin, indeks gabungan Bursa Efek Indonesia (BEI) anjlok lebih dari 7 persen dalam sesi perdagangan pagi. Grafik sedikit membaik sebelum ditutup, meski masih turun 3,84 persen. Padahal, pasar saham lain di kawasan membukukan keuntungan yang solid.

Sejak itu, banyak analis urun pendapat, menjelaskan situasi yang terjadi pada Selasa. Meski penjelasan mereka berbeda, ada semacam konsensus bahwa faktor domestik, bukan faktor eksternal, yang jadi kambing hitam. 

Memang, hal itu tampak jelas, mengingat BEI tampil sebagai pecundang habis-habisan di hari itu.

Mungkin ada unsur penjualan tergesa karena panik, dan taruhan dengan leverage yang ditutup dengan margin call dapat menambah kekuatan. Tetapi pasti ada sesuatu yang memicunya di awal. Seorang analis menunjuk aksi jual besar-besaran pada sejumlah kecil saham unggulan BEI sebagai pemicunya.

Setelah itu, aksi jual tampaknya telah menyebar ke saham-saham lain karena investor mengikuti tren sebagai upaya agar ikut selamat. Ibaratnya, ada beberapa yang berusaha mencari jalan keluar tapi tidak berhasil sampai di pintu karena terinjak-injak. Itulah yang terjadi, beberapa yang ikut menjual saham justru merugi karena saham mereka terjual sebelum berkembang. 

Mungkin mereka yang merugi itulah yang ada dalam pikiran Presiden Prabowo Subianto ketika Desember lalu menyatakan bahwa, "bagi orang miskin, [bermain di pasar saham] pada umumnya sama dengan berjudi. Hanya yang besar yang menang, dan jadi kuat."

Jumlah investor pasar saham individu telah meningkat secara eksponensial dalam beberapa tahun terakhir. Tidak selamanya hal itu buruk. Tetapi kejadian terbaru menunjukkan beberapa orang mungkin mengambil risiko lebih besar dari yang seharusnya, dengan bergabung dalam permainan dengan memanfaatkan dana pinjaman.

Keesokan paginya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merespons dengan mempermudah beberapa perusahaan yang hendak membeli kembali saham mereka. Perusahaan-perusahaan tersebut bahkan tidak perlu mengadakan rapat umum pemegang saham terlebih dahulu.

Kebijakan itu tampak merupakan langkah yang bisa diterima demi memfasilitasi pemulihan cepat dari aksi jual yang tiba-tiba dan tampak tidak masuk akal. Langkah itu menghentikan kepanikan dan menenangkan massa secara seketika. OJK sepertinya harus menjadikan perubahan itu sebagai hal yang permanen, dari yang saat ini direncanakan selama enam bulan.

Hari Selasa merupakan hari buruk bagi investor di pasar saham Indonesia, tetapi bahkan jangka waktu yang lebih panjang pun tampaknya tidak membuat investasi menjadi lebih baik. Grafik tahun berjalan merupakan sesuatu yang harus dicermati. Bentuknya semacam lintasan benda berat yang terlempar ke depan tetapi kemudian jatuh tajam, membentuk kurva yang makin curam.

Kinerja jangka menengah itulah yang membuat ekonomi kita mendapat nilai "D minus". Kurva grafik tahun bejalan mencerminkan keraguan mendasar yang dimiliki investor terkait prospek bisnis di Indonesia, juga tentang stabilitas politik.

Pertumbuhan produk domestik bruto lima persen bukanlah penjamin profitabilitas perusahaan perorangan. Perusahaan-perusahaan tersebut bergantung pada permintaan pasar, aturan industri dan perpajakan, ketersediaan tenaga kerja berkualitas, infrastruktur yang efisien, energi murah, serta akses ke perdagangan global untuk impor dan ekspor.

Pergerakan perusahaan juga tergantung pada kepastian hukum, kebebasan dari korupsi dan pemerasan, serta lapangan bermain yang setara dengan badan usaha milik negara (BUMN).

Pemerintah memiliki kendali signifikan atas masing-masing aspek tersebut. Investor berharap pihak berwenang lebih banyak memikirkan dan membicarakan aspek keberlangsungan usaha, dan bukan hanya membahas pertumbuhan PDB.

Target lima persen, atau bahkan delapan persen, target tidak realistis yang masih dipegang teguh pemerintah – semuanya bisa dan baik-baik saja, "tetapi bagaimana dengan margin keuntungan saya?" begitu yang sering kita dengar dikeluhkan para pebisnis.

Dalam laporan terbaru mereka, Goldman Sachs dan Morgan Stanley memangkas proyeksi masing-masing terkait saham Indonesia. Keduanya menyebutkan bahwa laba perusahaan adalah fokus utama. 

Rumor tentang kemungkinan pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang telah lama membuat pasar percaya pada kebijakan fiskal Jakarta, mungkin juga berperan pada gejolak pasar saham.

Investor portofolio adalah kelompok yang plin-plan dan dapat langsung meninggalkan gelanggang jika mereka melihat prospek yang lebih baik di tempat lain. Rupanya, tren terkini indeks IDX Composite adalah mosi tidak percaya.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.