TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Bersama, kita bisa

Menghadapi tarif AS, negara-negara ASEAN harus bersatu untuk memperkuat daya tawar mereka dan melindungi kepentingan ekonomi mereka.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Thu, April 10, 2025 Published on Apr. 9, 2025 Published on 2025-04-09T18:40:04+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Bersama, kita bisa President Prabowo Subianto (right) reacts during an economic event titled “Strengthening Indonesia's Economic Resilience Amid the Wave of Trade Tariff Wars“ on April 8 in Jakarta. (AFP/Yasuyoshi Chiba)
Read in English

 

Pemerintah negara-negara di seluruh dunia tengah berjibaku menentukan reaksi yang tepat untuk merespons tarif tinggi yang dikenakan oleh Amerika Serikat pada hampir semua produk impor.

Tiongkok, yang menjadi target nomor satu bagi aturan AS tersebut, telah memilih respons yang paling menantang. Negara itu bersumpah untuk "berjuang sampai akhir" dengan memberlakukan tarif balasan dan pembatasan perdagangan. Selama bertahun-tahun, Tiongkok telah jadi sasaran proteksionisme AS yang kian hari semakin ketat. 

Uni Eropa juga bersikap berani. Baru-baru ini, diumumkan tarif impor balasan sebesar 25 persen pada barang-barang AS tertentu. Yang terkena tarif termasuk sepeda motor, buah-buahan dan unggas. Meski begitu, Uni Eropa masih mempertimbangkan respons bersama untuk menunjukkan adanya kesatuan. Mereka mungkin masih sulit menemukan kesepakatan yang disetujui oleh semua anggota.

Kanada juga bersikap keras, meski untuk saat ini, banyak barangnya dikecualikan dari tarif AS tersebut. Ottawa telah mengumumkan tarif balasan yang dikenakan pada kendaraan buatan AS dan barang-barang lainnya, sebagai respons pada langkah Washington.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Meksiko, yang tidak dikenai tarif dasar 10 persen oleh AS, sama seperti Kanada, telah mengambil sikap yang lebih lunak dan memuji "perlakuan istimewa" yang diberikan AS. Meksiko dan AS punya perjanjian perdagangan regional. Meski begitu, Meksiko tetap dikenai pungutan tinggi pada produk otomotif dan barang-barang tertentu lainnya, 

Sementara itu, beberapa pemimpin ASEAN tampaknya berusaha keras untuk menenangkan Washington. Mereka yang mengambil upaya ini, bersama pemerintah di berbagai benua, dengan tergesa-gesa mengirim delegasi ke AS.

Indonesia termasuk dalam kelompok yang terakhir.

Pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah mengirimkan banyak sinyal. Beberapa menunjukkan tidak adanya prospek bagi negara-negara lain untuk memengaruhi Washington agar menguntungkan mereka, dengan adanya beberapa pejabat AS yang menolak tawaran kesepakatan tarif yang adil. Tetapi, pejabat yang lain mengisyaratkan kesiapan bernegosiasi.

Apakah mungkin Hanoi disalahkan jika menunjukkan itikad bersedia berkompromi dengan AS? Bagaimana pun, kebijakan America First dicerca di seluruh dunia karena sangat merusak ekonomi global.

Meski demikian, Vietnam menghadapi tarif "resiprokal " yang sangat tinggi sebesar 46 persen. Bandingkan dengan tarif 32 persen untuk Indonesia. Ekonomi Vietnam yang berfokus pada ekspor juga bergantung pada pengiriman ke AS, untuk sekitar 30 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Di sisi lain, upaya para pemerintah yang mencari bantuan khusus dari AS memainkan peran tepat dalam strategi adu domba yang dilakukan Washington.

Sebagai negara-negara berdaulat, anggota ASEAN punya hak, sekaligus tugas, untuk mengambil tindakan demi kepentingan nasional mereka, serta demi keuntungan rakyat mereka. Tetapi, apakah melakukannya sendirian akan membawa hasil?

Ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang luar biasa di sisi nasionalisme. Presiden Prabowo Subianto telah menuntut agar kita mengimpor apa pun yang diperlukan untuk menghilangkan surplus perdagangan kita dengan AS.

Presiden juga berjanji akan menghapus semua peraturan bisnis yang "tidak masuk akal". Terutama peraturan yang menata soal konten lokal, juga birokrasi rumit lainnya yang telah lama dikritik oleh pihak-pihak asing, seperti Kamar Dagang AS. Aturan itu dinilai menghambat bisnis, khususnya bagi investor asing.

Pengumuman publik yang dibuat beberapa jam sebelum adanya tarif resiprokal yang seharusnya berpotensi merugikan ekspor kita ke AS, kini membuat pihak kementerian berlomba-lomba untuk mematuhinya. Apa pun yang dibuat oleh kementerian pasti tidak akan bisa sejalan dengan naluri proteksionis, sehingga akan menghadapi penolakan dari kalangan domestik.

Memang, beberapa aturan bisa jadi lebih banyak ruginya, dan tidak menguntungkan, bagi kita. Tetapi, mengubah aturan dengan alasan adanya tekanan eksternal, dan bukan berdasarkan pertimbangan domestic, pasti akan menimbulkan penolakan. Beijing bahkan menyebut aturan AS sebagai "naluri memeras" Washington. 

Kompromi memang mahal harganya. Karena itu, respons kita harus jauh lebih luas dari sekadar upaya mencari kesepakatan bilateral dengan AS.

Pemerintah kita akan segera mengadakan perundingan dengan Malaysia tentang masalah ini. Sebuah awal yang baik. Sesulit apa pun, mengingat ekonomi ASEAN yang sangat berbeda, kita harus menyetujui prinsip-prinsip umum terkait perdagangan global dan mempertahankannya bersama-sama.

Mengirim delegasi ASEAN ke AS, dan bukannya pemerintah masing-masing negara di kawasan yang antre untuk bertemu pemerintahan Trump, akan meningkatkan daya tawar kita.

Posisi kita akan lebih kuat lagi jika kita hadir bersama perwakilan dari Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Kita harus tampil sebagai Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) atau Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional. Bagaimana pun, RCEP merupakan blok perdagangan terbesar di dunia.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.