TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Warisan moral Sri Paus 

Sri Paus Fransiskus dikenal sebagai seorang reformis progresif. Selama 12 tahun masa kepausan, ia sering berselisih paham dengan para petinggi gereja konservatif lainnya. 

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Wed, April 23, 2025 Published on Apr. 22, 2025 Published on 2025-04-22T19:28:18+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Warisan moral Sri Paus Istiqlal Mosque grand imam Nasaruddin Umar (left) kisses Pope Francis' forehead on Sept. 5, 2024, after an interreligious meeting with religious leaders at the Istiqlal Mosque in Jakarta. (AFP/Tiziana Fabi)
Read in English

 

Warga di seluruh dunia, dari berbagai agama dan negara, berduka atas meninggalnya Paus Fransiskus, pada hari Senin Paskah yang lalu. Ia adalah tokoh rakyat. Masyarakat dunia melihat Sri Paus sebagai contoh pemimpin yang baik, pemimpin yang mereka idam-idamkan. Banyak hal darinya yang patut dicontoh, misalnya kesederhanaannya, pembelaannya yang tulus terhadap kemanusiaan, dan cinta yang murni bagi sesama manusia, termasuk warga Gaza.

Sulit untuk membandingkan Sri Paus dengan para pemimpin lain, bahkan dengan pemimpin lain di internal Gereja Katolik, terutama saat dunia sedang bergolak. Siapa pun yang akan menggantikannya sebagai paus bagi 1,4 miliar orang di dunia, semua berharap sang pengganti akan melanjutkan warisan Fransiskus. Harapan mengemuka, terutama, karena ada tantangan baru yang menanti.

Gereja Katolik punya 250 kardinal, tetapi hanya mereka yang berusia di bawah 80 tahun yang berhak memberikan suara dalam memilih paus. Karena itu, paus baru akan diputuskan oleh 135 kardinal dalam konklaf yang akan diselenggarakan dua atau tiga minggu mendatang. Daftar 135 kardinal itu, termasuk Uskup Agung Jakarta Ignatius Suharyo.

Ketika Paus Fransiskus mengunjungi Jakarta September lalu, sebagai bagian dari lawatannya ke Asia-Pasifik, masyarakat Indonesia, bukan hanya umat Katolik, terpesona oleh karisma dan kesederhanaannya. Ia menunjukkan hal yang sangat kontras jika dibandingkan dengan politisi yang tidak ragu memamerkan kekayaan dan nafsu mereka akan kekuasaan.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Paus Fransiskus memilih untuk mengendarai Toyota Innova rakitan lokal. Ia membuka jendela mobil di sepanjang jalan, dan tanpa lelah melambaikan tangan untuk menyapa orang-orang yang menunggunya di sepanjang jalan. Umat Katolik Indonesia sangat bangga dengan kunjungan Paus ke Indonesia. Perlu diketahui bahwa penganut Katolik merupakan kelompok minoritas yang hanya berjumlah 3 persen dari 283,4 juta penduduk Indonesia yang mayoritas muslim.

Selama berada di Jakarta, Sri Paus mengunjungi Masjid Istiqlal. Ia bertemu sang imam besar, Nasaruddin Umar, yang sekarang menjabat sebagai menteri agama. Bersama dengan perwakilan dari enam agama yang diakui secara resmi di Indonesia, Paus Fransiskus menandatangani Deklarasi Istiqlal. Terdapat empat poin dalam deklarasi itu, yang mendorong dialog antaragama sebagai alat yang efektif untuk menyelesaikan konflik lokal, regional, dan internasional, terutama "konflik yang dipicu oleh penyalahgunaan agama".

Dalam sambutannya, Paus Fransiskus mengagumi keindahan keberagaman yang ada di Indonesia. Ia juga memuji prinsip-prinsip persatuan dalam keberagaman dan keadilan sosial bangsa ini, yang sangat sejalan dengan motto kunjungan pertamanya ke Indonesia: “Faith, Fraternity, Compassion” atau "Iman, Persaudaraan, Kasih Sayang".

Paus Fransiskus dikenal sebagai seorang reformis progresif, yang sering berselisih paham dengan para petinggi gereja konservatif lainnya selama 12 tahun masa kepausannya. Ia tidak pernah ragu untuk menunjukkan tekadnya dalam mendorong terwujudnya keadilan sosial dan perlindungan terhadap kaum minoritas, serta kaum terpinggirkan. Ia juga membangun hubungan yang dalam dengan para pemimpin agama lain, terutama para pemimpin Islam.

Perdana Menteri India Narendra Modi dengan fasih menggambarkan Paus Fransiskus sebagai mercusuar penyebar kasih sayang, kerendahan hati, dan keberanian spiritual bagi jutaan orang di seluruh dunia. Pemimpin India itu mengatakan bahwa ia sangat terinspirasi oleh komitmen Sri Paus pada pembangunan yang inklusif dan menyeluruh.

Sri Paus pasti akan selalu dikenang karena kegigihannya melayani kaum miskin dan tertindas. Bagi mereka yang menderita, ia memantik semangat harapan.

Lahir dengan nama Jorge Mario Bergoglio pada 1936, Paus Fransiskus terpilih sebagai pemimpin umat Katolik di seluruh dunia, sekaligus kepala negara Vatikan, pada 2013. Pemilihannya dilakukan setelah Paus sebelumnya, Benediktus XIV, mengundurkan diri.

Meskipun mendapat tentangan dari pihak internal gereja Vatikan, Fransiskus tidak pernah berhenti berkampanye melindungi hak asasi manusia dan martabat rakyat, terutama mereka yang terpinggirkan atau terbuang. Di bawah kepausannya, gereja menjadi lebih berempati terhadap kaum LGBTQ. Ia adalah penentang keras kapitalisme yang tidak terkendali, konsumerisme, dan populisme sayap kanan, serta pendukung kuat tindakan tegas terhadap perubahan iklim dan perlindungan pada warga migran.

Banyak umat Katolik lebih suka memilih sisi konservatif dan sering menentang pendekatan lunak Paus Fransiskus terhadap isu-isu sensitif seperti hak-hak LGBTQ. Meski begitu, mereka tak sekali pun mengingkari perhatian Paus yang selalu membantu orang miskin dan korban konflik yang terpinggirkan, seperti di Suriah dan Afrika.

Kepala negara dan pemerintahan dari seluruh dunia, serta pemimpin agama yang berbeda, termasuk dari Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, telah bersaksi bahwa Paus Fransiskus telah meninggalkan warisan moral yang kuat. Dan warisan itu harus kita lestarikan.

Beristirahatlah dalam damai, il Papa.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.