Can't find what you're looking for?
View all search resultsCan't find what you're looking for?
View all search resultsPemerintah tidak bisa tinggal diam ketika warga negaranya menghadapi kesulitan dalam upaya mereka untuk memenuhi kewajiban agama.
Seluruh negeri terhenyak mendengar kematian tragis seorang pria Indonesia akibat dehidrasi. Si pria sedang mencoba masuk ke Mekkah secara ilegal untuk menunaikan ibadah haji, tapi gagal dan meninggal dunia. Pria tersebut, seorang dosen universitas dari Pamekasan, Madura, Jawa Timur, awalnya sudah ditolak masuk Mekkah karena tidak memiliki visa haji.
Ia merupakan bagian dari kelompok 10 orang Indonesia yang dihentikan oleh otoritas Saudi karena tidak memiliki visa resmi untuk naik haji. Meskipun telah diperingatkan, ia dan dua orang lainnya mencoba kembali ke Mekkah melalui gurun pasir Jumum. Jasadnya ditemukan pada 27 Mei, sementara dua orang lainnya selamat dan menerima perawatan medis.
Meskipun kematian selama haji yang menuntut kekuatan fisik bukanlah hal yang belum pernah terjadi, tragedi ini sebetulnya dapat dicegah.
Bagi banyak orang Indonesia, berhaji adalah perjalanan sekali seumur hidup yang sering kali membutuhkan waktu menunggu dalam antrean hingga bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun. Daftar tunggu lama terjadi karena ada sistem kuota Arab Saudi yang membatasi jumlah jemaah. Saat ini, sekitar 5,6 juta orang ada dalam daftar ini, termasuk lebih dari 600.000 orang lanjut usia. Sebagian besar dari mereka terdaftar untuk program haji reguler yang disubsidi pemerintah.
Penantian yang panjang dapat menimbulkan keputusasaan. Hal itulah yang mendorong sebagian orang yang masuk kategori mampu, mencoba menunaikan ibadah haji secara ilegal. Mereka tidak hanya berisiko ditangkap dan dideportasi, tetapi juga harus menghadapi bahaya perjalanan di gurun yang terik. Dampak perjalanan di gurun adalah korban jiwa yang disebut di atas. Jatuhnya korban merupakan efek dari langkah otoritas Saudi yang makin intensif menjatuhkan sanksi tegas terhadap para jemaah yang tidak terdaftar, yang mencoba menyelinap ke Mekkah.
Tahun ini, sekitar 203.000 jemaah haji Indonesia berada di Arab Saudi, bergabung dengan lebih dari 1,4 juta lainnya dari seluruh dunia.
Kondisi makin runyam ketika sekitar 1.000 orang Indonesia lainnya tidak dapat berangkat haji karena Arab Saudi tidak mengeluarkan visa furoda bagi mereka. Visa khusus ini diberikan langsung oleh pemerintah Saudi, yang memungkinkan penerimanya tidak perlu antre panjang untuk dapat naik haji. Namun, biaya yang dikeluarkan untuk visa furoda cukup besar, kabarnya berkisar antara Rp270 juta (16.531 dolar Amerika) hingga Rp 1 miliar.
Wakil Ketua Badan Penyelenggara Haji (BP Haji), Dahnil Anzar Simanjuntak, telah mengonfirmasi bahwa tahun ini, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pemerintah Arab Saudi tidak akan menerbitkan visa furoda. Hal itu sebagai bagian dari upaya kerajaan Saudi untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan haji.
Insiden batalnya visa furoda mengakibatkan kerugian finansial yang besar bagi jemaah haji dan pihak penyedia jasa perjalanan. Meskipun pengaturan haji furoda merupakan urusan antara agen perjalanan dan otoritas Saudi, pemerintah harus mengambil posisi untuk membantu menyelesaikan konflik tersebut. Setidaknya, negara harus memastikan perlindungan hukum bagi jemaah haji.
Menanggapi protes publik, Menteri Luar Negeri Sugiono dan Menteri Agama Nasaruddin Umar menyatakan bahwa masalah visa merupakan kewenangan tunggal pemerintah Saudi. Nasaruddin menambahkan bahwa ia telah berupaya membantu mengomunikasikan masalah tersebut dengan otoritas Saudi.
Selama puluhan tahun, pemerintah Indonesia telah berupaya meningkatkan manajemen organisasi kontingen haji terbesar di dunia, dengan fokus pada penerbangan, biaya, dan penginapan. Namun, masalah yang sama terus-menerus muncul. Tahun ini, misalnya, ada laporan tentang anggota keluarga jemaah yang terpisah, karena ditempatkan di akomodasi berbeda.
Komplikasi visa dan upaya haji ilegal menjadi pelajaran berharga bagi BP Haji. Tahun depan, badan yang baru-baru ini dibentuk oleh Presiden Prabowo Subianto tersebut akan mengambil alih secara penuh tanggung jawab atas pengelolaan haji dari Kementerian Agama.
Ketika DPR merevisi undang-undang haji 2019 untuk memfasilitasi transisi ini, beberapa anggota parlemen bahkan mengusulkan agar mengangkat badan tersebut menjadi kementerian seutuhnya.
Ibadah haji mencapai puncaknya pada Jumat 6 Juni, dimulai dengan wukuf (berdiri untuk berdoa) di Arafah. Kemudian dilanjutkan dengan mabit, yaitu menginap semalam di Muzdalifah. Setelahnya, jemaah akan melanjutkan perjalanan ke Mina untuk melakukan jumrah, yaitu melempar batu ke arah tiang-tiang, yang merupakan simbol setan.
Tahun depan, ritual haji yang sama akan terulang. Tapi, kesalahan dalam penyelenggaraan haji tidak boleh terjadi lagi. Pemerintah tidak bisa tinggal diam ketika warga negara menghadapi kesulitan dalam upaya mereka memenuhi kewajiban agama.
Jemaah haji berhak mendapatkan perlindungan dan pemerintah menjadi pihak yang harus menyediakan perlindungan tersebut.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.