TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Pulau-pulau kecil yang jadi masalah besar

Jual beli pulau-pulau kecil secara ilegal tidak selalu merupakan pertanda adanya masalah regulasi. Hal itu bisa juga terjadi akibat kurangnya kesadaran, atau bahkan ketidaktahuan, masyarakat setempat maupun pemerintah.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Wed, July 9, 2025 Published on Jul. 8, 2025 Published on 2025-07-08T16:20:04+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Wooden boats used by residents of the remote Pulo Aceh district to cross to Banda Aceh in mainland Sumatra are seen on June 26 in Aceh Besar, Aceh. Wooden boats used by residents of the remote Pulo Aceh district to cross to Banda Aceh in mainland Sumatra are seen on June 26 in Aceh Besar, Aceh. (Antara/Khalis Surry)
Read in English

 

Baru-baru ini kembali muncul berita tentang pulau-pulau di Indonesia yang dijual, atau ditawarkan, oleh entitas asing. Padahal, ada peraturan yang jelas-jelas melarang penjualan lahan, termasuk pulau, kepada orang asing. Ini bukan masalah baru. Kejadian semacam ini berulang setiap beberapa tahun, meskipun undang-undang yang ada hanya mengizinkan investor untuk mengelola pulau, bukan untuk membeli pulaunya secara keseluruhan.

Contoh penting adalah perusahaan Private Islands Inc., yang berbasis di Kanada. Situs webnya, privateislandsonline.com, dilaporkan telah menawarkan setidaknya dua bidang tanah. Satu di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan satu lagi di Pulau Seliu di Kabupaten Belitung, Kepulauan Bangka Belitung. Sebelumnya, situs tersebut juga menampilkan pulau-pulau kecil lain di Kepulauan Riau dan NTT, tanpa informasi tentang penjual.

Penjualan pulau-pulau kecil ini punya konsekuensi signifikan bagi penduduk pulau dan masyarakat sekitarnya. Mereka sering mengeluh bahwa mata pencaharian mereka terganggu. Setelah sebuah pulau dijual kepada pihak asing, penduduk setempat kehilangan akses, bahkan untuk kebutuhan dasar seperti melabuhkan perahu kecil mereka di kala badai. Tertutupnya akses juga menghilangkan kesempatan mereka mengelola sumber daya di tanah leluhur atau tanah adat mereka.

Peraturan Indonesia cukup spesifik tentang pengelolaan pulau. Investor hanya dapat mengelola maksimal 70 persen dari total luas pulau, dengan setidaknya 30 persen dicadangkan untuk negara. Lebih lanjut, di dalam lahan yang mereka kelola, investor harus menetapkan 30 persen sebagai ruang terbuka hijau untuk melindungi ekosistem yang rapuh.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Meskipun ada, peraturan seringkali dilanggar agar dapat segera menarik uang dari investasi ekstraktif. Contoh utamanya adalah penambangan nikel di Pulau Gag di Papua Barat Daya, yang luasnya hanya 77 kilometer persegi. Menurut undang-undang, kegiatan penambangan dilarang di pulau-pulau yang luasnya kurang dari 100 km persegi. Dengan kenyataan yang ada, penambangan di Pulau Gag adalah contoh nyata pengabaian terhadap perlindungan lingkungan.

Terkadang, penjualan pulau-pulau kecil secara ilegal bukan disebabkan oleh adanya celah dalam regulasi, tetapi akibat kurangnya kesadaran, atau bahkan ketidaktahuan, penduduk setempat yang memegang hak atas tanah tersebut. Penduduk pulau, yang terbiasa dengan kondisi alam yang asri dan tenteram, mungkin tidak memahami besarnya potensi pulau mereka jika dikelola dengan baik.

Namun, pertimbangan ekonomi seringkali memaksa penduduk setempat untuk menjual apa yang mereka anggap sebagai aset terbengkalai. Mereka sering menjual dengan nilai ekonomi yang kecil atau bahkan nol. Mereka mungkin beralasan bahwa lebih baik menjual pulau yang "terlantar", dan menggunakan uangnya untuk bisnis lain. Mungkin juga karena mereka frustrasi akibat kesejahteraan mereka lebih rendah jika dibandingkan dengan masyarakat lain yang tinggal di pulau-pulau besar.

Pemerintah daerah memikul tanggung jawab krusial untuk meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini mencakup penyebaran informasi tentang peraturan pertanahan dan pulau-pulau, serta memastikan program pembangunan menjangkau pulau-pulau terpencil.

Ironisnya, Indonesia, sebagai penggagas forum Negara Pulau dan Kepulauan (the Archipelagic and Island States atau AIS), terkadang terkesan mengabaikan pulau-pulaunya sendiri.

Kementerian Kelautan dan Perikanan bertugas mengawasi dan menegakkan peraturan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Namun, kementerian beroperasi dengan sumber daya yang terbatas. Karena itu, mereka mewajibkan partisipasi aktif dari semua tingkat pemerintahan daerah, mulai dari provinsi hingga desa. Kepala desa, sebagai penduduk setempat yang dinilai serba tahu, memainkan peran penting sebagai saksi dalam transaksi tanah. Lebih jauh, perjanjian-perjanjian jual beli ini dicatat dalam buku desa.

Pulau-pulau terluar agak lebih beruntung, karena Angkatan Laut Indonesia dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) memantau mereka secara ketat. Bagaimana pun, pulau terluar berperan dalam menentukan batas negara. Badan-badan penjaga lalu mengerahkan kapal patroli dan terkadang membangun stasiun pesisir untuk menjaga pulau-pulau strategis ini, meskipun kekuatan mereka sendiri juga terbatas.

Sebaliknya, pulau-pulau di perairan Nusantara seringkali terabaikan. Hal ini menyoroti perlunya koordinasi yang lebih baik di antara para pemangku kepentingan, untuk pengawasan dan penegakan hukum. Sekali lagi, peran pemerintah daerah sangat penting. Kementerian harus mempertimbangkan untuk memperkuat koordinasi atau bahkan mendelegasikan beberapa tanggung jawab, demi mengamankan negara kepulauan yang luas ini.

Kami tidak menentang hadirnya investor di pulau-pulau kecil Indonesia. Satu-satunya persyaratan kami adalah agar mereka menghormati hukum dan kedaulatan Indonesia. Mereka juga harus memprioritaskan kesejahteraan penduduk pulau dan memperhatikan keberlanjutan lingkungan.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.