TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Kemarahan global akibat ASEAN bungkam terkait serangan udara Myanmar

Yvette Tanamal (The Jakarta Post)
Jakarta
Thu, April 13, 2023

Share This Article

Change Size

Kemarahan global akibat ASEAN bungkam terkait serangan udara Myanmar
Read in English

J

unta Myanmar menyatakan bertanggung jawab atas serangan udara di wilayah barat laut Sagaing. Rabu lalu, mereka mengkonfirmasi serangan yang menewaskan hingga 100 orang tersebut. Dunia memprotes kekerasan junta, sekaligus menyesalkan aksi tutup mulut para tetangga Myanmar di ASEAN. 

Serangan pada Selasa tersebut terjadi nyaris seminggu setelah Indonesia sebagai Ketua ASEAN menyatakan ada kemajuan diplomatik yang sedang terjadi di Myanmar. Klaim kemajuan dibuat meski para penguasa militer tidak juga menghentikan upaya penggulingan pemerintahan resmi Myanmar yang pada 2021 dipilih secara demokratis.

Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar (Myanmar’s NUG) menyebut serangan itu sebagai "tindakan keji". NUG terdiri dari mantan anggota parlemen dari partai yang dipimpin Aung San Suu Kyi yang dikudeta.

Komunitas internasional juga mengutuk kekejaman yang menargetkan musuh junta. ASEAN, di tengah upaya memposisikan diri sebagai entitas utama yang memfasilitasi perdamaian di Myanmar, justru belum mengeluarkan pernyataan apa pun hingga Rabu malam lalu.

Kantor berita AFP melaporkan bahwa serangan udara dilakukan oleh satu jet tempur dan sebuah helikopter. Serangan itu menyasar kantor pasukan pertahanan setempat, afiliasi lawan junta, yang sedang mengadakan acara.

Meski junta mengklaim serangan hanya mengarah pada orang-orang yang diduga “teroris”, banyak saksi dan responden yang menyatakan melihat jenazah anak-anak di lokasi.

Belum diketahui secara pasti jumlah korban jiwa, meskipun telah ada laporan yang menyebutkan bahwa sudah ditemukan 100 jenazah. Sementara itu, korban selamat sudah dibawa ke lokasi aman.

“Kami melakukan penyerangan. Yang tewas adalah anggota PDF [People’s Defence Force atau Tentara Pertahanan Rakyat]. Merekalah yang menentang pemerintah negara, melawan rakyat negara,” kata juru bicara junta Zaw Min Tun melalui saluran siaran militer, seperti dikutip Reuters.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres segera mengeluarkan pernyataan yang “mengutuk keras serangan oleh Angkatan Bersenjata Myanmar” dan menyerukan agar pelakunya segera dimintai pertanggungjawaban.

“[Guterres] tegaskan seruan kepada militer untuk mengakhiri kekerasan terhadap penduduk Myanmar di seluruh negeri,” demikian pernyataan PBB.

Selasa lalu, Amnesty International merilis pernyataan yang menggambarkan tragedi itu sebagai "mengerikan" dan "tercela".

“Saatnya segera fokus pada upaya menangguhkan impor bahan bakar pesawat [ke Myanmar]. Amnesty menegaskan kembali seruannya pada semua negara dan pelaku bisnis untuk menghentikan segala pengiriman yang mungkin berakhir di tangan Angkatan Udara Myanmar,” demikian pernyataan Amnesty International.

“Serangan udara ini terjadi tepat sebelum peringatan dua tahun Konsensus Lima Poin [Five-Points Consensus atau 5PC] ASEAN untuk Myanmar, yang gagal total menghentikan kekejaman militer.”

Hening dan bisu

Sementara lembaga internasional lain sudah jelas menyatakan sikap mereka tentang serangan junta, yang dianggap sebagai salah satu yang paling mematikan sejak awal kudeta, hingga Rabu malam lalu tidak ada satu pun pernyataan dari negara anggota ASEAN, maupun ASEAN sendiri.

Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri mengatakan kepada The Jakarta Post bahwa Ketua ASEAN akan segera membuat pernyataan, dan saat ini sedang dalam proses penyatuan pendapat.

Selama lebih dari tiga bulan memimpin blok 10 negara tersebut, Indonesia mengambil pendekatan diplomasi diam-diam untuk berdiskusi dengan Myanmar. Strategi rahasia ini diambil dengan pertimbangan bahwa pernyataan publik apa pun berisiko membahayakan kemajuan yang diklaim sedang berangsur dicapai di Naypyidaw.

Jakarta adalah pendukung 5PC yang berisi serangkaian tuntutan untuk perdamaian dan rekonsiliasi. Tahun ini menandai dua tahun ditandatanganinya 5PC tersebut. Kondisi terkini membuat para analis meminta Jakarta mengambil pendekatan yang lebih tegas dan vokal terkait Myanmar. Bisa juga mulai melibatkan kelompok masyarakat sipil untuk mengembangkan rencana yang lebih tertata.

“Kita tidak tahu apa yang sedang terjadi karena upaya diplomasi dilakukan diam-diam. Apakah kita punya rencana? Apakah ada kerangka kerja? Peta jalan?” kata Lina Alexandra, Kepala Departemen Hubungan Internasional di Center for Strategic and International Studies (CSIS), Rabu lalu. “Tidak semua informasi harus dibuka untuk publik, tetapi harus tetap ada yang dibagikan kepada mereka yang punya ilmu, misalnya institusi think tank, sehingga bisa terjadi kolaborasi.”

Lina juga mengatakan kepada The Jakarta Post bahwa sangat disayangkan Indonesia tidak segera mengeluarkan pernyataan, baik sebagai negara berdaulat maupun sebagai Ketua ASEAN.

Dewi Fortuna Anwar, pakar hubungan internasional senior di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), berpendapat sama. Ia mengatakan bahwa Jakarta harus secara terbuka mengkritik tindakan junta dan tidak perlu menunggu persetujuan negara lain.

“Indonesia dan ASEAN tidak bisa diam saja. [...] Indonesia, khususnya, secara konstitusi diamanatkan untuk menjadi pembela hak asasi manusia. Adalah bertentangan dengan konstitusi jika kita tetap bersikap diam melihat Myanmar, mitra dekat Indonesia, menganiaya rakyatnya sendiri.”

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.