ulan ini, pemerintah mencabut larangan ekspor pasir keruk yang telah berlaku selama lebih dari 20 tahun. Pemerintah berdalih pencabutan larangan dilakukan karena pendapatan yang akan diterima dari ekspor pasir sangat dibutuhkan negara. Namun, menurut para aktivis, efek pencabutan larangan adalah makin rusaknya ekosistem laut, yang penting bagi Indonesia.
Izin pertambangan ditandatangani oleh Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada 15 Mei dan mulai berlaku pada hari yang sama. Peraturan memungkinkan pemegang izin untuk mengeruk dan mengekspor pasir laut dengan syarat kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi. Pasir boleh diekspor jika memenuhi ketentuan penggunaan, termasuk untuk reklamasi lahan dan pembangunan infrastruktur milik swasta dan milik negara.
Para penambang menyambut baik keputusan tersebut. Namun, para pecinta lingkungan mengecamnya sekaligus memperingatkan bahwa pemberian izin penambangan pasir dengan sendirinya mengarah pada peningkatan ekstraksi pasir. Tindakan ini, menurut para aktivis lingkungan, akan merugikan penduduk pesisir yang bergantung pada ekosistem laut.
“[Pencabutan larangan] mengungkapkan wajah asli Presiden Joko “Jokowi” Widodo, yang tidak terlalu peduli pada nelayan dan perlindungan laut,” kata Parid Ridwanuddin, juru bicara Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), kepada The Jakarta Post di Senin kemarin (29 Mei).
Parid mengatakan, pengerukan pasir menyebabkan menghilangnya sejumlah pulau di Kabupaten Kepulauan Seribu di utara Jakarta dan Kepulauan Riau, selain 0,8 hingga 1 meter pasir yang lenyap akibat naiknya air laut setiap tahun. Ia tambahkan bahwa adanya peraturan baru membuat lebih banyak pulau berisiko tinggi.
Menurut Parid, penambangan pasir laut juga merusak ekosistem laut dan mengusir ikan dari perairan sekitar daerah tambang. Hal tersebut memaksa nelayan lokal untuk berlayar lebih jauh, yang artinya memerlukan tambahan biaya sekaligus lebih berbahaya. Dia memperkirakan Singapura akan menjadi salah satu negara yang paling diuntungkan dari kebijakan tersebut, karena permintaan pasir untuk proyek reklamasi Singapura masih cukup tinggi. Sebelum larangan diberlakukan pada awal 2007, lebih dari 90 persen pasir Singapura diimpor dari Indonesia. Menurut pemerintah Singapura, Indonesia pada saat itu menyediakan antara 6 hingga 8 juta ton pasir.
Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan saat itu, menulis di Twitter bahwa pemerintah harus mencabut kebijakan ekspor pasir karena akan memperburuk kerusakan lingkungan, yang faktanya sudah cukup parah akibat perubahan iklim.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.