eberapa perusahaan tambang di Indonesia beralih ke sumber energi listrik yang diperoleh dari gas alam cair (LNG atau liquified natural gas). Alasan peralihan adalah demi mengurangi emisi yang dihasilkan dari operasi pengolahan mineral mereka, di tengah naiknya permintaan akan rantai pasokan yang lebih ramah alam.
Putra Adhiguna, analis energi dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), mengatakan bahwa tekanan untuk mengadopsi kerangka kerja lingkungan, sosial, dan tata kelola (LST) semakin meningkat untuk semua produk pertambangan, terutama komoditas-komoditas yang sangat penting untuk transisi energi negara, seperti baterai dan komponen kendaraan listrik (electric vehicle atau EV).
"Dibandingkan dengan batu bara, LNG dapat membantu menurunkan emisi [dari] pemrosesan," kata Putra kepada The Jakarta Post pada hari Kamis (5 Oktober). "LNG biasanya dipertimbangkan oleh negara-negara yang bertujuan [untuk mengamankan] pasokan energi yang stabil untuk keperluan industri," tambahnya.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memperkirakan bahwa dalam lima tahun ke depan, Indonesia perlu menghasilkan total produksi listrik sebesar 4,8 gigawatt (GW) untuk menyuplai energi bagi 52 smelter, 29 di antaranya adalah smelter nikel. Bagian terbesar dari permintaan LNG, yang diproyeksikan sebesar 2,9 GW, diprediksi berasal dari smelter di Sulawesi dan Maluku.
Raksasa pertambangan Vale Base Metals (VBM) dan Amman Mineral adalah beberapa perusahaan yang mengambil langkah untuk memenuhi permintaan pasar akan mineral yang diproses dengan cara yang lebih berkelanjutan. Permintaan itulah yang mendorong produsen untuk memenuhi komitmen LST mereka.
VBM berencana untuk beralih ke gas alam untuk menyuplai energi bagi smelter feronikel anak perusahannya, Bahodopi di Morowali, Sulawesi Tengah. Pada 2030, VBM juga berencana mengubah energi bagi sebagian besar aset lainnya di Indonesia.
Pada 8 September, CEO VBM Deshnee Naidoo menyatakan bahwa "[LNG] tidak sebagus energi bersih, tetapi ini adalah pengurangan emisi karbon sebesar 40 persen."
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.