emerintah bergegas mengatasi masalah polusi udara tahunan di Jabodetabek, setelah publik memprotes buruknya kualitas udara dalam beberapa minggu terakhir.
Sejak Mei, Jakarta secara konsisten berada di barisan 10 kota dengan udara paling tercemar di dunia. Tapi minggu lalu, ibu kota Indonesia menduduki posisi teratas dalam daftar global yang dikeluarkan oleh perusahaan teknologi pengukur indeks kualitas udara Swiss IQAir. Fakta itu memicu perdebatan.
Presiden Joko “Jokowi” Widodo menanggapi kondisi terkini dengan mengadakan rapat terbatas bersama beberapa menteri dan kepala daerah pada Senin kemarin (14 Agustus). Rapat membahas strategi jangka pendek dan jangka panjang guna mengatasi masalah polusi tersebut.
“Pada Minggu, indeks kualitas udara di Jakarta mencapai 156, yang masuk dalam kategori ‘tidak sehat’,” kata Jokowi sebelum pertemuan.
Menurut Presiden, memburuknya kualitas udara di ibukota negara sebagian besar disebabkan oleh musim kemaru berkepanjangan yang memperburuk dampak emisi kendaraan dan industri.
Faktanya, Jakarta juga dikelilingi oleh sekitar 16 pembangkit listrik tenaga batu bara dan tetap menjadi salah satu kota yang paling macet di Asia Tenggara.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan sebagian besar wilayah Indonesia di tahun ini akan menghadapi musim kemarau yang lebih panjang dan lebih parah ketimbang tiga tahun terakhir. Hal itu disebabkan oleh fenomena cuaca El Niño, yang diprediksi akan mencapai puncak pada Agustus atau September.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.