Presiden Joko “Jokowi” Widodo membantah tuduhan bahwa ia telah menggunakan taktik buruk sebagai pemimpin, salah satunya dengan mencoba menggagalkan penyelidikan korupsi tingkat tinggi yang melibatkan sekutu politik utamanya. Momen itu konon dianggap sebagai tanda usainya kekuatan lembaga antikorupsi di Indonesia.
Presiden merasa perlu menegaskan hal itu untuk membela diri dari serangkaian tuduhan yang dilontarkan oleh mantan sekutunya. Semua mengarah pada kecurigaan bahwa Jokowi akan berusaha keras mencapai apa pun yang ia inginkan. Meski menurut konstitusi Jokowi tidak boleh dipilih kembali sebagai presiden, tetapi namanya masih berada di peringkat teratas dalam hal dukungan masyarakat, yang tertinggi di jajaran presiden yang pernah menjabat.
Suara sumbang soal Jokowi menyalahgunakan kekuasaan muncul ketika Indonesia memasuki musim kampanye. Sebagian besar dakwaan dilontarkan oleh tokoh-tokoh yang terkait dengan calon presiden Ganjar Pranowo atau Anies Baswedan. Mereka berdua adalah saingan calon yang menduduki posisi teratas dalam survei: Prabowo Subianto. Jika tahun depan Prabowo menang, para pesaing menganggap bahwa kepentingan Jokowi akan terjamin selama lima tahun ke depan karena sosok sang wakil presiden. Sebagai calon presiden, Prabowo berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden.
Berbicara kepada wartawan pada Senin 4 Desember, Jokowi membantah telah menginstruksikan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghentikan penyelidikan yang dilakukan pada 2017 terhadap Ketua DPR saat itu, Setya Novanto.
Setya, di masa itu, adalah ketua Partai Golkar, sekutu penting pemerintahan Jokowi. Dia kemudian divonis bersalah dalam salah satu kasus korupsi paling terkenal dalam beberapa tahun terakhir di negara ini.
Jokowi merujuk pada pernyataannya sendiri pada bulan November tahun itu. Waktu itu, ia katakan bahwa proses hukum harus dilanjutkan, dan bahwa kasus tersebut pada akhirnya ditutup dengan hukuman penjara selama 15 tahun bagi mantan ketua DPR tersebut.
“Apa gunanya menonjolkan semua berita ini? Apa kepentingannya dan untuk tujuan apa?” tanya Jokowi pada para wartawan, di Jakarta. Ia juga mengaku tidak ada catatan resmi dirinya memanggil Ketua KPK saat itu, Agus Rahardjo, untuk menghentikan penyidikan terhadap Setya.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.