Beberapa pasal baru dalam revisi UU BUMN menyebutkan bahwa direksi, komisaris, dan anggota dewan pengawas di perusahaan milik negara tidak dianggap sebagai pejabat negara, sehingga berpotensi membatasi kewenangan penyidikan lembaga antikorupsi atas mereka.
evisi UU Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dilakukan baru-baru ini menjadi sorotan. Alasannya, dalam beberapa pasal ditemukan hal-hal yang berpotensi membatasi kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan penyidikan tindak pidana korupsi terhadap perusahaan-perusahaan milik pemerintah dan manajemennya.
Revisi UU tersebut, yang tidak masuk dalam daftar RUU prioritas DPR tahun ini, telah dikritik usai disahkan pada Februari lalu. Kritik mengemuka setelah pembahasan dilakukan oleh anggota DPR secara tergesa-gesa.
Baru-baru ini, para pengamat menyoroti bahwa UU BUMN yang baru tersebut menimbulkan kekhawatiran bahwa KPK, lembaga antikorupsi terkemuka di Indonesia, mungkin tidak dapat melakukan penyidikan terhadap BUMN atau direksi dan komisarisnya.
Pasal 3X dan 9G dalam UU baru tersebut mengatur bahwa pegawai, direktur, komisaris, dan anggota dewan pengawas BUMN tidak dianggap sebagai pejabat negara.
Sementara itu, Pasal 4B menyatakan bahwa kerugian keuangan yang dialami BUMN dianggap sebagai kerugian korporasi, bukan kerugian negara. Bagian penjelasan UU tersebut menegaskan bahwa kerugian tersebut dianggap sebagai kerugian perusahaan meskipun modalnya bersumber dari uang negara.
Menurut UU KPK tahun 2019, kewenangan lembaga antirasuah tersebut antara lain adalah mengadili “aparat penegak hukum, pejabat negara, dan setiap orang yang terkait dengannya” atau mengusut perkara yang “mengakibatkan kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar [60.545 dolar Amerika]”.
UU BUMN yang baru juga menjadi dasar hukum pembentukan Danantara, yang diluncurkan Presiden Prabowo Subianto pada 24 Februari. Peluncuran tetap dilaksanakan meski ada kekhawatiran dari aktivis antikorupsi mengenai kurangnya badan pengawas untuk lembaga pengelola dana kekayaan negara tersebut, serta melemahnya pengawasan korupsi oleh lembaga lain, termasuk oleh KPK dan Badan Pengawas Keuangan (BPK).
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.