rganisasi Kesehatan Dunia WHO telah menyatakan bahwa pandemi COVID-19 bukan lagi kondisi darurat kesehatan global. Namun, saat ini terlalu dini untuk merayakan kondisi tersebut. Sesungguhnya pemerintah dan masyarakat justru harus tetap waspada.
Kehebohan tiga tahun terakhir dan kehancuran yang ditimbulkan COVID-19 mungkin sekarang tampak seperti peristiwa yang terjadi di masa lalu. Atau tepatnya, kita yang ingin segera menjauh dari episode kelam yang menghiasi linimasa kita itu. Nyatanya justru kita harus berhati-hati karena babak baru tampak sudah di depan mata.
Ketika Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengumumkan kondisi aman yang ditunggu-tunggu itu pada 5 Mei lalu, lonjakan kasus baru yang disebabkan oleh Arcturus di beberapa negara, termasuk Indonesia, masih terus terjadi.
Pada 3 Mei, Indonesia melaporkan 2.647 infeksi baru, jumlah kasus harian tertinggi dalam lima bulan terakhir. Dan sepekan terakhir, jumlah kasus meningkat lebih dari 1.500 per hari dengan total 18.542 kasus aktif yang tercatat selama akhir pekan.
Hingga saat ini, virus tersebut telah menginfeksi lebih dari 765 juta orang dan menyebabkan setidaknya 6,9 juta kematian secara global, meskipun menurut WHO jumlah kematian sebenarnya mendekati 20 juta.
Varian yang terbaru muncul telah menunjukkan peningkatan kecepatan penularan dan berpotensi menyerang kondisi imunitas tertentu. Peningkatan tersebut menegaskan perlunya kewaspadaan terus-menerus, termasuk tetap melaksanakan langkah-langkah pencegahan dan penyesuaian secepatnya yang lebih efektif mengatasi perubahan lanskap pandemi.
Indonesia, seperti banyak negara lain, menghadapi tantangan istimewa selama pandemi. Penyebaran geografis yang luas dan sumber daya kesehatan yang terbatas secara signifikan menghambat penanggulangan. Untuk memerangi virus, negara menerapkan berbagai langkah seperti pembatasan jarak sosial, pengujian massal, dan vaksinasi.
Bahkan hingga saat akhir pandemi sudah terlihat, pemerintah masih terus-menerus mengupayakan perlindungan bagi masyarakat.
"Salah satu tragedi terbesar COVID-19 adalah bahwa seharusnya tidak menjadi seperti ini," kata Tedros, mengecam bahwa "terdapat kurang koordinasi, ada kesenjangan, dan kurang solidaritas” yang artinya “terjadi kehilangan nyawa, padahal seharusnya tidak."
Memastikan pemerataan akses terhadap vaksin tetap menjadi prioritas penting di Indonesia. Beberapa langkah signifikan telah dibuat dalam distribusi vaksin, meskipun masih sulit menjangkau daerah terpencil dan populasi yang rentan.
Sangat diperlukan upaya meningkatkan distribusi dan sosialisasi vaksin, meningkatkan infrastruktur perawatan kesehatan serta meyakinkan masyarakat terhadap efektivitas vaksin, untuk menahan laju virus dan melindungi semua warga negara.
Seperti yang terjadi pada banyak aspek, pandemi mengungkap kerentanan dalam sistem perawatan kesehatan negara kita. Kebutuhan yang terpenting adalah untuk memperkuat infrastruktur layanan kesehatan, meningkatkan kapasitas, dan memprioritaskan kesejahteraan petugas layanan kesehatan.
Investasi pada fasilitas, pelatihan petugas, serta peralatan kesehatan akan meningkatkan kemampuan negara untuk secara efektif merespons tantangan serta memitigasi dampak COVID-19 dan wabah potensial lainnya di masa depan.
Saat pembatasan kegiatan sosial mereda dan interaksi sosial berlanjut, sangat penting untuk tetap menjalankan protokol kesehatan. Paling tidak, mengenakan masker di tempat berisiko tinggi dan menjaga kebersihan tangan harus tetap jadi kebiasaan, terutama di tempat ramai.
Kampanye dan pendidikan kesadaran publik harus menekankan pentingnya tanggung jawab pribadi dalam menahan penyebaran segala virus, bukan hanya virus corona.
Menjalani era pasca pandemi, pemerintah dan masyarakat Indonesia harus diingatkan tentang perlunya kewaspadaan berkelanjutan, meskipun pesan ini sudah diulang-ulang terus.
Era sebelum COVID akan sekadar menjadi kenangan indah bagi kita. Masa "normal" itu adalah masa lalu kita. Dan kita tidak akan mundur, akan selalu maju.
Di antara semua kegelapan akibat pandemi, sisi baiknya adalah menunjukkan kepada kita banyak cara untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik. Salah satu contohnya, COVID-19 menyadarkan kita akan manfaat komunikasi jarak jauh dan kemampuan kerja jarak jauh; hal-hal yang tiga tahun lalu tidak pernah kita bayangkan.
WHO dan negara-negara anggotanya telah memulai diskusi tentang perjanjian internasional atau sejenisnya yang bisa digunakan untuk belajar dari kesalahan yang dibuat selama pandemi COVID-19, agar dunia mampu bereaksi lebih efektif dan proporsional jika terjadi kasus serupa di masa depan.
Masalahnya bukan “jika terjadi kasus serupa”, tetapi “kapan kasus berikut terjadi”. Mari belajar dari makin berkurangnya pandemi dan tetap waspada dalam berjuang meraih masa depan yang lebih sehat.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.