TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Jalur untuk mengakhiri AIDS pada perempuan dan anak sudah terbuka, saatnya bertindak!

Krittayawan Boonto and Irwanto (The Jakarta Post)
Jakarta
Sat, July 15, 2023

Share This Article

Change Size

Jalur untuk mengakhiri AIDS pada perempuan dan anak sudah terbuka, saatnya bertindak! For HIV/AIDS: Several people participate in yoga therapy during the AIDS International Candlelight Festival Indonesia at Atmajaya University in Jakarta on Oct. 23, 2018. The program was organized by the Indonesia Volunteers on Improvement Change and Empowerment to raise awareness about HIV/AIDS among young people. (The Jakarta Post/Wendra Ajistyatama)
Read in English

A

ila, seorang anak perempuan berusia 6 tahun, didiagnosa HIV sejak lahir. Dukungan dan keberanian dari Ibunya membawanya melewati perjalanan panjang menuju sehat. Setiap bulan, mereka menghadapi perjalanan yang melelahkan ke rumah sakit, dan berhadapan dengan tatapan penuh stigma dari masyarakat sekitar.

Namun, Ibunya tidak pernah putus asa. Saat ini Aila telah memiliki dua orang adik yang keduanya didiagnosa HIV negatif, karena Ibunya telah menjalani program PPIA (Pencegahan Penularan Ibu ke Anak) dari pemerintah. Ibu Aila juga aktif berperan dalam mengadvokasi kesadaran dan perlindungan bagi anak-anak dengan HIV dengan terlibat di komunitas Lentera Anak Pelangi.

Kisah Aila mencerminkan contoh yang jelas bagaimana penanganan ketimpangan dengan memberikan akses perawatan yang tepat guna untuk anak dapat menyelamatkan nyawa yang berharga dan mencegah terjadinya AIDS.

Hal ini juga ditegaskan dalam laporan terbaru UNAIDS Global yang berjudul The Path That End AIDS yang baru diterbitkan. Laporan ini menunjukkan bahwa terdapat jalur yang dapat diikuti untuk mengakhiri AIDS. Dengan mengambil langkah-langkah yang mengarah pada pengakhiran AIDS, kita juga akan mempersiapkan diri menghadapi tantangan pandemi di masa depan dan memajukan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Data dan contoh nyata dalam laporan ini sangat jelas menunjukkan jalur tersebut. Ini bukanlah sebuah misteri, melainkan pilihan politik dan finansial. Program penanggulangan HIV berhasil saat didasarkan pada kepemimpinan politik yang kuat dengan mengikuti bukti yang sudah teruji, mengatasi ketimpangan yang menghambat kemajuan,  memastikan pendanaan yang cukup dan program yang berkelanjutan, serta pelibatan peran komunitas dan organisasi masyarakat sipil dalam setiap proses respon program.

Laporan ini menjelaskan bahwa kita dapat mengakhiri AIDS sebagai ancaman kesehatan publik pada tahun 2030 dengan menempatkan komunitas terlebih dahulu. Namun, hal ini tidak akan terjadi secara otomatis. Meskipun akses ke pengobatan HIV telah membantu menyelamatkan 20,8 juta nyawa secara Global, kemajuan yang menyelamatkan nyawa ini masih ditolak padahal masih ada jutaan orang yang sangat membutuhkannya. AIDS merenggut satu nyawa setiap menit pada tahun 2022. Terdapat 1,3 juta infeksi HIV baru, dan 9,2 juta orang masih tidak mendapatkan pengobatan, termasuk 43 persen anak-anak yang hidup dengan HIV.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Dampak pandemi terhadap anak-anak merupakan salah satu pengingat yang paling menyakitkan bahwa AIDS belum berakhir. Meskipun jumlah kematian anak-anak (usia 0-14 tahun) terkait AIDS secara Global telah berkurang sebesar 64 persen antara tahun 2010 hingga 2022, epidemi ini masih merenggut nyawa sekitar 84.000 anak pada tahun 2022. Sangat penting untuk memastikan bahwa anak-anak didiagnosis dan mendapatkan pengobatan yang dibutuhkan, yang mencakup sekitar 660.000 anak.

Di Indonesia, pada 2022 diperkirakan ada sebanyak 18.000 anak yang hidup dengan HIV. Namun, hanya 29 persen diantaranya yang sedang dalam pengobatan ARV, lebih rendah jika dibandingkan dengan cakupan ARV pada orang dewasa yang mencapai 33 persen di tahun yang sama.

Ketimpangan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan memperburuk dan memperpanjang pandemi serta memperkuat dampaknya di kalangan yang paling  rentan termasuk kelompok perempuan dan remaja.

Secara global, setiap minggu sekitar 4.000 remaja perempuan dan perempuan muda usia 15-24 tahun terinfeksi HIV. Ketimpangan gender dan diskriminasi yang mendalam, seringkali dikombinasikan dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, meningkatkan risiko mereka terinfeksi HIV.

Sangat penting karenanya untuk mendorong terciptanya masyarakat yang aman agar perempuan muda dapat melindungi kesehatan dan kesejahteraan mereka. Di Indonesia, perempuan muda usia 15-24 tahun menyumbang 4.800 infeksi HIV baru pada tahun 2022, atau 20 persen dari total infeksi HIV baru.

Di saat beberapa negara tetangga seperti Thailand dan Kamboja sedikit lagi dapat mencapai target 95-95-95, Indonesia masih belum berada di jalur tersebut.

Dari 540.000 estimasi ODHIV di Indonesia, baru 79 persen diantaranya yang mengetahui status HIV mereka dan bahkan hanya 33 persen sedang menjalani pengobatan ARV. Begitu pula dengan cakupan pengobatan ARV pada ibu hamil, Indonesia menjadi negara Asia dengan cakupan pengobatan ARV terendah untuk ibu hamil setelah Filipina, Pakistan, dan Afganistan. Pada tahun 2022, hanya 18 persen ibu hamil yang hidup dengan HIV menerima terapi antiretroviral, untuk mencegah penularan dari ibu ke anak. Persentase ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan cakupan di tingkat regional (57 persen) dan global (82 persen).

Dalam upaya mengakhiri AIDS, kita perlu memastikan bahwa tidak ada kelompok yang tertinggal termasuk kelompok perempuan, anak dan remaja. Diperlukan fokus pada pencegahan dengan peningkatan pengetahuan dan partisipasi ODHIV serta masyarakat terdampak melalui teknologi dan informasi yang bersahabat. Anak dan remaja ODHIV bukan objek kebijakan, tetapi juga partisipan aktif yang berpengaruh pada program dan layanan yang tepat, dengan mengakui suara dan agensi mereka, memastikan keterkaitan antara penawaran dan permintaan.

Salah satu langkah konkret yang telah diambil oleh Indonesia adalah pembentukan Aliansi Nasional untuk Mengakhiri AIDS pada anak. Aliansi ini bertujuan untuk memberikan perlindungan, akses ke layanan kesehatan, dan dukungan yang dibutuhkan oleh anak-anak yang hidup dengan HIV. Melalui kerja sama yang kuat antara pemerintah, masyarakat sipil, dan organisasi internasional, kita dapat meningkatkan upaya perlindungan dan pengobatan untuk anak-anak yang hidup dengn HIV.

Pada 20 Juni 2023, Aliansi ini mengadakan pertemuan konsultatif nasional yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan pelaksana program yang fokus pada kelompok perempuan dan anak dengan HIV di Indonesia. Lebih dari 47 organisasi, termasuk organisasi masyarakat sipil, lembaga profesi, komunitas pendamping Anak dengan HIV, dan Kementerian lintas sektor, berkomitmen untuk menjalankan tiga fungsi utama sebagai aliansi, yaitu: [1] Advokasi kebutuhan remaja perempuan dan anak dengan HIV; [2] Promosi dan penyebarluasan informasi Program Pencegahan Ibu ke Anak (PPIA), Early Infant Diagnosis, treatment literacy, dan pendidikan seksual komprehensif; [3] Pemberdayaan komunitas dalam isu anak dengan HIV.

Perempuan, anak dan remaja meskipun mereka bukan termasuk kelompok populasi kunci, mereka tetap perlu menjadi fokus utama dalam upaya pencegahan HIV. Data dari laporan UNAIDS menunjukkan bahwa akses informasi yang tepat tentang HIV dan pemahaman yang benar mengenai cara penularan dan pencegahan HIV masih menjadi tantangan bagi sebagian besar remaja. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih intensif untuk memberikan pendidikan dan akses ke informasi yang akurat tentang HIV kepada mereka.

Mengakhiri AIDS bukanlah hal yang mudah, tetapi kita dapat membuat kemajuan yang signifikan. Kita hanya perlu memastikan bahwa semua orang memiliki akses yang setara terhadap layanan HIV, termasuk pencegahan dan pengobatan. Selain itu, penguatan pendidikan, pemahaman, dan penggunaan teknologi menjadi kunci dalam memastikan bahwa perempuan dan remaja memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk melindungi diri mereka sendiri dan mencegah penyebaran HIV.

Pesan yang terkandung dalam laporan UNAIDS jelas menyatakan bahwa kita dapat mengakhiri AIDS jika kita bergerak bersama dan mengambil tindakan. Jalannya sudah terbuka, dan saatnya bagi kita untuk berkomitmen dan bertindak. Mari kita bersama-sama mewujudkan visi mengakhiri AIDS dan memberikan masa depan yang lebih baik bagi kelompok perempuan, anak, dan remaja.

Kita tidak boleh berhenti sampai AIDS benar-benar berakhir. Rintangan dalam kemajuan bukanlah sesuatu yang tidak bisa diubah. Kita dapat mengatasinya. Jalan untuk mengakhiri AIDS membutuhkan kerjasama antara negara, pemerintah, dan masyarakat, serta membutuhkan kepemimpinan yang berani. Dalam laporan terbaru UNAIDS, peta jalan yang ditetapkan menunjukkan bahwa kesuksesan adalah suatu hal mungkin, bahkan dalam dekade ini, asalkan kita bergerak bersama dengan urgensi yang tinggi.

Masa depan kita ada di tangan kita, dan bersama kita bisa mengakhiri AIDS sebagai ancaman kesehatan masyarakat.

 ***

Krittayawan Boonto, direktur UNAIDS untuk Indonesia. Irwanto, guru besar Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya dan Ketua Yayasan Lentera Anak Pelangi. Ayu Oktariani, koordinator Nasional Ikatan Perempuan Positif Indonesia, dan Atiqah Hasiholan, duta UNAIDS, berkontribusi untuk tulisan ini.

 

 

 

 

 

 

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.