TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Lara demokrasi ASEAN

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Wed, July 26, 2023

Share This Article

Change Size

Lara demokrasi ASEAN Hun Manet, son of Cambodia's Prime Minister Hun Sen, attends the final Cambodian People's Party (CPP) election campaign for the general election in Phnom Penh, Cambodia, July 21, 2023. (Reuters/Cindy Liu)
Read in English

P

emimpin Kamboja Hun Sen menang dalam pemilihan hari Minggu (23 Juli). Pemilihan tersebut bisa dibilang berlangsung di bawah ancaman dan penindasan, dan bukan sekadar pemungutan suara biasa. Kemudian ada konspirasi antara militer dan royalis di Thailand yang mengesampingkan keinginan rakyat, yang sebetulnya sudah terungkap dari hasil pemilihan Mei lalu. Dua hal tersebut menjadi tanda bahwa masa depan demokrasi ASEAN dalam status gawat.

Yang terjadi di Kamboja dan Thailand bisa dibilang dua gempuran terhadap kedaulatan rakyat. Dan hal itu terjadi saat perhimpunan negara-negara Asia Tenggara belum juga berhasil menghentikan tindakan junta militer Myanmar. Junta terus melanjutkan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia setelah kudeta pada Februari 2021, menggulingkan pemerintahan Aung San Suu-Kyi yang terpilih secara demokratis.

Sekarang, tiga dari 10 negara anggota ASEAN mengalami kemunduran dalam demokrasi mereka. Masih ada negara-negara anggota lain yang mengalami berbagai kondisi dalam spektrum illiberalisme dan otokrasi. Dan para penguasa Myanmar, Thailand, serta Kamboja dengan percaya diri merasa tindakan mereka yang paling benar, kemudian menyebut warga negara yang menggunakan hak kebebasan berbicara sebagai teroris dan pembuat onar.

Mengingat prinsip noninterferensi ASEAN, tidak mungkin ada negara-negara anggota yang akan berbicara terus terang mengenai situasi melemahnya demokrasi di kawasan ini. Namun, sampai kapan kita menutup mata terhadap fenomena meresahkan tersebut?

Pada 2015, ASEAN meluncurkan Visi Komunitas ASEAN 2025. Tujuannya adalah membentuk komunitas negara-negara yang “menikmati hak asasi manusia dan kebebasan fundamental serta berkembang dalam lingkungan yang adil, demokratis, harmonis, dan peka gender sesuai prinsip demokrasi, pemerintahan yang baik, dan supremasi hukum”.

ASEAN akan kehilangan kredibilitas internasionalnya jika gagal memulihkan hak-hak dasar warga negara anggotanya. Tentu tidak mudah bagi Indonesia sebagai ketua ASEAN saat ini untuk menawarkan solusi yang baik atas masalah demokrasi. Tapi tidak bisa dibenarkan juga jika Indonesia diam saja saat prinsip-prinsip perhimpunan berguguran satu per satu di sekitarnya.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Hun Sen dan Partai Rakyat Kamboja (Cambodia People’s Party atau CPP) menangkap dan melecehkan mahasiswa, aktivis demokrasi, juga para lawan politik sebelum pemilu. Partai politik besar lain tidak ada yang diizinkan bersaing dengan partai yang berkuasa di pemilihan umum, dan orang yang tidak menggunakan hak suara, atau tidak memilih CPP, menghadapi ancaman hukuman penjara.

CPP memenangkan 120 dari 125 kursi di Majelis Nasional, sementara Partai Funcinpec yang beranggotakan para royalis menguasai sisanya. Lebih dari 9,7 juta warga Kamboja punya hak pilih.

Dalam sebuah konferensi pers di hari Selasa, anggota parlemen Asia Tenggara mengatakan bahwa pemilihan di Kamboja “tidak boleh dilegitimasi oleh komunitas internasional”, mengingat serangan tanpa henti Hun Sen terhadap pembela hak asasi manusia dan partai oposisi sebelum hari pemungutan suara.

Bertindak bak raja absolut, Hun Sen baru-baru ini mengumumkan bahwa putranya, jenderal Angkatan Darat bintang empat Hun Manet, akan segera menggantikannya. Hun Sen sendiri telah memerintah negara itu selama 38 tahun.

The Straits Times mengutip perdana menteri berusia 70 tahun itu mengatakan kepada stasiun TV China Phoenix TV minggu lalu, bahwa putra sulungnya akan diangkat menjadi perdana menteri “hanya dalam waktu tiga atau empat minggu". Diktator itu menyebutkan bahwa sang putra yang berusia 45 tahun "lebih kompeten" darinya.

Banyak yang khawatir peribahasa "like father, like son” akan terbukti setelah suksesi di Kamboja berlangsung. Ada sedikit harapan bahwa sang jenderal akan menghormati hak asasi manusia atau menjunjung tinggi demokrasi.

Di Thailand, harapan rakyat akan kebebasan pupus pekan lalu ketika Mahkamah Konstitusi menangguhkan hak politik Pita Limjaroenrat, pemimpin Partai Move Forward, yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan Mei lalu. Artinya, pihak Angkatan Darat Thailand dan kaum royalis bakal merebut kekuasaan. Ini sama menyedihkannya dengan kudeta yang diluncurkan oleh Jenderal Prayut Chan-o-cha terhadap pemerintahan Yingluck Shinawatra yang terpilih secara demokratis pada 2014 silam.

Indonesia, yang dijuluki sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, punya kewajiban menyuarakan keprihatinan atas perkembangan yang mengkhawatirkan di kawasan Asia Tenggara. Kritikus akan meminta Indonesia tidak berkhotbah tentang demokrasi, tetapi Presiden Joko “Jokowi” pasti tahu betul cara berbicara pada rekan-rekannya tanpa terkesan sok tahu atau menggurui.

 

 

 

 

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.