TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Indonesia yang dinanti

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Wed, August 16, 2023

Share This Article

Change Size

Indonesia yang dinanti Elementary school pupils wave Red-and-White flags on Jl. Raya Bogor in Cibinong, Bogor regency, West Java, on Aug. 1, 2023. Hundreds of students gathered at the vicinity in a celebration of the nation's 78th Independece Day anniversary, which falls on Aug. 17. (Antara/Yulius Satria Wijaya)
Read in English

K

amis besok, Indonesia merayakan Hari Kemerdekaannya yang ke-78. Tahun ini, bangsa ini kembali mencatat beragam kemajuan dan pencapaian.

Selama beberapa tahun belakangan, para politisi, pembuat kebijakan, juga orang-orang di pemerintahan telah mempertanyakan hal senada. Dan kini, saat bangsa ini makin mendekati usianya yang keseratus, pertanyaan itu makin sering muncul: Di manakah Indonesia pada tahun 2045?

Dalam hal kemajuan ekonomi, akankah Indonesia berhasil melewati dan keluar dari jebakan kelas menengah dan berubah menjadi negara maju seperti Singapura atau China?

Apakah Indonesia bisa menjadi negara adidaya yang kekuatan militer dan politiknya diperhitungkan oleh negara lain di kawasan?

Di masa lalu, para pemimpin berjibaku menghadapi pertanyaan-pertanyaan dan beberapa berupaya punya rencana langkah-langkah untuk mewujudkan impian tersebut.

Soeharto, sang pemimpin otoriter, mengadopsi strategi pembangunan yang ada dalam ide tahapan kemajuan milik ekonom Walt Rostow. Dengan tahapan itu, Indonesia akan "lepas landas" di tahun kelima dari deretan rencana, yang lalu dikenal sebagai rencana pembangunan lima tahun (Repelita).

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Tentu saja dalam kasus Soeharto kita tahu bahwa pembangunan ekonomi harus dikerjakan lebih dulu, bahwa stabilitas dan kesinambungan adalah kunci untuk mencapai kemajuan material. Akhirnya, isu-isu seperti demokrasi, kebebasan, dan hak asasi manusia dikesampingkan.

Kita tahu bahwa di bawah Soeharto, kebebasan adalah barang langka di masyarakat.

Setelah 25 tahun menjadi negara demokrasi, terjadi pergantian otoritas politik secara teratur, yang kemudian memaksa para pembuat kebijakan menyusun rencana-rencan jangka pendek. Saat inilah kita mulai mendengar politisi, penggerak kekuasaan, dan pelaku bisnis berbicara tentang impian besar mereka untuk Indonesia.

Tonggak yang mereka jadikan patokan sebagai ujung perjalanan tentu saja 100 tahun Indonesia, tahun 2045.

Diskusi mereka berkisar pada kemajuan negara terkait hasil sensus yang menunjukkan lebih banyak jumlah kaum muda, sebuah bonus demografi yang akan mendorong pertumbuhan yang sangat dibutuhkan untuk mencapai status negara maju.

Pertanyaan lain mendiskusikan kebijakan industri. Apa yang dibutuhkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi? Akankah hilirisasi menjadi kunci industrialisasi atau haruskah kendaraan listrik menjadi titik fokus kebijakan itu?

Sementara perdebatan tentang kebijakan industri sedang berlangsung, pertanyaan mengenai pembangunan infrastruktur kurang lebih telah terselesaikan. Bagaimana pun, negara membutuhkan banyak jalan, jembatan, bandara, dan pelabuhan untuk mendukung perluasan kegiatan ekonomi.

Banyak tokoh politik yang tampaknya juga telah sepakat soal stabilitas dan kesinambungan politik.

Membawa Indonesia ke angka 100 tahun pada tahun 2045 akan menjadi pekerjaan besar dan membutuhkan stabilitas politik. Sedangkan stabilitas politik adalah komoditas yang sangat berharga di negara dengan sistem multipartai.

Hari-hari ini, para politisi mulai berbicara tentang gagasan yang sama, bahwa apa pun hasil pemilihan yang akan datang, atau siapa pun yang terpilih sebagai presiden berikutnya, pemenang pemilu harus melanjutkan proyek dan program yang diprakarsai oleh pemerintahan yang digantikan.

Kemudian ada pilihan untuk tidak mengadakan pemilu sama sekali, agar pemerintahan petahana dapat menuntaskan rencana pembangunan yang sudah disusun, mengabaikan lama masa jabatan yang dibatasi konstitusi. Mungkin banyak yang sudah lupa, tapi wacana penundaan pemilu 2024 sempat ramai di tahun lalu.

Lagi pula, untuk apa bersusah payah mengadakan pemilu? Toh otoritas politik di Jakarta bisa melantik puluhan gubernur sementara, walikota sementara, serta bupati sementara, untuk mengisi periode peralihan antara 2022 dan 2024, dan menjalankan kebijakan dari pemerintah pusat.

Tujuan baik seharusnya dicapai dengan cara yang baik.

Tidak ada seorang pun di negara ini yang dapat menentang gagasan tentang Indonesia yang menjadi kekuatan ekonomi utama dalam 20 tahun ke depan. Bagaimanapun juga ini adalah amanat yang tercantum dalam UUD 1945. Setidak-tidaknya ada bagian di dalam undang-undang yang mewajibkan pemerintah untuk menyejahterakan rakyat.

Meski demikian, gagasan tentang masyarakat yang menikmati kebebasan politik seharusnya sejalan dengan ide kebebasan mengumpulkan kekayaan materi.

Fakta yang jelas, dalam 25 tahun terakhir, meski menjalankan demokrasi sekadarnya dan terkadang kacau, Indonesia berhasil menciptakan pertumbuhan yang belum pernah terlihat sebelumnya. Pertumbuhan itu telah membebaskan jutaan orang dari kemiskinan.

Tentunya, prestasi itu patut dirayakan pada 17 Agustus ini.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.