epekan terakhir, dunia menyambut Spanyol sebagai juara sepak bola putri terbaru setelah tim Spanyol mengalahkan Inggris 1-0 di final Piala Dunia FIFA. Tim asal Iberia ini berhasil meraih gelar juara untuk perempuan, setelah selama 13 tahun menjuarai kompetisi untuk putra, yang tentu saja lebih populer.
Piala Dunia Wanita FIFA tidak kalah menghibur, sekaligus tetap menegangkan ditonton, jika dibandingkan dengan kejuaraan dunia yang lebih tua, yaitu Piala Dunia Pria. Kejuaraan tahun ini, yang diselenggarakan secara bersamaan di Australia dan Selandia Baru, cukup dihiasi drama yang dapat dengan mudah menyaingi turnamen putra. Cerita dimulai dari tersingkirnya juara bertahan. tim Amerika Serikat, lebih awal, hingga banyaknya jumlah penonton yang hadir.
Ada kekhawatiran bahwa Piala Dunia Wanita kali ini, yang terbesar yang pernah ada dengan penampilan 32 tim, lebih banyak ketimbang empat tahun lalu yang hanya 24 tim, tidak akan menarik bagi penonton di Australia dan Selandia Baru. Namun, kenyataannya, penonton yang hadir melebihi ekspektasi, dan turnamen ini dianggap sukses besar.
Bahkan sebelum babak perempat final berakhir, hampir 1,4 juta orang telah masuk arena, menjadikannya Piala Dunia Wanita yang paling banyak dihadiri penonton dalam sejarah.
Ketika Selandia Baru sebagai tuan rumah untuk pertama kali menang di Piala Dunia dengan mengalahkan Norwegia sang mantan juara, jumlah penonton langsung memecahkan rekor nasional, yaitu lebih dari 42.000 orang. Mereka memadati Eden Park di Auckland. Di wilayah Australia, pertandingan menarik banyak sekali penonton karena masyarakat yang jatuh cinta pada timnya, tim Matilda. Tim ini menjadi berita, diulas di mana-mana.
Perjalanan terbaik Australia dalam sejarah Piala Dunia berakhir di semifinal dengan kekalahan 3-1 dari Inggris, disaksikan lebih dari 75.000 penonton di Sydney. Turnamen itu sendiri memecahkan semua rekor tontonan televisi di Australia. Tercatat sekitar 11,5 juta orang telah menontonnya, dari total populasi 25 juta jiwa.
Meskipun standar di lapangan telah naik dan jumlah peminatnya sudah sampai di titik tertinggi sepanjang masa, masih terdapat kesenjangan finansial yang besar antara sepak bola laki-laki dan perempuan. Tahun ini, hadiah uang untuk kompetisi putri mencapai rekor sebesar $110 juta dolar Amerika, namun itu hanya seperempat dari yang diperoleh juara turnamen putra tahun lalu di Qatar.
FIFA selalu menggaungkan komitmennya pada kesetaraan. Namun, bos FIFA Gianni Infantino sendiri akhirnya dikecam ketika Jumat lalu berseloroh mengatakan bahwa perempuan harus "memilih pertarungan yang tepat" agar dapat "meyakinkan kami, para pria, harus melakukan apa ".
Sayang sekali bahwa kesenjangan hadiah bukan satu-satunya masalah terkait gender yang harus diselesaikan.
Setelah kemenangan Spanyol pada hari Minggu, pemimpin sepak bola Spanyol Luis Rubiales tanpa permisi mencium bibir gelandang Jennifer Hermoso. Rubiales dilaporkan akan melepas jabatannya untuk merespon kecaman global. Sementara itu, FIFA telah mengambil tindakan terhadapnya, atas dugaan pelanggaran disiplin.
Ketika sepak bola perempuan tingkat dunia terus mengalami kemajuan, Indonesia nampaknya ketinggalan. Padahal, banyak talenta di negara ini. Tetap saja, Indonesia tertinggal jika dibandingkan dengan negara tetangganya di Asia Tenggara seperti Filipina, Vietnam, dan Thailand. Semua tim negara tersebut sudah pernah berlaga di Piala Dunia Wanita. Filipina dan Vietnam juga lolos ke turnamen tahun ini.
Vietnam dan Thailand memang pemain dominan di kawasan. Vietnam memenangkan enam medali emas, sementara Thailand menang lima emas, sejak sepak bola putri dipertandingkan di SEA Games pada 1985. Tim Indonesia belum pernah menang satu medali pun untuk cabang tersebut, bahkan tidak ambil bagian saat SEA Games terbaru di Phnom Penh, April lalu.
Sederhananya, Indonesia belum serius mengembangkan sepak bola perempuan. Pada 1980-an, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menyetujui penyelenggaraan kompetisi undangan untuk tim terbaik putri, bernama Galanita. Sayang, kompetisi itu tidak berlangsung lama. Kemudian, pada 2019, PSSI menyelenggarakan liga tertinggi untuk sepak bola perempuan, yaitu Liga 1 Putri. Namun, turnamen terhenti karena pandemi COVID-19 dan belum dilanjutkan lagi. Masa depan sepak bola perempuan di Indonesia masih belum jelas.
Kesuksesan Piala Dunia di Selandia Baru dan Australia menjadi bukti bahwa kita patut mendorong PSSI, di bawah pimpinan Erick Thohir, untuk segera mengembangkan olahraga ini lebih lanjut. Meneruskan liga wanita akan menjadi awal yang baik dalam perjalanan panjang kita untuk menjadi kekuatan yang patut diperhitungkan dalam cabang olahraga ini.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.