TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Rehabilitasi, tempat bagi pengguna narkoba

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Wed, September 27, 2023

Share This Article

Change Size

Rehabilitasi, tempat bagi pengguna narkoba Most students at this boarding school are former drug addicts from broken homes. JP/Aman Rochman (JP/Aman Rochman)
Read in English

T

im percepatan reformasi hukum di Indonesia mengajukan proposal untuk menerapkan grasi massal bagi terpidana pengguna narkoba dan juga usulan merevisi UU Narkotika. Usulan yang termasuk dalam reformasi peradilan itu telah diajukan oleh tim independen tersebut kepada Presiden Joko “Jokowi” Widodo.

Salah satu alasan di balik rekomendasi ini adalah upaya pengurangan kepadatan kronis yang terjadi di banyak penjara di seluruh Indonesia. Masalah lain yang juga krusial adalah kekurangan dana dan kekurangan staf lembaga permasyarakat.

Data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menunjukkan bahwa ratusan lembaga pemasyarakatan di seluruh negeri menampung lebih dari 228.000 narapidana. Angka itu artinya hampir dua kali lipat dari kapasitas maksimum yang sekitar 129.000 orang. Tim percepatan reformasi hukum mengatakan bahwa sebagian besar narapidana berada di balik jeruji besi karena kejahatan terkait narkoba.

Masalah kepadatan penjara muncul hampir setiap tahun. Banyak aktivis dan pakar mengaitkan kepadatan penjara ini dengan sikap pengadilan, jaksa, dan aparat penegak hukum yang menjatuhkan hukuman pada pengguna narkoba.

Tim percepatan reformasi hukum menyarankan pemberian grasi massal sebagai solusi sementara. Selain itu, mereka merekomendasikan pemerintah merevisi Undang-Undang Narkotika tahun 2009. UU tersebut mengirim pengguna narkoba ke penjara, padahal akan lebih tepat bagi mereka untuk menjalani rehabilitasi agar sembuh dari kecanduan.

Tim menegaskan bahwa narapidana yang menjalani hukuman penjara karena penyalahgunaan narkoba bukanlah pelanggar kambuhan. Mereka juga jarang melanggar aturan penjara, karena itu berhak mendapatkan grasi. Tim juga mengatakan bahwa pemerintah harus memperlakukan pecandu narkoba sebagai pasien yang butuh pertolongan, bukan sebagai penjahat. Ada pedoman yang lebih jelas tentang cara mengirim pecandu narkoba ke pusat rehabilitasi.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Di sisi lain, undang-undang narkotika merupakan salah satu undang-undang yang paling keras di dunia. UU tersebut memperbolehkan hakim memutuskan pengguna narkoba dan korban penyalahgunaan narkoba untuk menjalani program rehabilitasi, dan tidak langsung mengganjar dengan hukuman penjara. Namun, opsi tersebut sering kali diabaikan. Lebih jauh, polisi dan jaksa cenderung mengkategorikan pecandu sebagai pengedar narkoba, kemudian mendakwa mereka atas tuduhan kepemilikan narkoba. Kepemilikan dan pengedaran narkoba adalah pelanggaran yang dapat dijatuhi hukuman penjara berat. Karenanya, pelanggarnya tak berhak mendapat rehabilitasi.

Hal ini terus terjadi bahkan setelah tujuh lembaga negara – Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Polri, Badan Narkotika Nasional, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia – menandatangani perjanjian yang memutuskan bahwa pecandu narkoba dan korban penyalahgunaan narkotika harus direhabilitasi. Perjanjian ditandatangani pada 2014, beberapa tahun setelah undang-undang tersebut berlaku.

Para aktivis dengan cepat menyambut usulan dari tim reformasi hukum tersebut, dengan mengatakan bahwa pemerintah harus mengalihkan fokus ke upaya dekriminalisasi pengguna narkoba dan memperlakukan kecanduan sebagai masalah medis dan bukan kejahatan. Grasi massal tidak akan berfungsi tanpa ada perubahan sikap dari lembaga peradilan, jaksa, dan aparat penegak hukum terhadap pengguna narkoba.

Penggunaan narkoba tetap menjadi masalah yang serius dan tidak berubah meskipun Indonesia telah mengambil tindakan yang kejam berdasarkan UU Narkotika, seperti hukuman mati bagi pengedar narkoba. Dalam tiga tahun pertama masa kepresidenan Jokowi, 18 narapidana narkoba dieksekusi sebagai bagian dari pemberantasan narkoba. Eksekusi dihentikan pada 2017 akibat tekanan dari dalam dan luar negeri.

Memasukkan pengguna narkoba ke penjara tidak menyelesaikan masalah. Sebaliknya, hal ini malah menciptakan populasi besar narapidana yang sudah kecanduan. Artinya, penjara tidak membantu mereka mengatasi kecanduan atau menghentikan mereka menjadi pasar bagi pengedar narkoba.

Orang yang menggunakan narkoba untuk kepentingan pribadi perlu pertolongan, bukan lalu ditahan. Beberapa ahli berpendapat bahwa dekriminalisasi pecandu narkoba dapat mengurangi stigma dan diskriminasi yang selama ini menghambat para korban mengakses layanan kesehatan.

Usulan grasi massal dan revisi UU Narkotika harus didukung, dengan catatan bahwa pemerintah tidak boleh sekadar mengalihkan masalah kepadatan populasi dari lembaga pemasyarakatan ke fasilitas rehabilitasi.

Pemerintah harus meningkatkan fasilitas rehabilitasi dan menetapkan standar program rehabilitasi. Alasannya, banyak program rehabilitasi yang disponsori negara yang ternyata tidak efektif karena fasilitas yang tidak memadai dan kurangnya sumber daya manusia.

Kini, keputusan ada di tangan pemerintah. Makin cepat rekomendasi tersebut diimplementasikan, tentu akan makin baik. Paling tidak, salah satu permasalahan akut dalam pemberantasan narkoba dapat ditangani.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.