TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Kebijakan upah di tahun pemilu

Editorial Board (The Jakarta Post)
Jakarta
Mon, October 16, 2023

Share This Article

Change Size

Kebijakan upah di tahun pemilu Another May Day: A group of workers mark Labor Day with a peaceful demonstration on May 1, 2021 in Jakarta. They demanded the revocation of the Job Creation Law and the implementation of a minimum wage based on industrial sectors. (Antara/Akbar Nugroho Gumay)
Read in English

S

erikat pekerja telah menuntut kenaikan upah minimum sebesar 15 persen untuk tahun depan. Tuntutan tersebut didasarkan pada kuatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia dan adanya kenaikan gaji pegawai negeri sipil serta kenaikan pensiun yang diumumkan baru-baru ini.

Setuju bahwa pertumbuhan ekonomi yang kuat dan adanya kenaikan gaji pegawai negeri serta kenaikan pensiun bisa jadi alasan tepat bagi kenaikan gaji yang signifikan pada 2024. Perekonomian tumbuh sebesar 5,17 persen pada kuartal kedua tahun ini, dan diperkirakan akan terus tumbuh sebesar 5 persen atau lebih hingga akhir tahun.

Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah mengumumkan bahwa gaji pegawai negeri sipil dan pensiunan akan meningkat tahun depan, masing-masing sebesar 8 persen dan 12 persen.

Namun kita harus mempertimbangkan fakta bahwa Indonesia akan menyelenggarakan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden pada 14 Februari tahun depan. Setelah itu, masih ada pemilihan kepala daerah serentak, untuk yang pertama kalinya, pada 27 November.

Perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada telah mengamanatkan agar seluruh pemiliha kepala daerah dilaksanakan secara serentak pada bulan November 2024. Artinya, beberapa kepala daerah yang dipilih setelah tahun 2019 tidak akan menjabat selama lima tahun penuh.

Kompleksitas penyelenggaraan pemilu yang berulang kali akan menimbulkan risiko terhadap stabilitas sosial dan politik negara. Pada gilirannya, kondisi tersebut dapat membahayakan kinerja perekonomian. Risiko-risiko ini harus dipertimbangkan oleh Dewan Pengupahan Nasional dan pemerintah, untuk menentukan upah minimum yang sesuai, tahun depan.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Pemberian kenaikan upah sebesar 15 persen, dua kali lipat kenaikan rata-rata nasional tahun lalu sebesar 7,5 persen, akan membuat para pekerja tenang selama tahun pemilu, sekaligus melindungi daya beli mereka. Namun, hal ini dapat membebani perekonomian dan menyebabkan perlambatan, di tengah penundaan kebijakan pemerintah yang kemungkinan besar akan terjadi karena pemilu. Sesungguhnya, adanya ketidakpastian semacam itu bisa jadi alasan tepat bagi masukan konservatif atas penghitungan upah yang sedang berlangsung.

Tidaklah adil bila kenaikan gaji pegawai negeri dijadikan alasan untuk menuntut kenaikan upah minimum. Apalagi, pemerintah memutuskan menaikkan gaji pegawai negeri, personel militer, dan pensiunan setelah melalui moratorium selama empat tahun. Sedangkan upah minimum sektor swasta selalu mengalami kenaikan setiap tahun.

Tahun lalu, Kementerian Ketenagakerjaan mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 18/2022 untuk menetapkan formula upah minimum yang mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Formula dikeluarkan di tengah kekosongan regulasi akibat adanya gugatan hukum terhadap UU Cipta Kerja. Meski tuntutan kenaikan upah yang lebih tinggi dari perkiraan awal memancing amarah asosiasi pengusaha, permintaan tetap berlaku sepanjang tahun.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah mengatakan bahwa formula baru ini bertujuan untuk meningkatkan daya beli pekerja, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi pada 2023. Spekulasi pun tersebar luas, namun Presiden Joko “Jokowi” Widodo sendiri menginginkan upah minimum yang lebih tinggi pada 2023, untuk menyenangkan sejumlah serikat buruh yang mendukungnya.

Karena Mahkamah Konstitusi telah memutuskan untuk menegakkan UU Ketenagakerjaan, sebaiknya kita kembali ke formula upah yang diatur dalam undang-undang tersebut.

Rumusan pengupahan yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 menggunakan produk domestik bruto (PDB), inflasi, daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan angka rata-rata upah sebagai indikator utama. Berpegang teguh pada peraturan yang ada akan membantu menjaga stabilitas dan memitigasi risiko politik yang mungkin timbul karena pemilu.

Kami juga mengecam tuntutan sejumlah pengusaha untuk membuat formula upah baru guna mengatasi kesenjangan upah antar wilayah. Memang benar bahwa formula yang ada saat ini mungkin menimbulkan kesenjangan upah antarprovinsi, kabupaten, dan kota. Namun, kesenjangan juga bisa saja mencerminkan kondisi perekonomian dan tingkat inflasi yang berbeda-beda di daerah, bukan semata karena formula pengupahan.

Sebaiknya hindari perselisihan selama negosiasi upah minimum. Karena akan mempermudah proses kementerian dan dewan pengupahan dalam memutuskan rata-rata upah minimum nasional tahun 2024 pada bulan November sesuai jadwal.

Pengumuman upah minimun nasional akan mendorong pemerintah provinsi untuk segera memulai konsultasi lokal, guna menetapkan upah minimum baru bagi kabupaten dan kota. Pada akhirnya, pengupahan yang baik akan memberikan sinyal stabilitas yang kuat di seluruh negeri.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.