engepungan Israel di Jalur Gaza harus segera dihentikan. Israel memang melakukannya sebagai respons atas serangan kelompok militan Hamas pada 7 Oktober. Namun, balasan tersebut sangat tidak proporsional. Dan sudah jadi kewajiban komunitas internasional untuk memaksakan gencatan senjata, hal yang secara terang-terangan ditolak oleh negara-negara Barat.
Fakta-faktanya tidak dapat disangkal. Membiarkan misi pengeboman Israel terus berlanjut sama saja dengan melakukan genosida dengan kerugian nyata yang harus ditanggung umat manusia. Kita harus menghentikan dehumanisasi dan upaya penghapusan hidup warga Palestina. Tak ada seorang pun yang dapat membenarkan alasan pembunuhan dengan membuhuh lebih banyak orang. Yang jauh lebih mendesak, siklus kekerasan harus dihentikan. Dengan begitu, dapat terjadi diskusi damai berdasarkan hukum internasional dan hak asasi manusia. Lalu, bantuan penting dapat disalurkan.
Serangan terbaru Israel, di kamp pengungsi Jabalia, telah menewaskan sedikitnya 50 orang. Sulit dipercaya bahwa serangan dimaksud untuk menyasar pejabat tinggi Hamas. Kita harus menyaring semua informasi dari pasukan pendudukan secara kritis. Jelas, mereka lebih unggul; mereka adalah Goliat.
Lebih penting lagi, serangan-serangan tersebut membunuh anak-anak yang tidak berdaya dan tidak bersalah. Dalam kurun waktu tiga minggu, lebih dari 3.000 anak menjadi korban tewas, menurut data terbaru. Kematian satu anak saja sudah terlalu banyak, tidak peduli pihak mana yang berduka atas kehilangan tersebut. Waktu juga terus berjalan hingga pembangkit listrik yang menggerakkan infrastruktur penting seperti rumah sakit mulai kehabisan energi. Bahan bakar menjadi sumber daya yang terus diblokir oleh patroli perbatasan Israel.
Ketika Amerika Serikat dan sekutunya mempertahankan dukungan tanpa syarat mereka terhadap serangan Israel pada lokasi yang dianggap penjara terbuka terbesar di dunia, seluruh dunia berkontribusi pada hilangnya lebih dari 8.000 nyawa tak berdosa di Gaza. Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak mampu memimpin respons internasional, sehingga mengakibatkan hilangnya kepercayaan terhadap sistem PBB dan norma-norma yang sebelumnya dianut oleh negara-negara anggota.
Itulah alasan mengapa saat ini kita mendengar tentang Gaza di hampir semua saluran informasi yang kita ketahui. Setidaknya saat ini, kita tahu bahwa jauh lebih banyak orang yang mendukung dan mengakui perjuangan Palestina dibandingkan yang tidak. Tidak ada yang mengabaikan kita.
Craig Mokhiber, Direktur Hak Asasi Manusia PBB di Kantor New York, mengajukan pengunduran diri kepada Komisaris Tinggi Volker Turk. Ia berkomentar tentang kegagalan tatanan dunia multilateral saat ini dan status quo. “Pembantaian besar-besaran terhadap rakyat Palestina saat ini, yang berakar pada ideologi pemukim kolonial etno-nasionalis. Hal tersebut merupakan kelanjutan dari penganiayaan dan pembersihan sistematis yang mereka lakukan selama berpuluh-puluh tahun. Sikap tersebut sepenuhnya didasarkan pada status mereka sebagai orang Arab. Ditambah pernyataan niat terang-terangan dari para pemimpin di negara-negara tersebut, yaitu pemerintah dan militer Israel, semua sudah jelas, tak ada keraguan, tak perlu perdebatan,” kata Mokhiber dalam surat pengunduran dirinya. Surat itu merupakan komunikasi terakhirnya sebelum berhenti dari PBB sebagai bentuk protes.
Organisasi hak asasi manusia dan pejabat PBB lainnya juga menuduh Israel mengabaikan keselamatan warga sipil. Ada potensi kejahatan perang, terutama dalam kasus pemboman Jabalia. Ada dugaan penggunaan fosfor putih ilegal dan serangan terhadap fasilitas umum seperti Rumah Sakit Baptis Al-Ahli.
Pejabat lain, termasuk dari jajaran Departemen Luar Negeri AS, telah mengundurkan diri karena kebijakan Washington terhadap Israel. Sementara warga Arab-Amerika semakin memperlihatkan kekecewaan pada pemerintahan Presiden Joe Biden. Yahudi, Kristen, dan Muslim di seluruh dunia menyerukan gencatan senjata.
Barat tidak butuh lebih banyak alasan untuk mempertimbangkan gencatan senjata, karena kegagalan menerapkan gencatan senjata akan berisiko memperluas perang di luar perbatasan Gaza-Israel. Lebih jauh, jika tidak ada gencatan senjata, perang ini bisa jadi preseden bagi negara-negara lain untuk angkat senjata dan pada akhirnya mengikis kepercayaan terhadap tatanan liberal dunia internasional.
Langkah pencegahan pertama adalah dengan mengakhiri pembantaian.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.