Kontroversi yang terjadi terkait format debat pemilu untuk calon presiden dan calon wakil presiden gagal meyakinkan masyarakat bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) netral dalam menyelenggarakan pemilu.
Keragu-raguan dan kecerobohan yang terlihat saat mempersiapkan putaran pertama dari lima ajang debat pemilu telah memberikan sinyal akan kerentanan KPU terhadap tekanan-tekanan politik. Dengan demikian, terlihat ketidakmampuan dalam menciptakan persaingan yang setara bagi semua kandidat. Dengan masih adanya kecurigaan masyarakat terhadap kecurangan pemilu yang dilakukan pemerintah, KPU kini dituduh mencoba menguntungkan kandidat yang pro-rezim.
Akar kontroversi ini adalah pertanyaan apakah Gibran Rakabuming Raka, pasangan calon presiden Prabowo Subianto dan putra sulung Presiden Joko “Jokowi” Widodo, akan mampu menghadapi pesaing yang lebih berpengalaman dalam debat. Gibran, Wali Kota Surakarta berusia 35 tahun dan memiliki gelar sarjana dari sebuah universitas di Singapura, diharapkan akan berhadapan dengan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD dan pemimpin Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. Mahfud, 66 tahun, adalah seorang profesor hukum tata negara dan saat ini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, sedangkan Muhaimin, 57 tahun, memperoleh gelar master di bidang komunikasi dari Universitas Indonesia dan dua kali menjabat sebagai wakil ketua DPR.
Di tengah antisipasi yang tinggi terhadap debat calon wakil presiden, KPU mengumumkan perubahan format debat dengan mewajibkan semua pasangan calon menghadiri seluruh putaran debat. Artinya, tidak akan ada putaran debat yang hanya dihadiri oleh calon presiden atau calon wakil presiden saja. Ini berbeda dengan yang terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya. Singkat kata, Prabowo akan mendampingi Gibran saat menghadapi Mahfud dan Muhaimin.
Keputusan KPU ini memicu kegaduhan di media sosial. Masyarakat mempertanyakan soal debat khusus calon wakil presiden akan tetap berjalan jika calon presiden diharapkan tampil juga di panggung mendampingi pasangannya. Hal ini memicu spekulasi bahwa KPU mengubah format debat untuk membantu Gibran.
Pencalonan Gibran sudah diwarnai kontroversi sejak awal. Secara hukum, pencalonannya berdasarkan putusan MK yang secara formal dinyatakan tidak etis, karena saat itu MK dipimpin oleh pamannya, Anwar Usman. MK memutuskan bahwa batasan usia 40 tahun bagi calon presiden dan calon wakil presiden tidak berlaku bagi kepala daerah. Hal itu merupakan upaya yang jelas untuk menghilangkan hambatan hukum yang ada bagi Gibran agar bisa ikut serta dalam pemilihan wakil presiden.
Meski kubu Prabowo-Gibran menggambarkan pencalonan Gibran sebagai upaya untuk membawa generasi muda ke dunia politik, para kritikus mengecam pencalonan Gibran sebagai gejala budaya nepotisme politik yang mengakar di Indonesia. Dengan kata lain, Gibran bukanlah simbol suksesi dari tua ke muda, melainkan merupakan bukti politik dinasti yang cacat.
Tudingan keberpihakan ditepis KPU. Sebagai upaya meredam kebingungan ini, dinyatakan bahwa lima putaran debat akan diadakan sebelum hari pemungutan suara, dengan dua putaran didedikasikan untuk calon Wakil Presiden. Namun, para komisioner KPU awalnya memberikan pernyataan berbeda mengenai pertanyaan apakah calon presiden akan tampil di dua putaran debat calon wakil presiden. Salah satu komisioner, misalnya, bersikeras agar calon presiden ikut hadir.
Rabu lalu, KPU menegaskan para calon presiden akan tampil di atas panggung sementara pasangannya sedang berdebat. Namun, para kandidat boleh memutuskan apakah mereka ingin bekerja sama sebagai tim di semua putaran debat. Ini bisa menjadi kabar baik bagi Gibran, yang kini yakin akan dibantu oleh Prabowo.
KPU belum memutuskan siapa yang akan menjadi moderator dalam ajang debat tersebut, padahal putaran pertama hanya tinggal beberapa hari lagi. Siapapun dia, KPU harus memastikan bahwa sang moderator cukup kompeten dan tidak memihak, sehingga bisa memimpin debat dengan baik. Tidak boleh ada kesalahan lain lagi, yang hanya akan mengikis kepercayaan publik terhadap lembaga pemilu dan seluruh proses pemilu.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.