alam menyambut Laos sebagai ketua ASEAN tahun 2024, negara-negara anggota lainnya harus mengambil langkah nyata untuk tidak hanya membantu Vientiane mewujudkan agendanya. Lebih jauh, para negara anggota ASEAN harus mendukung upaya Laos untuk meningkatkan pariwisata negara tersebut melalui program Visit Laos Year 2024.
Ini adalah ketiga kalinya Laos memimpin perhimpunan yang beranggotakan 10 negara tersebut, setelah sebelumnya pada 2004 dan 2016.
Meskipun populasi dan ukuran ekonominya lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara pendiri ASEAN, satu-satunya negara tanpa laut yang ada di kawasan ini membuktikan keberaniannya ketika memegang tampuk ketua di masa lalu. Namun, tidak adil jika berharap Laos menawarkan terobosan besar yang membantu kelompok negara-negara di Asia Tenggara tersebut menyelesaikan masalah-masalah abadi yang dialami perhimpunan. Negara tetangga yang besar seperti Indonesia saja toh gagal melakukannya.
Kami yakin bahwa Laos akan mengatasi setidaknya tiga masalah utama ASEAN.
Pertama, para pemimpin ASEAN memutuskan pada KTT tahun lalu bahwa mereka tidak akan mengizinkan rezim militer Myanmar menjadi tuan rumah KTT dan pertemuan apa pun. Larangan ini berlaku tanpa batas waktu, termasuk pada 2026, ketika Filipina akan memimpin blok tersebut, dan bukan Myanmar seperti pada giliran rotasi yang sebenarnya.
Hingga saat ini, pemimpin junta Jenderal Aung Min Hlaing terbukti tidak menunjukkan sikap menghormati Konsensus Lima Poin sebagai dasar solusi krisis Myanmar. Padahal, konsensus mencakup seruan untuk mengakhiri kekerasan di negara tersebut dan mengadakan dialog antar semua pihak.
Pada pertemuan tingkat tinggi yang terakhir di Jakarta, para pemimpin kawasan membentuk troika untuk Myanmar. Negara yang terlibat adalah Laos sebagai ketua saat ini, bersama dengan Indonesia sebagai ketua sebelumnya, dan Malaysia sebagai ketua ASEAN yang akan datang. Tujuannya sangat jelas, yaitu mencegah ketua ASEAN saat ini melanggar keputusan ASEAN mengenai Myanmar.
Kedua, Laos akan tetap berpegang pada posisi blok tersebut dalam sengketa Laut Cina Selatan. Laos bukan negara yang ikut mengklaim wilayah tersebut, sementara Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam sudah menyatakan memiliki sebagian wilayah laut yang kaya akan sumber daya alam itu. Tiongkok secara wajar akan mencari segala cara untuk mencoba dan membuat ASEAN melunakkan pendiriannya terhadap masalah yang sudah berlangsung lama ini.
Salah satu KTT ASEAN terburuk terjadi pada 2012, ketika Perdana Menteri Kamboja saat itu, Hun Sen, memblokir isu Laut Cina Selatan saat hendak dimasukkan dalam pernyataan bersama para pemimpin. Biarlah kejadian itu menjadi skandal pertama dan terakhir bagi ASEAN. Mari meyakini bahwa Laos tidak akan melakukan kesalahan seperti yang terjadi pada 2016.
Tahun ini, ASEAN menghadapi tantangan yang jauh lebih rumit. Tantangan tersebut tidak hanya dari kawasan, seperti konflik di Myanmar dan meningkatnya ketegangan antara Filipina dan Tiongkok mengenai Laut Cina Selatan. Namun, tantangan yang ada juga berupa meningkatnya persaingan antara kekuatan besar di wilayah yang sangat dekat dengan ASEAN, yaitu isu Taiwan dan adu kuat senjata di Asia-Pasifik. Ancaman nuklir Korea Utara termasuk menimbulkan bahaya bagi perdamaian di Asia Tenggara.
Sebagai ketua ASEAN 2024, Laos telah memutuskan tema “Meningkatkan Konektivitas dan Ketahanan (Enhancing Connectivity and Resilience)”. Tema tersebut mencerminkan ambisi negara itu untuk menciptakan blok yang lebih terhubung satu sama lain, sekaligus yang lebih tangguh, melalui upaya terpadu dari negara-negara anggota lainnya.
Pilar pertama mencakup peningkatan kerja sama regional, perluasan hubungan eksternal ASEAN, dan penguatan kesatuan dan sentralitas ASEAN dalam arsitektur regional yang terus berkembang demi perdamaian, stabilitas, dan pembangunan regional.
Yang kedua adalah meningkatkan konektivitas, mempersempit kesenjangan pembangunan, mendorong netralitas karbon dan memajukan transformasi digital serta integrasi ekonomi. Sedangkan yang ketiga adalah mendorong diplomasi antar penduduk terkait pertukaran pengetahuan, serta kerja sama untuk ketahanan iklim dan pembangunan kesehatan.
Dan yang terakhir, Laos mendapat mandat untuk mempercepat proses diterimanya Timor-Leste sebagai anggota ASEAN. Pada 1996, presiden RI Soeharto berhasil meyakinkan rekan-rekan dari negara di kawasan untuk menyambut Laos, Myanmar, dan Kamboja ke dalam ASEAN. Laos dan Myanmar bergabung apda 1997, sedangkan Kamboja pada 1999.
Soeharto sempat berpikir bahwa menerima tiga negara tersebut dalam perhimpunan artinya merangkum seluruh kawasan ke dalam ASEAN. Namun sejarah membuktikan bahwa pikiran tersebut salah ketika pada 1999 Timor Timur memutuskan untuk memisahkan diri dari Indonesia. Timor Leste menjadi negara berdaulat pada 20 Mei 2002.
Selamat kepada Laos atas kepemimpinannya di ASEAN tahun ini. Pemerintah dan masyarakat di Asia Tenggara berharap bahwa perhimpunan dapat memainkan peran yang lebih penting, baik dalam urusan regional maupun di tingkat global.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.