TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Gim yang sungguh sulit

Kementerian Komunikasi dan Informatika menyadari, dalam studinya, bahwa banyak pengembang lokal kesulitan mendapatkan pendanaan yang diperlukan.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Mon, February 5, 2024

Share This Article

Change Size

Gim yang sungguh sulit A number of Indonesian universities offer specialized courses or study programs related to the gaming industry. (Shutterstock/nhungboon)
Read in English

I

ndustri gim di Indonesia membutuhkan semua bantuan yang dapat diperoleh untuk mempercepat perkembangannya. Namun, dengan negara seolah-olah dapat menetapkan banyak aturan tapi lalu berpura-pura tidak peduli jika aturan itu dijalankan atau tidak, merupakan tindakan yang tidak menolong.

Itulah yang terangkum dari rencana terbaru pemerintah mengenai industri gim. Pemerintah berencana memblokir penjualan gim dari penerbit asing kecuali mereka membuka kantor perwakilan di Indonesia.

Penerbit gim adalah perusahaan yang memiliki sumber daya yang cukup untuk memasarkan gim yang sudah jadi, sekaligus membantu pengembang menjangkau komunitas gim.

Memang benar bahwa penerbit asing dapat membawa gim dari pengembang luar negeri ke pasar Indonesia. Namun, memblokir mereka juga berarti menutup kemungkinan mereka dapat memasarkan gim yang diproduksi oleh pengembang dalam negeri, terutama ke pasar internasional.

Pengembang lokal telah menyuarakan keprihatinan mereka terhadap peraturan tersebut. Pasalnya, banyak yang masih bergantung pada penerbit asing untuk merilis gim mereka ke konsumen.

Selain itu, gim, seperti halnya barang-barang yang dilarang lainnya, pada akhirnya akan masuk ke pasar Indonesia melalui metode lain. Inilah yang melandasi kekhawatiran pengembang lokal. Yaitu potensi naiknya tingkat pembajakan gim di negara ini.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Pemerintah mungkin juga mengabaikan fakta bahwa penerbit merupakan investor potensial. Dalam beberapa kasus, perusahaan-perusahaan ini menyediakan dana untuk menutupi biaya pengembangan dan pemasaran gim, sehingga memungkinkan pengembang untuk fokus mewujudkan gim sesuai konsep dan desain yang mereka mau.

Perlu waktu bertahun-tahun mengembangkan gim, terutama yang dimainkan di konsol dan komputer pribadi. Dan tentu saja butuh banyak sumber daya, mulai dari pengisi suara dan perancang bunyi hingga penulis dan direktur kreatif. Berbeda dengan gim seluler yang dimainkan secara luas dan mungkin hanya perlu jauh lebih sedikit sumber daya.

Kementerian Komunikasi dan Informatika menyadari, dalam studinya, bahwa banyak pengembang lokal kesulitan mendapatkan pendanaan yang diperlukan. Banyak juga yang masih mengandalkan dana sendiri atau mendapatkan angel investor.

Indonesia telah menetapkan dasar untuk mengizinkan kekayaan intelektual digunakan sebagai jaminan atas pinjaman bank. Namun, implementasi kebijakan itu masih dipertanyakan karena lembaga keuangan masih enggan memanfaatkan peluang tersebut.

Kendala lain yang menghambat industri gim dalam negeri untuk dapat menandingi pemain global adalah kurangnya pengalaman pengembang lokal. Dan hal itu sekali lagi dapat diatasi melalui kerja sama dengan penerbit asing. Para penerbit tersebut menjadi pihak yang dapat memberikan saran dan masukan agar gim yang dibuat memenuhi standar mereka.

Hal terakhir yang perlu kita lakukan adalah melihat para talenta dan developer berbakat dari Indonesia, terutama yang digemari oleh penerbit asing, yang terpaksa hjrah. Mereka meninggalkan Indonesia demi ekosistem regulasi industri gim yang lebih kondusif.

Berbeda dengan negara lain, Indonesia juga kekurangan sarana dan insentif untuk mendongkrak industri gim dalam negeri, semacam tax holiday. Hal tersebut sudah disadari oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam studinya. Tentu saja, akan ada tantangan terkait apakah penerbit asing bersedia mematuhi jika aturan dijalankan.

Indonesia telah memiliki beberapa judul gim yang diterima dengan baik oleh penonton internasional. Di antaranya terdapat gim bergenre horor DreadOut dari Digital Happiness yang berbasis di Bandung. Kemudian ada permainan petualangan Coffee Talk dari Toge Productions yang berbasis di Tangerang, juga permainan begenre laga yaitu Excape from Naraka, produksi Xelo Games dari Yogyakarta.

Namun, negara ini masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan sebelum benar-benar dapat menghasilkan gim yang masuk kategori triple-A. Judul yang bisa masuk golongan triple-A komunitas pemain internasional adalah layaknya video yang masuk ke jaringan film Blockbuster.

Syarat agar industri gim di Indonesia benar-benar berkembang pesat akan bergantung pada kebijakan pemerintah. Pemerintah harus menerapkan kebijakan yang dapat mengubah industri gim, dan bukannya membiarkan keadaan menjadi stagnan.

Jika dimanfaatkan dengan tepat, gim tidak hanya berfungsi sebagai hiburan bagi  para pemainnya. Namun, industri gim juga membuka jalan bagi Indonesia untuk mempromosikan dan mempopulerkan budaya serta sejarahnya kepada khalayak internasional. Hal itu sudah dilakukan oleh industri gim Jepang dan Barat.

Pemerintah harus ingat bahwa untuk masuk ke kalangan intennasional, industri gim Indonesia tidak bisa bergerak sendiri. Dibutuhkan lingkungan yang tepat agar pengembang lokal dapat bekerja sama dengan mitra asingnya dalam meningkatkan prospek industri gim dalam negeri.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.