Menurut laporan International Finance Corporation Bank Dunia 2023, “kesenjangan pembiayaan UMKM di Indonesia diperkirakan mencapai $234 miliar dolar Amerika”.
enurut Dana Moneter Internasional (IMF), usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia memainkan peran lebih besar dalam perekonomian, jika dibandingkan dengan kiprah UMKM di negara ASEAN lainnya. Di Indonesia, UMKM menyumbang sekitar 60 persen pada PDB, dan secara nasional berkontribusi sebesar 97 untuk penyediaan lapangan kerja.
Namun, tahun lalu, UMKM hanya menerima sedikit pinjaman bank, yaitu 19 persen dari total yang dikeluarkan di seluruh Indonesia.
Implikasi dari kecilnya kredit bagi UMKM tidak main-main. Menurut laporan International Finance Corporation Bank Dunia tahun 2023, “kesenjangan pembiayaan UMKM di Indonesia diperkirakan mencapai $234 miliar dolar Amerika”.
Angka-angka tersebut sudah menjelaskan kondisi yang ada. Tetap saja, angkat itu gagal merumuskan seberapa banyak potensi bisnis yang tersia-sia, juga seberapa jauh kita sebetulnya bisa jadi lebih maju dalam hal pembangunan ekonomi dan sosial, tapi kita lewatkan kesempatan itu.
Ada multiplier effect atau efek pengganda besar yang dihasilkan oleh aktivitas bisnis dari akar rumput. Dampaknya lebih jauh dari sekadar hasil ekonomi jangka pendek, tetapi juga mencakup hal-hal seperti pembentukan sumber daya manusia dan aspek-aspek strategis lain, misalnya substitusi impor dan ketahanan rantai pasokan.
Indonesia kehilangan sebagian besar kesempatan tersebut karena tidak kegiatan usaha tidak terlaksana, akibat pendanaan yang kurang.
Sadar akan banyaknya masyarakat yang mencari nafkah melalui usaha kecil, pemerintah tak henti-hentinya mempromosikan cara yang telah dilakukan untuk memajukan sektor ini. Kementerian, bank sentral, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak pernah bosan mengadakan lokakarya UMKM di seluruh tanah air dengan berbagai topik, terutama terkait literasi keuangan dan inklusi digital.
Raksasa teknologi seperti GoTo dan Grab didorong untuk bekerja sama dengan pemilik usaha kecil, demi membawa mereka memasuki abad ke-21.
Lebih lanjut, pemerintah berjanji akan melindungi UMKM dari persaingan asing. Pemerintah menjanjikan mengambil tindakan atas masuknya produk impor yang diduga dipasok ke pasar lokal.
Apakah langkah tersebut bermanfaat, masih dipertanyakan. Persaingan adalah kekuatan pendorong kemajuan yang menjadi suatu keharusan untuk mencapai keunggulan.
Daripada melindungi UMKM dengan menghalangi pesaing asing, seharusnya pemerintah cukup memastikan bahwa perusahaan lokal memiliki segala yang diperlukan untuk bertahan dalam persaingan. Lebih baik lagi jika bisa jadi pemenang.
Dalam hal UMKM ini, sumber daya yang paling penting adalah pendanaan. Dukungan finansial dapat membantu pengusaha mengatasi tantangan lainnya, baik itu kurangnya sumber daya manusia atau pun kurang ilmu, juga kegagalan dalam memenuhi standar kualitas, atau kemampuan yang tidak memadai untuk menerima pesanan dalam jumlah besar.
Tetap saja, belum ada perbaikan dalam penyaluran kredit. Tahun lalu, UMKM hanya mendapat 19 persen dari keseluruhan pinjaman bank, turun dari 20 persen pada dekade sebelumnya.
Tentu saja, tidak semua masalah terselesaikan sekadar dengan menggelontorkan dana. Namun, di dunia bisnis, tidak ada masalah yang bisa selesai tanpa uang. Kesenjangan pembiayaan UMKM yang besar, menurut Dana Moneter Internasional, berkontribusi terhadap rendahnya produktivitas dan daya saing Indonesia.
Karena kesulitan mendapatkan dana dari bank, banyak pengusaha mencari kredit di tempat lain. Akhirnya, mereka jadi mangsa empuk bagi rentenir atau bahkan pemodal yang kurang bereputasi. Ada juga pemberi pinjaman peer-to-peer, yang meskipun diawasi OJK, tetap saja mereka mengenakan suku bunga yang sangat tinggi untuk menutupi risiko tinggi atau sebagai perlindungan dari risiko gagal bayar.
Jelasnya, tidak ada jawaban langsung untuk memecahkan masalah terkait memperluas jangkauan kredit yang layak bagi UMKM. Bank punya banyak alasan untuk berhati-hati dalam memberikan pinjaman kepada pengusaha yang kurang mereka kenal. Juga pada pengusaha yang tidak punya jaminan.
Namun tanpa pendanaan, hanya sedikit perusahaan yang akan muncul dari sektor informal, atau yang dapat mencapai skala dan tingkat profesionalisme yang diperlukan agar lebih kredibel untuk mendapatkan kredit. Semuanya dimulai dengan uang, atau tidak akan dimulai sama sekali.
Jaminan kredit atau pinjaman bersubsidi yang diberikan pemerintah melalui program KUR kredit mikro hanyalah sebuah titik awal dalam mengatasi permasalahan tersebut. Peningkatan kapasitas yang difasilitasi pemerintah melalui kemitraan dengan perusahaan-perusahaan besar, dengan tujuan memperkuat integrasi vertikal, harus dieksplorasi lebih lanjut.
Masih banyak jalan yang harus ditempuh oleh pemerintah, baik dipimpin oleh presiden saat ini maupun yang selanjutnya. Pemerintah tidak boleh abai terhadap kebutuhan bisnis yang tampak saat ini, apalagi jika bisnis itu adalah bagian dari fondasi perekonomian nasional.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.