Berdasarkan hasil hitung cepat, bisa diperkirakan bahwa Menteri Pertahanan saat ini, Prabowo Subianto, akan menjadi pemenang pemilu presiden. Hasil yang sama juga menunjukkan bahwa PDIP akan memenangkan pemilu legislatif dan kemungkinan besar akan menguasai DPR.
erkat metode hitung cepat yang dilakukan oleh lembaga survei independen, hanya beberapa jam setelah pemungutan suara pada 14 Februari, para pemilih dapat mengetahui prediksi hasil akhir pemilu tahun ini.
Berdasarkan hasil hitung cepat, semua orang bisa memperkirakan bahwa Menteri Pertahanan saat ini, Prabowo Subianto, akan menjadi pemenang pemilu presiden. Kemudian, diketahui juga bahwa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akan memenangkan pemilu legislatif dan kemungkinan besar akan menguasai DPR.
Namun, baru pada Rabu 20 Maret kita dapat melihat jelas skala dan besarnya kemenangan-kemenangan tersebut. Khusus untuk pemilihan presiden, hasil akhir menunjukkan sejauh mana Prabowo telah mengubah beberapa hal yang sudah biasa terjadi dalam politik elektoral pasca-Orde Baru.
Penghitungan cepat dengan tepat memperkirakan bahwa Prabowo akan memperoleh 58 persen suara. Hasil resmi yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu kemarin membenarkan hal tersebut.
HItungan final yang dikeluarkan KPU dapat memberi kita rincian terkait besarnya kemenangan tersebut.
Dari hasil penghitungan suara akhir KPU, Prabowo adalah satu-satunya calon presiden di era reformasi yang mampu meraih kemenangan di tiga provinsi yang menjadi medan pertempuran sengit, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, hanya dalam satu putaran. Koleganya, Jenderal Angkatan Darat Susilo Bambang Yudhoyono, pernah mencapai prestasi serupa pada 2004, tetapi kemenangan telak terjadi pada putaran kedua.
Bahkan Presiden Joko “Jokowi” Widodo, yang bisa dibilang sebagai politisi paling populer dalam dua dekade terakhir, tidak berhasil menaklukkan Jawa Barat dalam pemilihan presiden. Justru, Jokowi dua kali kalah, yaitu pada 2014 dan 2019. Pemenang saat itu, tidak lain dan tidak bukan, adalah Prabowo.
Prabowo bahkan bisa menang di Jakarta. Padahal, kota ini adalah kampung halaman mantan gubernur dan calon presiden dari partai oposisi, Anies Baswedan. Di Jakarta, Prabowo memperoleh 2,6 juta suara. Ia memimpin dengan selisih tipis, sekitar 40.000 suara, dari yang diperoleh Anies. Memang selisihnya sedikit, tapi tetap mengesankan.
Di sisi lain, untuk Anies, ini pun jadi kali pertama di era reformasi, hasil pemilu presiden menunjukkan ada pemenang kedua yang hanya unggul di dua provinsi, dengan selisih tipis. Anies memang di Aceh dan Sumatera Barat.
Pada 2019, bahkan ketika Presiden Jokowi berada di puncak kekuasaan politiknya dan maju dalam pemilu untuk memenangkan masa jabatan kedua, Prabowo masih berhasil unggul di 12 provinsi.
Nasib calon presiden dari PDIP Ganjar Pranowo bahkan lebih buruk dibandingkan Anies. Ia dikalahkan oleh Prabowo di kampung halamannya di Jawa Tengah. Padahal di provinsi itu ia menjabat sebagai gubernur selama dua periode. Ganjar bahkan kehilangan suara masyarakat Bali, provinsi yang selama ini menjadi kubu kuat PDIP.
Di Jawa Tengah, Ganjar yang pernah disebut-sebut oleh Jokowi sendiri sebagai penggantinya, hanya mampu meraup 7,8 juta suara. Sementera Prabowo memperoleh lebih dari 12 juta suara.
Di Bali, Prabowo keluar sebagai pemenang, mengalahkan Ganjar dengan selisih lebih dari 300.000 suara.
Namun, keberuntungan Prabowo dalam pemilihan presiden tidak berdampak pada Partai Gerindra. Penghitungan akhir KPU menempatkan partai tersebut pada posisi ketiga dalam pemilihan legislatif, dengan perolehan suara sedikit di atas 13 persen.
Untuk pertama kalinya, partai politik pemenang pemilu presiden gagal memanfaatkan apa yang disebut dengan coat-tail effect atau efek ekor jas. Ini adalah gambaran untuk prestasi yang diraih pendukung karena pemimpinnya menjadi juara. Dengan tidak berhasil mendominasi kursi legislatif, upaya Prabowo untuk menciptakan pemerintahan yang efektif bisa jadi tidak akan berjalan mudah. Karena modal politiknya sedikit, ia harus membentuk koalisi besar di DPR nantinya.
Berita baik bagi Prabowo adalah bahwa ia punya dukungan dari Presiden yang akan segera mengakhiri masa jabatan. Presiden tidak hanya telah banyak membantunya dalam pemilu, tetapi juga akan terus mengulurkan tangan dalam beberapa minggu bahkan bulan mendatang.
Ketika Prabowo menghadapi kemungkinan gugatan hukum di Mahkamah Konstitusi serta hak angket di DPR terkait penyimpangan pemilu, dukungan Presiden menjadi satu hal yang pasti dapat ia andalkan.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.