Para mantan presiden tetaplah pejabat politik yang harus berjuang demi kelangsungan partai mereka sendiri, dan bukan negarawan yang hanya memikirkan kesejahteraan 280 juta penduduk Indonesia.
residen terpilih Prabowo Subianto tampaknya sadar bahwa posisinya harus di atas semua partai agar dapat memimpin seluruh bangsa. Rakyatnya pun termasuk sekitar 68 juta orang yang tidak memilih dia saat pemilu 14 Februari lalu. Sebagai simbol persatuan nasional, ia juga ingin berinteraksi dengan semua mantan presiden yang masih hidup. Itulah sebabnya ia mencetuskan dibentuknya sebuah perkumpulan presiden yang ia sebut sebagai Presidential Club.
Ide Prabowo merupakan ide mulia yang patut didukung. Pembentukan perkumpulan serupa telah dipraktikkan di beberapa negara demokrasi, misalnya di Amerika Serikat. Dan di sana, perkumpulan berkontribusi terhadap keberlanjutan demokrasi. Para mantan presiden AS mengesampingkan perbedaan politik mereka untuk membantu presiden yang menjabat dalam membimbing bangsa melalui masa-masa sulit.
Nancy Gibbs, salah satu penulis buku The President’s Club: Inside the World’s Most Exclusive Fraternity, mengatakan bahwa klub ini dibentuk untuk membantu pemimpin yang baru. Para mantan presiden menjadi anggota perhimpunan karena rasa tanggung jawab terhadap negara.
Rekannya sesama penulis, Michael Duffy, menambahkan bahwa mantan presiden Bill Clinton, George W. Bush, dan Barack Obama adalah para pria “yang masih belum saling menyayangi tetapi tahu bahwa mereka perlu bersatu di hari itu. Mereka perlu terlihat bersama”.
Perkumpulan tersebut pasti sangat mengesankan bagi Prabowo, dan menginspirasinya untuk membentuk hal serupa di Indonesia. Jika terealisasi, perkumpulan presiden di Indonesia akan terdiri dari presiden kelima Megawati Soekarnoputri, presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan presiden ketujuh Joko “Jokowi” Widodo. Yang terakhir ini akan digantikan oleh Prabowo pada Oktober mendatang.
Meskipun Jokowi menunjukkan antusiasme untuk membantu mewujudkan inisiatif sang Menteri Pertahanan terkait perkumpulan presiden, tidak semua mantan presiden menyambut baik gagasan tersebut. Megawati, menurut orang kepercayaannya sekaligus Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto, akan fokus pada komitmennya terhadap partai.
Renggangnya hubungan Megawati dan Jokowi sudah menjadi rahasia umum. Begitu pula hubungan tidak harmonisnya dengan SBY. Sedangkan Prabowo mengaku tidak punya dendam terhadap Megawati dan dikabarkan telah berusaha mengatur pertemuan dengannya.
Megawati dan Jokowi berpisah secara politik setelah hampir 20 tahun bekerja sama. Perpecahan terjadi ketika dalam pemilihan presiden Februari lalu, Jokowi memilih untuk mendukung Prabowo, dan bukannya Ganjar Pranowo yang dijagokan PDI-P. Beberapa politisi PDI-P bahkan berpendapat bahwa rekonsiliasi antara Megawati dan Jokowi hampir mustahil dilakukan.
Dan setelah dua dekade, Megawati ternyata tidak bisa berdamai dengan SBY. Megawati dua kali kalah dari SBY, pada pemilihan presiden 2004 dan 2009. Pembicaraan mengenai bergabungnya Partai Demokrat SBY ke pemerintahan Jokowi muncul beberapa kali selama masa jabatan Jokowi. Namun, hal itu tetap jadi wacana, kabarnya karena ada keberatan dari Megawati.
Perkiraan Wakil Presiden Ma’aruf Amin benar. Ia sudah memprediksi bahwa Prabowo perlu melakukan upaya besar untuk mengajak semua mantan presiden yang masih hidup bergabung dalam klub presiden. Beberapa pengamat juga menyarankan agar Prabowo tidak memaksa semua mantan presiden bergabung dalam perkumpulan yang belum pernah ada sebelumnya.
Megawati mungkin merupakan penentang utama klub presiden. Bisa jadi ia bahkan menolak rekonsiliasi nasional secara lebih umum. Hal itu sangat mungkin, seusai pemilu yang dianggap oleh banyak orang sebagai pemilu paling tidak demokratis dan paling tidak kredibel sejak dimulainya era Reformasi pada 1998. Faktanya, tak ada seorang pun, bahkan Prabowo, yang bisa memaksa Megawati berdamai, jika ia sendiri tak menginginkannya.
Hambatan terbesar bagi klup presiden bukanlah perselisihan pribadi yang terus berlanjut di antara para calon anggota. Justru, penghambatnya adalah kecenderungan mereka berebut kekuasaan, bahkan setelah mereka meninggalkan jabatan.
Megawati tetap menjadi ketua umum PDI-P dan SBY tetap menjadi pelindung utama Partai Demokrat. Jokowi telah memutuskan hubungan dengan PDI-P tetapi dilaporkan mencari partai naungan baru, misalnya Partai Golkar, agar tetap jadi sorotan setelah lengser.
Para mantan presiden, termasuk Jokowi yang akan jadi mantan dalam waktu dekat, adalah petinggi politik yang berjuang demi kelangsungan partai mereka sendiri. Mereka bukan negarawan yang hanya memikirkan kesejahteraan 280 juta penduduk Indonesia. Terlalu bermimpi jika menginginkan mereka mengabdikan diri kepada negara, jika mereka tetap memegang erat kepentingan personal. Padahal, pengabdian pada negara adalah tujuan pendirian klub presiden.
Untuk saat ini, mari berharap bahwa semua mantan presiden dan mantan wakil presiden hadir pada upacara Hari Kemerdekaan negara pada tanggal 17 Agustus. Melihat mereka bertemu satu sama lain sudah cukup menyampaikan pesan adanya persatuan dan harmoni.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.