Tim Piala Uber terdiri dari pemain yang rata-rata berusia 21 tahun. Hal ini dianggap penting oleh para pengamat. Usia tersebut merupakan masa transisi dari level muda ke level senior.
elama beberapa minggu terakhir, seluruh perhatian masyarakat nampaknya tertuju pada lapangan sepak bola di Qatar dan Prancis. Bius lapangan bola mungkin membuat mereka mengabaikan lapangan bulu tangkis di Chengdu, Tiongkok. Padahal, akhir pekan lalu, para pemain Indonesia menorehkan prestasi langka dengan melaju ke babak final Piala Thomas dan Piala Uber.
Tim nasional bulu tangkis putra dan putri Indonesia akhirnya meraih medali perak, setelah kalah dari tim tuan rumah China. Dalam ajang ini, tim China juga meraih kemenangan bersejarah dengan memenangi kedua piala sekaligus.
Medali perak mungkin akan mengecewakan tim Piala Thomas Indonesia. Selama lima turnamen terakhir, sudah empat kali tim berhasil mencapai babak final di ajang dua tahunan tersebut.
Namun bagi tim nasional Piala Uber, berhasil meraih posisi kedua dinilai sebagai sebuah pencapaian yang luar biasa. Indonesia harus menunggu selama 16 tahun untuk bisa lolos ke babak final Piala Uber. Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) bahkan tak menyangka tim putri bisa melaju hingga babak final.
Yang lebih mengejutkan lagi adalah susunan pemain, yang terdiri dari anak-anak muda yang kurang berpengalaman dalam kompetisi beregu. Pemain yang pernah tampil di Piala Uber lebih dari tiga kali hanyalah Gregoria Mariska Tunjung dan Apriyani Rahayu.
Seluruh pemain, khususnya anggota tim Piala Uber, patut mendapat pujian. Namun jangan sampai pujian tersebut melenakan mereka. Mereka perlu bekerja lebih keras agar pada akhirnya membawa pulang piala yang didambakan.
Tim Piala Uber terdiri dari pemain yang rata-rata berusia 21 tahun. Menurut para pengamat, ini usia kritis karena merupakan masa transisi dari level muda ke level senior. Jika mereka, atau PBSI, langsung merasa puas dengan prestasi saat ini, pengembangan potesi mereka secara maksimal akan terhambat.
PBSI harus belajar dari kegagalannya di masa lalu, saat mendidik dan mendukung pemain muda yang sedang dalam masa usia transisi. Contohnya adalah kasus pemain tunggal Elisabeth Purwaningtyas. Elisabeth memenangi medali perak di World Youth Championship 2011 pada usia 18 tahun. Medali itu membuatnya dianggap sebagai ratu bulu tangkis Indonesia di masa depan.
Namun prestasinya kemudian surut. Bandingkan dengan sang juara Ratchanok Intanon dari Thailand yang prestasinya terus naik, dan kini bergabung dengan jajaran pemain tunggal putri terbaik dunia. Elisabeth bahkan tidak masuk dalam peringkat 140 besar.
Untuk menghasilkan bintang-bintang bulutangkis masa depan yang dapat menandingi peraih medali emas Olimpiade pertama di Tanah Air, Susi Susanti dan rekan-rekan seregunya, PBSI pertama-tama harus menyusun peta jalan kompetisi yang tepat bagi para pemain muda. Dengan memenangkan poin di turnamen tingkat bawah di seluruh dunia sepanjang tahun, misalnya, pemain seperti Ester Narumi Tri Wardoyo yang berusia 18 tahun dapat naik ke 10 besar peringkat dunia.
Di antara anggota tim Piala Uber Indonesia, hanya pemain tunggal Gregoria dan pemain ganda Apriyani yang masuk 10 besar di kategorinya masing-masing. Mereka saat ini berada di peringkat kesembilan.
Ketika para pemain harus berpartisipasi dalam lebih banyak kompetisi, dan mudah-mudahan memenangkannya, asosiasi bulu tangkis harus menyediakan sistem dukungan yang tepat bagi pemain. Selain harus ada pelatih yang memahami potensi dan kebutuhan setiap pemain, diperlukan tenaga pendukung seperti petugas yang menganalis kinerja, fisioterapis, dan psikolog olahraga.
Para psikolog termasuk di antara anggota kontingen terbaru yang ditambahkan di tim bulu tangkis Indonesia, dengan mantan pemain bulu tangkis Lilik Sudarwati menemani tim ke Chengdu dan kompetisi lainnya. Fans dan pengamat memuji langkah melibatkan psikolog ini. Peran penting mereka dalam memberikan dorongan psikologis kepada para pemain sebelum pertandingan sangat diakui.
Dengan semakin dekatnya Olimpiade Paris 2024, semakin besar tantangan bagi PBSI untuk segera beralih dari kekalahan di Piala Uber dan Piala Thomas. PBSI harus mempersiapkan para pemainnya dengan lebih baik untuk menghadapi pesta olahraga terbesar dunia tersebut, musim panas ini.
Bermodalkan sembilan pemain yang lolos ke Olimpiade, PBSI tak boleh menyia-nyiakan kesempatan membawa Indonesia menjadi juara bulu tangkis. Di antara pemain yang berhasil masuk kualifikasi, terdapat empat atlet putri, yakni Gregoria di tunggal putri, Apriyani dan Siti Fadia Silva Ramadhanti di ganda putri, serta Pitha Haningtyas Mentari di ganda campuran.
Medali perak di Chengdu seharusnya menjadi penanda awal kebangkitan Indonesia di dunia bulu tangkis. PBSI harus meningkatkan upaya untuk membantu para pebulutangkis muda putri Indonesia agar tetap semangat dan terus berjuang selama sisa karier gemilang mereka yang masih panjang.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.