Koalisi Indonesia Maju (KIM) telah membangun aliansi mirip kartel untuk kandidat pilihannya di daerah-daerah strategis, seperti Jakarta dan Jawa Timur.
ika partai politik adalah korporasi, mungkin ini saat yang tepat menghentikan pergerakan mereka jelang pemilihan kepala daerah (pilkada) pada November mendatang.
Meskipun belum resmi, aliansi yang mereka bentuk untuk mencalonkan kandidat pilihan mereka di beberapa daerah utama telah menjadi begitu besar. Aliansi tersebut demikian besar, sehingga menutup peluang majunya kandidat lain.
Empat partai politik yang membentuk tim pemenangan pendukung presiden terpilih Prabowo Subianto telah membangun aliansi mirip kartel untuk kandidat pilihan mereka di daerah-daerah strategis, seperti Jakarta dan Jawa Timur. Aliansi terdiri dari Gerindra, Golkar, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN), di bawah Koalisi Indonesia Maju (KIM). Aliansi sebesar itu akan menyulitkan, bahkan mungkin menutup kemungkinan, bagi partai lain untuk memperoleh cukup dukungan agar dapat mengajukan pasangan calon lawan.
Di Jakarta, mantan gubernur Jakarta, yang juga kandidat presiden yang kalah, Anies Baswedan, merupakan calon terdepan dalam pilkada Jakarta. Namun kesempatannya untuk dipilih kembali semakin sempit, karena sejauh ini ia hanya memperoleh komitmen dukungan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Tidak ada partai politik yang berhasil memenuhi ambang batas 20 kursi di DPRD Jakarta. Artinya, tidak ada partai yang dapat mengajukan sendiri calonnya dalam pemilihan gubernur. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai NasDem, dua partai lain yang bersama PKS mendukung pencalonan Anies dalam pemilihan umum yang lalu, belum menentukan pilihan untuk pilkada Jakarta.
Selama lobi pascapemilihan presiden, para pemimpin PKB dan NasDem telah menyatakan minat untuk bergabung dengan aliansi KIM dalam pemerintahan baru. Aliansi ini dipimpin oleh Prabowo. Namun secara informal, mereka juga telah menyuarakan dukungan untuk pencalonan Anies sebagai gubernur Jakarta.
Meskipun sebelumnya terdapat perbedaan pendapat di antara anggota aliansi, terutama antara Gerindra dan Golkar, KIM telah menunjukkan preferensi yang lebih kuat terhadap politisi Golkar sekaligus mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil untuk mencalonkan diri di Jakarta. Hal ini terlepas dari fakta bahwa popularitas Ridwan jauh di bawah Anies, juga belum menyamai popularitas mantan gubernur lainnya, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama. Ahok diajukan oleh partai yang secara de facto menyatakan diri sebagai oposisi, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Menurut jajak pendapat, Ridwan adalah kandidat paling populer untuk Gubernur Jawa Barat. Namun, untuk menghindari potensi bentrokan dengan Gerindra, para pemimpin Golkar menjadi lebih solid dalam mendukung Ridwan untuk maju di pilkada Jakarta dan bukan di Jawa Barat. Gerindra mengharapkan kemenangan kandidatnya, Dedi Mulyadi, sebagai Gubernur Jawa Barat.
Ahok menghadapi masalah serupa yang dihadapi Anies. PDI-P kesulitan mencapai kesepakatan koalisi dengan partai lain untuk dapat melawan calon Gubernur Jakarta yang diajukan KIM.
Kandidat PDI-P lainnya mungkin juga kehilangan kesempatan dicalonkan. Menteri Sosial Tri Rismaharini, misalnya, yang popularitasnya dapat menyamai mantan Gubernur Khofifah Indar Parawansa. KIM telah memberikan dukungan untuk Khofifah. Sementara PDI-P belum menemukan mitra koalisi untuk mencalonkan Risma yang mantan Walikota Surabaya.
Untuk pertama kalinya negara ini mengalami monopoli aliansi politik dalam pemilihan kepala daerah. Hal itu terjadi karena KIM bertekad melanjutkan keberhasilan yang ia raih dalam pemilihan presiden. KIM ingin menduplikasi kemenangan tersebut di ajang pilkada.
Partai politik berhak mengajukan calon mana pun yang mereka anggap layak untuk pilkada pada 27 November mendatang. Tetapi, mereka tidak dapat mengabaikan aspirasi publik. Mengejar kepentingan politik mereka sendiri di atas keinginan rakyat merupakan tindakan pengkhianatan terhadap rakyat. Padahal, rakyatlah yang memilih mereka dalam pemilihan legislatif 14 Februari lalu.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.