Agar cemerlang di usia dewasa, jiwa-jiwa muda butuh distimulasi secara kognitif, melakukan aktivitas fisik, dan mengasup nutrisi yang tepat untuk mengembangkan kreativitas, literasi, dan nalar rasional mereka.
ara anak-anak diperlakukan sejak lahir hingga berusia sekitar 6 tahun akan berefek mendalam dan bertahan untuk jangka waktulama, hingga mempengaruhi masa depan mereka. Agar cemerlang saat dewasa, jiwa-jiwa muda membutuhkan stimulasi kognitif, aktivitas fisik, dan nutrisi yang tepat demi mengembangkan kreativitas, literasi, dan pemikiran logis mereka.
Yang terpenting, anak-anak harus berada dalam perawatan orang yang mampu memberi mereka cinta dan perhatian sejati. Hal itu penting bagi pertumbuhan kesehatan emosional mereka.
Negara-negara maju seperti Swedia dan Denmark tampak paling paham resep jitu demi masa depan cerah ini. Mereka berinvestasi pada rumah-rumah penitipan anak yang mudah diakses, terjangkau, dan berkualitas prima. Anak-anak di bawah usia 6 tahun di dua negara Skandinavia tesrebut berhak bersekolah di fasilitas umum yang khusus bagi anak usia prasekolah. Dan untuk itu, orang tua mereka hanya membayar tidak lebih dari 25 persen dari total biaya sesungguhnya.
Lebih jauh, setiap guru di kelas prasekolah harus memiliki diploma mengajar dari universitas, serta punya sertifikasi untuk mengajar anak-anak kecil. Untuk melindungi anak-anak di bawah umur yang rentan, karyawan fasilitas penitipan anak harus mereka yang punya catatan bersih, tidak pernah dihukum karena pelanggaran seksual atau kejahatan kekerasan. Para staf juga diawasi secara ketat selama bekerja.
Indonesia, sebaliknya, tampaknya tidak belajar dari pengalaman negara-negara Nordik tersebut. Laporan resmi menunjukkan bahwa hanya 2 persen dari pusat pendidikan anak usia dini di negara ini yang merupakan fasilitas milik negara. Sisanya, 98 persen, dikelola oleh masyarakat atau pihak swasta. Tentu, jika dikelola swasta, akan berbiaya mahal.
Negara tidak hanya miskin inisiatif untuk membangun fasilitas vital tersebut. Lebih jauh, negara juga gagal memastikan keamanan dan kualitas fasilitas yang sudah ada. Dalam survei pada 2019, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan bahwa di sembilan provinsi di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan, terdapat sekitar 44 persen tempat penitipan anak yang tidak memiliki izin operasional. Lalu, 20 persen di antaranya berkualitas buruk.
Data terbaru KPAI menemukan bahwa hanya 12 dari 110 tempat penitipan anak di kota Depok yang memiliki kelengkapan izin yang diperlukan. Sementara di Pekanbaru, Riau, tidak ada satu pun tempat penitipan anak yang mengantongi izin operasional. KPAI melakukan pengecekan lapangan, setelah ada rekaman video berisi dugaan tindak kekerasan terhadap anak, di dua tempat penitipan anak di kedua kota tersebut, yang menjadi viral di media sosial.
Tidak adanya fasilitas penitipan anak yang aman dan terjangkau di negara ini membuat para orang tua berada dalam dilema. Dalam masyarakat patriarki seperti Indonesia, para ibu biasanya rela mengorbankan karier mereka demi mengasuh anak-anak.
Laporan Bank Dunia 2024 mengaitkan faktor kesenjangan gender dengan sumber daya, kekuasaan, dan norma sosial, khususnya norma gender patriarki, yang menghambat sebagian besar penduduk di negara-negara berpenghasilan menengah seperti Indonesia. Hal itu juga menghambat pertumbuhan ekonomi.
Pada titik ini, pemerintah harus menyadari bahwa menyediakan tempat penitipan anak yang berkualitas dan terjangkau akan membawa banyak manfaat bagi negara. Bahkan, Bank Dunia juga menunjukkan bahwa investasi yang lebih besar dalam pendidikan anak usia dini akan berdampak positif ganda, yang meningkatkan keuntungan atas investasi di kemudian hari.
Selain menyisihkan sebagian kecil anggaran pendidikan untuk fasilitas penitipan anak, pemerintah dapat meminta bantuan sektor swasta. Tahun ini, total anggaran pendidikan adalah sekitar Rp665 triliun (atau $43,18 miliar dolar Amerika).
Jika ada kemauan politik yang cukup, mengembangkan sistem penitipan anak yang kuat tidak akan sulit. Bagaimana pun, kita tidak dapat menyerahkan masa depan negara kita hanya pada nasib.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.