Secara ekonomi, Afrika menjadi semakin menarik bagi ekonomi global, dan Indonesia tidak boleh bertindak sendiri. Melalui kerja sama dengan ASEAN, hasilnya akan lebih konkret dan masif dalam hal kualitas dan kuantitas.
alah satu pencapaian utama kebijakan luar negeri yang dengan bangga dapat diwariskan oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo kepada penggantinya, Prabowo Subianto, adalah kemampuannya mempertahankan, dan bahkan memperkuat, peran utama Indonesia dalam hubungan antara negara-negara Asia dan Afrika. Indonesia adalah anggota inti dari Global South, sebuah organisasi yang terdiri dari negara-negara berkembang.
Global South, yang dikaitkan dengan Kelompok 77 yang anggotanya 130 negara, serta Gerakan Non-Blok (GNB) yang beranggotakan 120 negara, telah terkenal luas. Dua organisasi tersebut memainkan peran penting selama sesi-sesi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, terutama saat pemungutan suara.
Indonesia secara konsisten menjadi anggota terkemuka di kelompok tersebut, bahkan sampai batas tertentu telah diterima sebagai juru bicara informal. Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Asia-Afrika pada 1955, yang mencetuskan GNB. Pada 1992, Indonesia menjadi tuan rumah KTT GNB di Jakarta.
Pengaruh dan kekuatan Indonesia tercermin kuat dari antusiasme ratusan peserta Afrika, mulai dari kepala pemerintahan hingga menteri dan pengusaha, yang datang ke Bali. Mereka menghadiri Forum Indonesia-Afrika (IAF) di Pulau Dewata pada Senin 2 September. Daya pikat pulau pariwisata tersebut tidak diragukan lagi menjadi faktor yang menarik kehadiran mereka.
Presiden Jokowi membuka Forum Tingkat Tinggi Kemitraan Multipihak (High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnership atau HLF MSP) sekaligus IAF yang kedua. Forum pertama telah diselenggarakan pada 2018. Presiden menegaskan kembali komitmen pemerintahnya untuk memainkan peran utama dalam menyuarakan aspirasi dan kepentingan negara-negara berkembang. Hal-hal itulah yang sering kali dikesampingkan oleh negara-negara kaya dan negara industri.
Dalam pidato pembukaannya, Presiden menunjukkan pentingnya arah dan visi baru, strategi baru, serta langkah-langkah strategis baru, untuk mencapai pembangunan yang lebih adil dan inklusif bagi negara-negara berkembang.
Indonesia selalu ambil bagian dalam solusi global, membela kepentingan negara-negara berkembang, dan berperan sebagai jembatan penghubung dalam perjuangan global untuk kesetaraan, keadilan, dan solidaritas. Sudah menjadi sifat dasar Indonesia untuk bertindak sebagai corong negara-negara berkembang saat berurusan dengan negara-negara industri.
Dan, khas Jokowi, ia membanggakan hasil kerja sama antara Indonesia dan benua Afrika. IAF tahun ini mencatat kesepakatan bisnis senilai US$3,5 miliar, enam kali lipat dari angka kesepakatan pada IAF pertama pada 2018.
Tahun depan, Indonesia akan merayakan ulang tahun ke-70 Konferensi Asia-Afrika. Sebagai Presiden, Prabowo akan memimpin peringatan 70 tahun peristiwa bersejarah tersebut. Dapat dikatakan bahwa pertemuan di Bali berfungsi sebagai persiapan awal untuk pertemuan puncak peringatan di Bandung tahun depan. Saat itulah, negara ekonomi raksasa di Asia, seperti Tiongkok dan Jepang, akan ambil bagian. Mereka tetap ikut, meskipun sudah bukan lagi negara berkembang.
Para pemimpin Indonesia, kecuali presiden pertama Sukarno, selalu memilih "jalan tengah", atau keterlibatan yang konstruktif, dalam melaksanakan kebijakan luar negeri "bebas dan aktif" negara ini. Dalam paham kebijakan yang kita anut tersebut, Indonesia selalu mencari pendekatan yang moderat dan kolaboratif, meskipun sering kali mengambil sikap yang berani. Pendekatan ini terbukti produktif.
Secara ekonomi, Afrika menjadi lebih menarik bagi ekonomi global dan Indonesia tidak boleh bertindak sendiri. Melalui kerja sama dengan ASEAN, hasilnya akan lebih konkret dan masif dalam hal kualitas dan kuantitas.
ASEAN yang beranggotakan sepuluh negara, bersama dengan Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru, telah membentuk Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership atau RCEP). RCEP merupakan salah satu perjanjian perdagangan bebas utama dunia yang mengikat secara hukum.
Sementara itu, Afrika juga memiliki Kawasan Perdagangan Bebas Benua Afrika (African Continental Free Trade Area atau AfCFTA) yang punya kekuatan hukum. Beranggotakan 54 negara, PDB gabungan AfCFTA sebesar $3,4 triliun dolar Amerika. Perjanjian perdagangan bebas ini akan mempercepat akses perdagangan ke pasar Pan-Afrika.
RCEP dan AfCFTA dapat bekerja sama lebih erat untuk memajukan hubungan ekonomi antara kedua benua, dan ASEAN harus mengambil inisiatif untuk mewujudkannya.
Prabowo telah memperjelas niatnya untuk memaksimalkan peran dan peluang Indonesia, sebagai negara menengah, agar menjadi negara yang lebih menentukan dalam urusan global. KTT peringatan Asia-Afrika tahun depan akan menjadi titik awal yang baik.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.