TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Pemilik sah artefak

Betulkah kita pemilik sah artefak-artefak ini, bukanlah hal yang perlu diperdebatkan. Yang masih jadi pertanyaan adalah jika kita mempu melestarikan benda-benda tersebut.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Sat, September 28, 2024 Published on Sep. 27, 2024 Published on 2024-09-27T09:36:12+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Pemilik sah artefak Officials examine one of the 1,500 artifacts returned to Indonesia from the Nusantara Museum in Delft, Netherlands, at the National Museum in Jakarta. (Instagram/@museum_nasional_indonesia)
Read in English

K

ita harus menyambut baik kesepakatan terbaru dengan Belanda. Mereka bersedia memulangkan ratusan artefak Indonesia yang diambil selama 300 tahun era kolonial Belanda. Kami mendorong pemerintah dan masyarakat untuk melakukan upaya yang lebih serius dalam menangani aset yang tak ternilai ini, demi generasi mendatang.

Pemerintah Belanda telah sepakat untuk mengembalikan 288 benda budaya ke Indonesia. Kesepakan dicapai selama pertemuan antara Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Belanda Eppo Bruins dan Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia. Pertemuan terlaksana di Amsterdam, pekan lalu.

Bruins mengatakan bahwa keputusan itu mengikuti rekomendasi dari Komite Koleksi Kolonial Belanda untuk memulangkan artefak Indonesia yang "tidak seharusnya ada di Belanda."

Di antara benda-benda budaya tersebut, terdapat empat patung dewa Hindu-Buddha Bhairava, Nandi, Ganesha, dan Brahma. Dipercaya berasal dari kerajaan Singasari di Jawa Timur pada abad ke-13, benda-benda tersebut dibawa ke Belanda pada paruh pertama abad ke-19.

Objek budaya lainnya termasuk senjata, koin, perhiasan, dan tekstil dari Tabanan dan Badung di Bali. Benda-benda tersebut dijarah setelah perang Puputan Badung. Perang itu merupakan pertempuran antara pejuang Bali dan pasukan kolonial Belanda yang terjadi pada 20 September 1906.

Sebelumnya, pemerintah Belanda telah mengembalikan 1.500 artefak bersejarah, yang sebelumnya disimpan di Museum Nusantara di Delft, Belanda. Pengembalian dilakukan setelah dibuat kesepakatan pada 2016. Museum tersebut ditutup pada 2013 karena kesulitan keuangan dan telah menawarkan untuk menyerahkan sekitar 12.000 artefak ke Indonesia. Saat itu, Jakarta memilih untuk menerima hanya 1.500 artefak.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Kumpulan artefak terbaru diharapkan tiba di Indonesia pekan depan. Kiriman tersebut akan dipamerkan di Museum Nasional. Pemerintah berencana membuka pameran mulai 17 Oktober.

Museum Nasional Jakarta saat ini ditutup untuk umum, karena proyek renovasi setelah kebakaran melanda enam ruangan dan merusak lebih dari 800 karya pada September tahun lalu. Museum ini dijadwalkan dibuka kembali pada 15 Oktober.

Di situlah letak ironinya.

Indonesia, di antara banyak negara jajahan lainnya, bersikeras tentang pemulangan artefak yang dijarah. Namun, di sisi lain, negara ini telah menunjukkan ketidakmampuan merawat benda-benda bersejarah tersebut.

Kebakaran Museum Nasional telah memicu kekhawatiran tentang kapasitas dan komitmen kita untuk melindungi museum. Anggaran untuk melestarikan museum dan koleksinya di seluruh negeri sangat minim. Sama minimnya dengan kesadaran masyarakat tentang perlindungan warisan budaya. Sementara itu, pencurian benda-benda bersejarah untuk keuntungan pribadi terus merajalela.

Bahwa sebuah bangunan seperti Museum Nasional dapat terbakar karena kerusakan listrik sungguh hal yang mengikis rasa percaya diri. Dan kecelakaan malang ini terjadi di museum yang dijuluki sebagai yang terbesar, tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh Asia Tenggara.

Betulkah kita pemilik sah artefak-artefak ini, bukanlah hal yang perlu diperdebatkan. Yang masih jadi pertanyaan adalah kemampuan kita melestarikan benda-benda tersebut.

Artefak-artefak yang berharga ini seharusnya berada di tangan pihak yang terpercaya. Sayangnya, saat ini, kita tidak yakin pihak kita sendiri bisa bersikap demikian.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.