TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Harga demokrasi

Jokowi mengklaim, fakta bahwa masyarakat masih bisa mengkritiknya di media sosial adalah bukti kesehatan demokrasi Indonesia.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Wed, October 16, 2024 Published on Oct. 15, 2024 Published on 2024-10-15T17:17:41+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Harga demokrasi President Joko Widodo (left), accompanied by Defense Minister and president-elect for 2024-2029 Prabowo Subianto (right), rides in a vehicle on Oct. 14, 2024, to participate in the award ceremony of the honorary medal for public security and safety of Loka Praja Samrakshana at Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, West Java. President Jokowi received the honorary medal of public security and safety of Loka Praja Samrakshana as a form of appreciation from the National Police for his role in the development of the Bhayangkara Corps organization. (Antara Foto/Muhammad Adimaja)
Read in English

Medio Juli lalu, ketika ditanya tentang kemunduran demokrasi di Indonesia, Presiden Joko "Jokowi" Widodo menanggapi dengan tenang. Ia katakan bahwa demokrasi masih hidup dan sehat di negara ini, dengan menunjuk pemilihan umum yang teratur sebagai buktinya.

Presiden yang akan lengser itu juga mengutip fakta bahwa orang-orang masih bisa mengkritiknya di media sosial. Menurutnya hal tersebut membuktikan lebih lanjut tentang kesehatan demokrasi Indonesia.

Pernyataan pertama akan menjadi argumen yang meyakinkan jika kesejahteraan demokrasi dinilai hanya berdasarkan adanya lembaga dan prosedur.

Namun, demokrasi tidak bergantung hanya kepada lembaga dan prosedur saja.

Demokrasi hanya dapat berkembang jika terjadi persaingan sehat di antara lembaga. Fungsi pengawasan dan penyeimbang, checks and balances, berlaku dalam sistem politik.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Presiden Jokowi, terutama dalam lima tahun terakhir pemerintahannya, secara sadar telah melakukan upaya, bahkan bisa disebut sebagai sistematis, untuk melemahkan fungsi pengawasan untuk saling mengontrol dan saling menyeimbangkan kekuasaan tersebut.

Salah satu keuntungan terbesar dari reformasi adalah bahwa sistem politik Indonesia diatur sedemikian rupa sehingga cabang eksekutif, legislatif, dan yudikatif pemerintah dapat berjalan secara independen.

Dalam lima tahun terakhir, cabang eksekutif telah mengambil langkah untuk mempersulit pelaksanaan fungsi kontrol dan penyeimbang. 

Dengan daya tarik berupa jabatan di pemerintahan, Presiden Jokowi berhasil mengumpulkan lebih dari 80 persen kursi di DPR menjadi satu koalisi. Hal ini secara efektif membunuh setiap kemungkinan perbedaan pendapat dan oposisi terhadap pemerintahannya.

Dan tanpa oposisi di DPR, Presiden Jokowi dapat memaksakan beberapa inisiatif kebijakan yang kontroversial. Contohnya adalah pengesahan Omnibus Law serta undang-undang pembangunan ibu kota baru di Kalimantan, hingga amandemen undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Amandemen UU KPK kemudian menempatkan lembaga antikorupsi di bawah pengawasan langsung presiden.

Sebagai lembaga yang tangguh dan dibanggakan atas independensinya, KPK secara efektif telah menangani kasus-kasus korupsi besar di jantung sistem politik Indonesia. Lembaga tersebut menangkap para politisi, bahkan beberapa politisi paling senior, termasuk seorang ketua DPR yang juga menjabat sebagai pemimpin salah satu partai politik terbesar di negara ini.

Korupsi telah mengorbankan kualitas demokrasi Indonesia dan KPK dapat memberikan kontribusi yang jauh lebih besar bagi perjalanan demokrasi Indonesia. Syaratnya jika di awal masa jabatan keduanya, Presiden Jokowi tidak merusak independensi lembaga itu.

Korban lain dalam upaya membangun supremasi bagi cabang eksekutif pemerintah adalah Mahkamah Konstitusi (MK). Lembaga ini merupakan salah satu lembaga hasil era reformasi yang paling dihormati, yang bertugas mengendalikan perluasan kekuasaan legislatif dan eksekutif.

Akhir tahun lalu, intrik politik memaksa MK mengeluarkan putusan yang kemudian digunakan untuk membenarkan proses naiknya putra Presiden Jokowi. Sang putra lalu menduduki jabatan politik tertinggi kedua di negara ini.

Serangan terhadap MK juga telah menimbulkan perdebatan tentang kurangnya etika dalam politik. Pasalnya, politisi hanya berpegang pada proses hukum formal untuk mencari kekuasaan dengan sedikit memperhatikan kesopanan dan batas hak milik.

Dan menjelang berakhirnya masa jabatan kedua Presiden Jokowi, hampir tidak ada organisasi yang luput dari upayanya untuk menerapkan kontrol dan disiplin.

Pada Agustus tahun ini, Airlangga Hartarto dipaksa mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua Umum Golkar. Ia lalu digantikan oleh tangan kanan Presiden. Hanya beberapa minggu kemudian, Arsyad Rasjid mengalami nasib serupa. Ia dipaksa mundur untuk memberi jalan bagi pemimpin yang didukung oleh Presiden yang akan pensiun.

Dalam beberapa minggu terakhir, tim hubungan masyarakat Presiden Jokowi telah menggembar-gemborkan keberhasilan pemerintahan sang presiden. Mereka menyampaikan hal mulai dari memberantas korupsi ekstrem hingga membangun lebih banyak infrastruktur yang menghubungkan daerah-daerah terpencil di negara ini.

Tidak ada yang akan membantah klaim itu. Namun, tidak boleh juga ada yang melupakan terjadinya perubahan negatif yang signifikan.

Kemunduran demokrasi adalah harga yang terlalu mahal untuk dibayar.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.