Bantuan asing merupakan salah satu alasan mengapa AS pernah dianggap sebagai salah satu negara hebat, bahkan yang paling hebat.
Keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk meninjau semua program bantuan asing kemungkinan akan merusak reputasi global AS. Dan rusaknya reputasi itu akan berlawanan dengan slogan kampanye pemilihan Trump yang terkenal "Make America Great Again". Membuat Amerika jadi hebat lagi.
Bagi negara-negara besar seperti AS, bantuan asing telah menjadi alat yang efektif dan murah untuk memperluas pengaruh di seluruh dunia, dibandingkan dengan bantuan militer. Dengan melepaskan diri dari sebagian besar negara-negara berkembang, jika memangkas program bantuan asing, AS akan kehilangan dukungan dan pengaruh.
Seminggu setelah pelantikan Trump, Menteri Luar Negeri Marco Rubio dari kantornya memerintahkan penghentian sementara semua bantuan asing selama 90 hari. Penghentian dilakukan sambil menunggu hasil peninjauan, yang bertujuan untuk memastikan bahwa uang bantuan tidak saja dibelanjakan secara efektif, tetapi juga sesuai nilai-nilai "konservatif" yang mewakili pemerintahan baru.
Rubio tidak menangguhkan program pemberian makanan dan bantuan militer untuk Israel dan Mesir, juga beberapa program kemanusiaan penting lain yang besar pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat. Namun, secara umum, sebagian besar program bantuan telah dibekukan untuk tiga bulan ke depan.
Seandainya nanti akhirnya perintah penghentian dicabut, dapat kita perkirakan total pendanaan yang akan dipotong.
Yang sudah hampir pasti akan dihentikan adalah program-program yang mewakili nilai-nilai "liberal". Program yang demikian, misalnya, yang terkait dengan aborsi dan keluarga berencana, promosi keberagaman, kesetaraan, dan inklusi, khususnya pada perempuan dan komunitas LGBTQ. Mengingat pandangan sinis Trump tentang pemanasan global, hampir dapat dipastikan ia akan menghentikan program-program yang menangani perubahan iklim dan keadilan iklim.
Pada 2023, pemerintah AS memberi bantuan luar negeri senilai 68 miliar dolar Amerika kepada 204 negara atau wilayah. Jumlah negara sebanyak itu, artinya nyaris meliputi seluruh dunia. Namun, Trump akan jadi bersalah jika menyetujui tuntutan populis dari basis pendukungnya, untuk mengalokasikan kembali uang bantuan luar negeri ke program-program pengeluaran di dalam negeri.
Pertama, uang tersebut hanya mencakup 0,22 persen dari produk domestik bruto (PDB), yang jauh di bawah 0,7 persen yang diamanatkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Luksemburg, Norwegia, Denmark, dan Swedia termasuk di antara sedikit negara yang menyumbang lebih dari batas tersebut.
Yang lebih penting, jumlah yang sedikit itu telah membantu AS memperluas pengaruhnya secara global. Dan itulah yang jadi salah satu alasan mengapa AS pernah dianggap sebagai salah satu negara hebat, jika bukan yang paling hebat. Jika niat Trump sekarang adalah untuk merebut kembali posisi itu, memangkas bantuan luar negeri tentu saja merupakan pilihan cara yang salah.
Bukan berarti negara penerima, yang sebagian besar adalah negara-negara berkembang, tidak berterima kasih atas bantuan tersebut.
Indonesia adalah salah satu penerima manfaat dari program bantuan luar negeri AS. Negeri ini menerima 233 juta dolar pada 2023. Dana itu digunakan untuk program pembiayaan militer asing, program energi berkelanjutan, program penanggulangan TB, kegiatan pengairan di perkotaan, dan banyak lainnya. Sebagian besar dana mengalir ke organisasi masyarakat sipil yang mempromosikan pembangunan, demokrasi, keadilan, dan hak asasi manusia.
Uang yang mengalir selama transisi Indonesia menuju demokrasi pada pergantian milenium lebih banyak lagi. Demikian juga saat krisis keuangan Asia pada tahun 1990-an sebelumnya. Tahun-tahun itu merupakan tahun yang kritis bagi Indonesia dan kita bertahan berkat kemurahan hati pemerintah asing, termasuk AS, serta para donor internasional.
Perintah Rubio untuk membekukan sementara program bantuan luar negeri AS telah merugikan jutaan orang di seluruh dunia yang telanjur bergantung pada program tersebut. Kini pemerintah dan organisasi masyarakat sipil harus bersiap menghadapi kemungkinan bahwa banyak program yang akan dihentikan karena alasan ekonomi atau politik.
Para penerima dana seharusnya sudah mencari sumber pendanaan alternatif. Jika ini akan menjadi tren di negara-negara donor lain, mereka harus mulai mencari sumber daya internal mereka dan menjadi lebih mandiri. Bantuan luar negeri bagaimana pun tidak pernah dimaksudkan untuk bersifat permanen.
Pada akhirnya, bantuan sebagai alat kebijakan luar negeri telah melayani pemerintah pemberi uang dengan lebih banyak, dan bukan untuk kepentingan negara atau masyarakat penerima. Uang selalu datang dengan syarat, beberapa syaratnya lebih ketat dan yang lainnya agak longgar. Namun, prinsipnya tetap, bantuan itu tidak pernah gratis.
Trump punya hak untuk menuntut lebih banyak keuntungan uang dari setiap dolar yang dibelanjakan pemerintahnya untuk bantuan luar negeri. Tapi, negara-negara penerima tidak harus menyerah pada tuntutan politik yang ketat. Meski begitu, jika AS mendapati bahwa negaranya kehilangan kekuatan dan pengaruh secara global, maka kita tahu alasannya.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.