TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Reformasi asuransi yang berisiko

Alasan utama yang mendasari peraturan tersebut adalah demi memastikan keberlanjutan finansial perusahaan asuransi kesehatan. Perusahaan-perusahaan tersebut tengah berjuang menghadapi meningkatnya klaim di tengah melonjaknya biaya medis.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Tue, June 17, 2025 Published on Jun. 16, 2025 Published on 2025-06-16T13:30:41+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
A screen at the lobby of Cipto Mangunkusumo Central General Hospital (RSCM) in Jakarta shows pictures of the telerobotic surgery to remove cyst from a patient's kidney on Aug. 30, 2024. The lead doctor in the procedure, urological surgeon Ponco Birowo, led the surgery from Denpasar, Bali, while the patient was in the surgical theater in Jakarta. A screen at the lobby of Cipto Mangunkusumo Central General Hospital (RSCM) in Jakarta shows pictures of the telerobotic surgery to remove cyst from a patient's kidney on Aug. 30, 2024. The lead doctor in the procedure, urological surgeon Ponco Birowo, led the surgery from Denpasar, Bali, while the patient was in the surgical theater in Jakarta. (JP/Elly Burhaini Faizal )
Read in English

 

Tidak seorang pun merasa gembira jika diharuskan membayar sesuatu yang pernah mereka terima secara gratis. Tak heran, peraturan baru yang mengharuskan pemegang polis asuransi kesehatan untuk menanggung sebagian biaya perawatan mereka, biaya yang sebelumnya ditanggung sepenuhnya oleh pihak asuransi, telah memicu reaksi keras dari kelompok advokasi konsumen. Reaksi juga tampak di media sosial.

Keributan terjadi setelah penerbitan Surat Edaran No. 7/2025 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 19 Mei. Peraturan ini secara efektif melarang program asuransi kesehatan yang menanggung 100 persen biaya medis. Mulai 1 Januari 2026, semua polis baru harus mencakup coinsurance, yang berarti pasien akan diminta untuk membayar setidaknya 10 persen, dari tagihan medis berupa rawat inap dan rawat jalan.

Polis yang sudah ada akan tetap berlaku hingga kedaluwarsa. Namun, polis dengan rencana perlindungan yang perlu diperbarui setiap tahun harus mematuhi aturan baru tersebut paling lambat mulai akhir tahun depan.

Contoh perhitungannya, misalnya, jika tercantum biaya pemeriksaan oleh dokter spesialis yang saat ini mungkin ditanggung penuh oleh perusahaan asuransi Anda seharga Rp 1 juta (US$61,35), peraturan baru mengharuskan Anda menanggu sendiri biaya sebesar Rp100.000. Bagi pasien yang mengandalkan asuransi untuk perawatan berkelanjutan seperti perawatan gigi, koreksi indra penglihatan, atau pemeriksaan kehamilan, hal ini dapat menimbulkan beban keuangan yang signifikan seiring waktu.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyambut baik perubahan tersebut. Mereka menyebut perubahan aturan sebagai langkah yang diperlukan untuk mengurangi beban keuangan pada perusahaan asuransi. Dalam aturan itu tercatat bahwa OJK telah membatasi biaya yang harus ditanggung sendiri maksimal sebesar Rp300.000 per klaim rawat jalan dan Rp3 juta untuk klaim rawat inap. Batasan tersebut mereka yakini akan meringankan dampak yang dirasakan oleh para pemegang polis.

Namun, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) berbeda pendapat. Menurut mereka, kebijakan tersebut mengalihkan terlalu banyak tanggung jawab keuangan kepada pelanggan, dengan memprioritaskan kepentingan industri dan bukan menempatkan prioritas pada kesejahteraan publik. 

OJK sendiri mengakui bahwa alasan utama dikeluarkannya regulasi tersebut adalah untuk memastikan keberlanjutan finansial perusahaan asuransi kesehatan. Perusahaan-perusahaan tersebut tengah berjuang menghadapi meningkatnya klaim, di tengah melonjaknya biaya medis yang sering kali naik menjadi dua hingga tiga kali lebih cepat jika dibandingkan dengan inflasi umum. Regulator juga menyoroti masalah "moral hazard". Maksudnya, kondisi ketika pasien mungkin mencari perawatan yang tidak diperlukan hanya karena mereka tidak menanggung biayanya. Padahal perawatan itu menyebabkan pembayaran klaim yang lebih tinggi.

Bagaimana pun, para kritikus memperingatkan bahwa persyaratan coinsurance dapat menyebabkan semakin banyak orang Indonesia yang enggan membeli asuransi kesehatan. Hal itu merupakan masalah serius di negara dengan tingkat perlindungan yang sangat rendah. Aturan baru bisa juga melipatgandakan jumlah pembatalan polis, karena beberapa pemegang polis mungkin memilih untuk tidak memperbarui polis mereka.

Pada 2022, menurut Swiss Re., penetrasi asuransi Indonesia hanya 1,4 persen, jauh di bawah rata-rata global sebesar 6,8 persen. Data ASEAN Insurance Council menunjukkan tren serupa, menempatkan Indonesia jauh di bawah rata-rata Asia Tenggara, sebesar 3 persen, dan di bawah Singapura yang sebesar 8,9 persen. Rendahnya penetrasi asuransi ini diperparah oleh skandal-skandal besar, seperti bangkrutnya perusahaan asuransi Jiwasraya dan Bumiputera, yang telah mengikis kepercayaan publik.

AAJI berpendapat bahwa coinsurance mungkin merupakan berkah tersembunyi. Menurut mereka, lonjakan klaim akibat inflasi biaya medis yang tinggi telah memaksa perusahaan asuransi untuk menaikkan premi. Mereka mengklaim bahwa, tanpa coinsurance, premi bisa menjadi tidak terjangkau bagi banyak orang. Dengan mengurangi risiko perusahaan asuransi, asosiasi percaya bahwa coinsurance dapat membantu menjaga premi tetap rendah, sehingga mengimbangi beban tambahan yang menjadi tanggungan pemegang polis.

Namun, kendalanya adalah tidak ada aturan yang mengikat, yang memastikan bahwa perusahaan asuransi akan menurunkan premi setelah mandat coinsurance dilaksanakan.

OJK telah mengambil langkah berani untuk menjaga perusahaan asuransi tetap bertahan dalam jangka pendek. Namun, dalam jangka panjang, baik regulator maupun industri harus berbuat lebih banyak agar meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa aturan untuk membayar sebagian dari biaya adalah demi kepentingan mereka sendiri. Industri asuransi juga harus memastikan bahwa hak-hak konsumen dilindungi secara konsisten, terutama mengingat kasus-kasus sebelumnya yang mengakibatkan kerugian besar bagi banyak pemegang polis.

Tanpa upaya bersama untuk membangun kembali kepercayaan dan mencegah skandal di masa mendatang, persyaratan coinsurance berisiko membuat industri asuransi terjebak dalam masalah rendahnya penetrasi asuransi di masyarakat, seperti yang mereka hadapi selama bertahun-tahun. Bisa juga angka pembeli polis menjadi lebih rendah lagi. 

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.