Can't find what you're looking for?
View all search resultsCan't find what you're looking for?
View all search resultsKTT RCEP kini lebih penting dari sebelumnya, karena lanskap ekonomi global semakin terfragmentasi, ditandai oleh meningkatnya proteksionisme serta tren yang berorientasi ke dalam negeri.
Pepatah “gajah di pelupuk mata tak nampak, sedang semut di seberang lautan jelas terlihat” menjadi pengingat penting bagi pemerintah Indonesia. Sementara secara intensif mencari sumber pertumbuhan ekonomi baru di tengah perang tarif antara Amerika Serikat dan Tiongkok, pemerintah seolah mengabaikan senjata ampuh yang sudah dimiliki Indonesia, yaitu Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (The Regional Comprehensive Economic Partnership atau RCEP).
Meskipun Indonesia menjadi anggota perjanjian perdagangan bebas terbesar di dunia, kemajuan dalam penerapan sebagian besar kesepakatan yang mengikat secara hukum di negara ini belum banyak terdengar. Apalagi, pemerintah tampaknya mencari alternatif lain.
Presiden Prabowo Subianto, misalnya, segera mengajukan permohonan keanggotaan yang tidak mengikat di BRICS. Kelompok itu kini beranggotakan Brasil, Rusia, India, Tiongkok, Afrika Selatan, Mesir, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab, ditambah Indonesia yang bergabung pada 6 Januari lalu. Indonesia juga telah mendaftar untuk perjanjian Kemitraan Trans-Pasifik yang Komprehensif dan Progresif (Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership atau CPTPP) yang dikomandoi Jepang. Anggota CPTPP saat ini adalah 12 negara, dan Tiongkok pun telah mengajukan permohonan jadi anggota.
Meskipun BRICS dan CPTPP menawarkan fasilitas ekonomi jangka panjang yang sangat menjanjikan bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, saat ini manfaat dari keanggotaan di dua kelompok itu sebagian besar masih bersifat teoritis.
Oleh karena itu, kami mendesak Presiden Prabowo untuk menginstruksikan menteri ekonomi dan menteri luar negeri untuk segera menindaklanjuti pembahasannya dengan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, baru-baru ini, mengenai RCEP. Pakta perdagangan bebas yang signifikan ini masih belum aktif sejak mulai berlaku pada 1 Januari 2022.
Presiden harus memprioritaskan upaya kebijakan luar negeri untuk menarik perhatian 10 pejabat tertinggi di negara-negara anggota ASEAN agar fokus pada RCEP. RCEP sendiri, bagi Indonesia, pada dasarnya masih merupakan perjanjian di atas kertas, meskipun sudah mengikat secara hukum bagi 15 negara anggotanya. Anggota RCEP adalah semua negara ASEAN, ditambah Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.
Oktober mendatang, dua agenda besar KTT ASEAN dan dialog dengan mitra di Malaysia memberi kesempatan emas bagi Prabowo dan Anwar untuk mendorong agenda RCEP mereka. Kedua pemimpin ASEAN telah sepakat akan memanfaatkan KTT ini untuk secara kolaboratif mewujudkan perjanjian ekonomi global.
Para pemimpin negara anggota RCEP, termasuk Presiden Tiongkok Xi Jinping, Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba, Presiden Korea Selatan Lee Jae-myung, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, dan Perdana Menteri Selandia Baru Christopher Luxon, akan hadir di acara ASEAN tersebut.
Meskipun cakupan RCEP sangat besar dan sangat menjanjikan, potensinya belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karena itu, konferensi tingkat tinggi merupakan waktu yang tepat untuk membahas masalah tersebut. Pertemuan ini sekarang sangat penting, karena lanskap ekonomi global semakin terfragmentasi dan ditandai oleh meningkatnya proteksionisme serta tren yang berorientasi ke dalam negeri.
KTT para pemimpin di Kuala Lumpur akan menjadi tempat utama untuk koordinasi tingkat tinggi. Di sana memungkinkan untuk mempertegas norma-norma perdagangan bersama serta kesatuan pendirian, untuk mempertahankan perdagangan terbuka menghadapi kekuatan proteksionis yang semakin berkembang ini. Langkah ini memang tentang memanfaatkan pengaruh kolektif seluruh kawasan Asia-Pasifik.
Presiden Prabowo harus menginstruksikan Menteri Luar Negeri Sugiono untuk bekerja sama dengan mitranya dari Malaysia, Mohamad Hasan. Selama pertemuan menteri luar negeri ASEAN minggu depan dan Forum Regional ASEAN (ARF) di Kuala Lumpur, mereka harus memulai diskusi tentang RCEP dengan rekan-rekan mereka di ASEAN. Agenda mereka harus mencakup langkah-langkah konkret bagi kelompok regional tersebut demi mewujudkan manfaat nyata dari RCEP.
Dalam hal ini, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menjadi sosok penting. Ia adalah anggota kabinet yang paling tahu mengenai RCEP, karena telah mewakili Indonesia dari negosiasi awal hingga kesepakatan akhir pada 2022. Adalah Airlangga yang baru-baru ini mengungkapkan kesepakatan antara Prabowo dan Anwar, selama pertemuan bilateral mereka di Jakarta pada 27 Juni lalu, untuk meningkatkan kolaborasi strategis antara ASEAN dan mitra utama lainnya.
Secara kolektif, 15 negara anggota RCEP mewakili 30 persen PDB global (25,8 triliun dolar Amerika), 30 persen perdagangan global, dan pasar yang sangat besar dengan lebih dari 2,3 miliar orang. Potensinya yang sangat besar menjanjikan peningkatan pendapatan sekitar 653 miliar dolar di seluruh wilayah pada 2030.
Kami mendesak Presiden Prabowo untuk secara aktif mengejar dan mewujudkan manfaat konkret RCEP. Mengetahui keterbukaan Presiden terhadap ide-ide yang membangun, kami yakin ia akan mempertimbangkan seruan ini.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.