Can't find what you're looking for?
View all search resultsCan't find what you're looking for?
View all search resultsBanyak pihak menganggap kondisi ekonomi kita saat ini tidak normal, juga tidak sehat.
Pemulihan ekonomi diperkirakan tidak akan terwujud sebelum paruh kedua tahun ini. Karena itu, banyak pihak yang terkejut ketika pekan lalu muncul data yang menunjukkan bahwa pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia meningkat pesat hingga mencapai 5,12 persen pada kuartal kedua.
Banyak ekonom telah memprediksi terjadinya perlambatan lebih jauh pada kuartal kedua, setelah kuartal pertama yang mengecewakan.
Bagaimana pun, pemerintah telah menunjukkan bahwa kuartal kedua sebagai kuartal yang perlu diperhatikan, setelah pemotongan anggaran kementerian dan belanja pemerintah lainnya secara signifikan mendorong turunnya pertumbuhan PDB. Angka pertumbuhan PDB menjadi 4,87 persen year-on-year (yoy) pada periode Januari hingga Maret.
Sekarang pemerintah merasa penilaian tersebut terbukti benar, dan target pertumbuhan ekonomi setahun penuh sebesar 5,2 persen pada 2025 tampaknya dapat dicapai. Namun, banyak juga ketergantungannya pada lingkungan global, yang hingga saat ini prospeknya masih tidak bisa dipastikan.
Angka terbaru ini sejalan dengan tingkat pertumbuhan PDB yang sudah lazim di Indonesia. Angka 5 persen, atau sedikit lebih, dianggap normal dan sehat bagi ekonomi negara kita, negara berkembang, selama dua dekade terakhir.
Namun, banyak pihak menganggap kondisi ekonomi kita saat ini tidak normal, juga tidak sehat.
Perbedaan besar antara angka PDB resmi dan kesan yang terlihat di lapangan mungkin sebagian dapat dijelaskan oleh faktor-faktor pendorong PDB.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), proyek infrastruktur publik dan paket stimulus pemerintah demi mendorong belanja rumah tangga memainkan peran utama dalam mendukung output ekonomi pada kuartal kedua.
Idealnya, kita ingin lebih banyak dorongan datang dari investasi sektor swasta dan belanja konsumen sewajarnya, yang tidak perlu diberi insentif melalui diskon. Karena dalam ekonomi yang digerakkan oleh pasar, kedua faktor tersebut masing-masing mencerminkan kepercayaan investor dan konsumen.
Peran negara akan difokuskan pada pembentukan kondisi yang mendukung, alih-alih secara langsung mendorong permintaan melalui intervensi skala besar.
Penurunan investasi asing langsung (foreign direct investment atau FDI) hampir 7 persen (yoy) pada kuartal kedua tampaknya bertentangan dengan kondisi ekonomi yang sehat. Bahkan tetap bertentangan ketika memperhitungkan kondisi ekonomi global yang sulit.
Meskipun demikian, jika memang ada waktu bagi negara untuk mendorong investasi dan belanja konsumen, inilah saat yang tepat. Tidak ada salahnya pemerintah untuk sementara mengatasi kekurangan tersebut, selama kondisi fiskal tetap berkelanjutan.
Namun, akan ada perbedaan pendapat mengenai apakah pertumbuhan ekonomi yang dicapai melalui intervensi tersebut masih mencerminkan kondisi ekonomi yang sehat.
Kesenjangan antara perkiraan analis, yaitu pertumbuhan ekonomi sekitar 4,8 persen, dengan laporan PDB yang aktual, begitu lebar. Karena itu, beberapa pakar mendesak BPS untuk mempublikasikan secara lebih rinci perhitungan yang dilakukan hingga sampai pada angka pertumbuhan ekonomi 5,12 persen untuk kuartal kedua.
Para ekonom telah menunjukkan beberapa indikator ekonomi yang tampaknya bertentangan dengan hasil PDB. Salah satunya, Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Manager Index atau PMI) sektor manufaktur. PMI sektor tersebut berada dalam wilayah kontraksi yang dalam sepanjang kuartal kedua, sementara data PDB menunjukkan sektor manufaktur naik 5,69 persen yoy.
Pihak BPS tetap membenarkan laporan PDB-nya, dengan menunjukkan bahwa perhitungan tersebut mengikuti manual standar internasional.
Kepala BPS juga mengatakan kepada surat kabar ini bahwa salah satu pendorong utama pertumbuhan tersebut adalah konsumsi selama musim liburan Idul Fitri dan Idul Adha. Menurutnya, hari libur keagamaan lainnya, seperti Waisak dan Tahun Baru Islam, yang totalnya mencapai 40 hari pada kuartal tersebut berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi karena mendorong aktivitas perjalanan.
Kemungkinan ini terdengar masuk akal. Tetapi, lonjakan pembentukan modal tetap bruto (PMTB), yang mencerminkan investasi dalam aset tetap seperti bangunan, mesin, dan peralatan, menjadi 6,99 persen yoy, membuat banyak orang bertanya-tanya arah aliran investasi tersebut.
BPS menyatakan bahwa peningkatan paling signifikan terlihat pada pembelian mesin. Pertanyaannya: mesin apa dan untuk proyek apa?
Meskipun detail seperti itu biasanya tidak disertakan dalam laporan yang dipublikasikan, dalam kasus ini, akan lebih baik jika detail-detail itu disajikan. Hal ini mengingat adanya kesenjangan yang lebar terkait kondisi perekonomian, antara laporan dan persepsi publik.
Ada banyak tekanan di seluruh negeri terkait prospek pekerjaan dan pendapatan. Karena itu, mengetahui bahwa investasi tumbuh dengan kuat, baik di sektor swasta atau publik, akan menenangkan banyak orang.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.