TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

China berpotensi jadi penghalang FTA bahan mineral kritis antara RI & AS

Divya Karyza (The Jakarta Post)
Jakarta
Mon, April 17, 2023

Share This Article

Change Size

China berpotensi jadi penghalang FTA bahan mineral kritis antara RI & AS This picture taken on March 30, 2019 shows a worker manning a furnace during the nickel smelting process at Indonesian mining company PT Vale's smelting plant in Soroako, South Sulawesi. (AFP/Bannu Mazandra)
Read in English

I

ndonesia menghadapi tantangan besar untuk bisa mendapatkan insentif dari paket subsidi energi bersih kendaraan listrik (EV) Amerika Serikat, karena selama ini Indonesia lebih condong kerja sama dengan China untuk mengembangkan produksi beberapa bahan mineral kritis.

AS telah mengeluarkan panduan baru untuk kredit pajak konsumen kendaraan listrik senilai $7.500 dolar Amerika dalam undang-undang kredit pajak inflation reduction rate (IRA), dengan beberapa persyaratan.

Agar bisa memperoleh setengah dari kredit, perlu presentase minimal bahan mineral kritis komponen baterai yang diekstraksi atau diproses di negara yang memiliki perjanjian kerja sama dengan AS (free trade agreement atau FTA). Insentif yang lain berlaku untuk komponen baterai yang diproduksi atau dirakit di Amerika Utara.

Para pebisnis Indonesia mencemaskan kebijakan tersebut, karena baterai EV yang diproduksi dengan menggunakan bahan mineral kritis dari Indonesia kemungkinan besar tidak memenuhi syarat untuk insentif pajak AS. Selama ini Indonesia tidak menandatangani FTA dengan AS.

Arya Rizqi Darsono, Ketua Komite Batubara dan Mineral Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), mengatakan kepada The Jakarta Post pada Rabu lalu bahwa tanpa insentif pajak, EV dan baterai yang diproduksi di dalam negeri akan mengalami kesulitan bertahan di pasar AS.

“Di satu sisi, produk kita akan jadi kurang kompetitif. Di sisi lain, pasar AS tidak punya banyak pilihan untuk produsen baterai dan kendaraan listrik,” katanya. “Kami harap pemerintah Indonesia dapat segera menyelesaikan masalah ini dengan pemerintah AS.”

Prospects

Every Monday

With exclusive interviews and in-depth coverage of the region's most pressing business issues, "Prospects" is the go-to source for staying ahead of the curve in Indonesia's rapidly evolving business landscape.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia, dan nikel merupakan material terpenting dalam rantai pasokan baterai kendaraan listrik. Beragam upaya dilakukan Indonesia, dengan memanfaatkan cadangan nikelnya, untuk mendatangkan investasi dari produsen EV dan baterai.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan kepada wartawan pada Senin lalu bahwa pemerintah akan mengusulkan FTA untuk beberapa mineral yang dikirim ke AS. Langkah tersebut akan diambil untuk memastikan perusahaan rantai pasokan EV di Indonesia mendapat keuntungan dari insentif pajak di bawah IRA.

Septian Hario Seto, deputi bidang koordinasi investasi dan pertambangan di kantor menkomarves, menambahkan bahwa FTA terbatas untuk Indonesia kemungkinan akan serupa dengan yang bulan Maret lalu telah ditandatangani AS dengan Jepang untuk perdagangan bahan mineral kritis. Menurut Septian, selain perjanjian untuk nikel, FTA terbatas akan mencakup aluminium, kobalt, tembaga, dan banyak mineral lainnya.

Rabu lalu, Ahmad Zuhdi Dwi Kusuma, analis industri pertambangan di Bank Mandiri mengatakan kepada The Jakarta Post bahwa mendapatkan FTA dengan Amerika menjadi tantangan besar, karena AS mengkhawatirkan dominasi China dalam investasi industri nikel Indonesia. Beberapa perusahaan China tercatat memiliki saham bahkan dan kepemilikan tambang di Indonesia.

“Indonesia perlu meninjau kebijakan bauran investasi di industri bahan mineral kritis,” katanya.

Ahmad menambahkan, Indonesia juga perlu meyakinkan AS tentang cadangan mineral dan keberlanjutan industrinya di Indonesia. Bagaimana pun, kesanggupan Indonesia memenuhi kebutuhan mineral sangat penting untuk bisa mendapatkan kesepakatan perdagangan bebas terbatas.

Sektor nikel Indonesia “sangat didominasi” oleh perusahaan China. Investasi dari China berperan cukup besar dalam membantu Indonesia mengembangkan industri hilir nikelnya.

Sejak Indonesia melarang ekspor bijih nikel pada 2020, banyak perusahaan China telah berinvestasi di fasilitas pemurnian, termasuk pabrik ektraksi nikel dan kobalt dari bijih ore menggunakan teknologi HPAL (high pressure acid leach) yang menghasilkan endapan hidroksida campuran, salah satu komponen baterai EV.

Data Kementerian Investasi menunjukkan bahwa tahun lalu China berada di peringkat kedua sumber investasi langsung asing yang terbesar di Indonesia.

Contemporary Amperex Technology Limited (CATL), pemasok Tesla dan produsen baterai EV terbesar di dunia, misalnya, telah bermitra dengan perusahaan milik negara di Indonesia dan menginvestasikan sekitar $6 miliar dolar Amerika dalam enam rencana proyek baterai.

Agar tetap memenuhi syarat untuk kredit pajak, ada dua aturan IRA yang mulai berlaku tahun depan, yaitu mewajibkan EV di pasar AS untuk tidak membuat atau merakit komponen baterai di “entitas asing yang perlu perhatian khusus”. Tahun berikutnya akan diberlakukan aturan tambahan bahwa EV yang dipasarkan di AS tidak mengandung bahan mineral kritis yang diekstraksi, diproses, atau didaur ulang oleh “entitas asing yang perlu perhatian khusus”.

Menurut para ahli, entitas asing yang disebutkan dalam IRA merujuk ke China, yang mendominasi sebagian besar rantai pasokan EV. Dominasi inilah yang ingin didobrak AS.

Dalam pernyataan pada 28 Maret, Arsjad Rasjid, Ketua Kadin, meminta AS bersikap adil kepada Indonesia. Menurutnya, Indonesia bisa menjadi pemasok utama baterai EV bagi AS. Bagaimana pun, AS membutuhkan baterai EV untuk mendukung agenda energi bersih yang dicanangkan negara itu.

Karena itu, dia berharap AS akan memilih untuk memberi Indonesia status yang setara seperti anggota Indo-Pacific Economic Framework (IPEF) lain, yaitu memiliki FTA penuh dengan AS.

Shinta Kamdani, wakil ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan kepada The Jakarta Post pada 4 April lalu bahwa Indonesia tidak dapat menolak investasi dari negara mana pun, karena Indonesia perlu mengembangkan industrinya dengan cepat. Karena itulah Indonesia menerima investasi China, yang segera memutuskan berinvestasi di Indonesia karena mengetahui banyaknya cadangan bahan mineral kritis di negara ini.

“Kita tidak bisa hanya bergantung pada satu negara. Kita juga perlu melakukan diversifikasi. Tidak mungkin mengharapkan investasi hanya dari satu negara saja,” kata Shinta.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.