Undang-undangan akan melarang tayangan kekerasan, perilaku “negatif”, dan gaya hidup “berbahaya”.
ara produser film dan pendukung ekonomi digital telah menyuarakan penolakan mereka terhadap pasal-pasal dalam rancangan undang-undang penyiaran. RUU penyiaran tersebut akan menempatkan platform streaming over-the-top (OTT) dan kontennya di bawah skema pemantauan ketat. Menurut banyak pihak, RUU dapat menghambat industri dan ekonomi digital Indonesia secara keseluruhan.
Para pelaku bisnis percaya bahwa RUU tersebut, akan memberlakukan birokrasi ekstra pada pembuatan konten, sehingga membatasi aktivitas platform digital. RUU merupakan upaya untuk merevisi UU Penyiaran tahun 2002.
Pasal 50E akan memberi kewenangan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengawasi semua platform penyiaran, termasuk OTT dan layanan streaming di dunia digital. Menurut RUU bertanggal 27 Maret yang dilihat The Jakarta Post, semua platform harus mematuhi standar yang ditetapkan oleh lembaga tersebut.
Pasal 50B RUU tersebut juga akan melarang konten yang menampilkan kekerasan, hal-hal mistis, LGBT serta “perilaku atau gaya hidup negatif yang berpotensi merugikan publik”. Pelanggaran akan dikenai sanksi denda atau pencabutan izin siaran.
Edwin Nazir, ketua Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi), menyatakan keprihatinannya bahwa KPI dapat mengambil pendekatan keras yang mirip sensor di televisi. Ia juga menyebut, jika disahkan, RUU tersebut merupakan “langkah regresif” bagi industri film dalam negeri.
Berbicara kepada The Jakarta Post pada Kamis 16 Mei, Edwin membandingkan RUU tersebut dengan wewenang Lembaga Sensor Film (LSF) saat ini. LSF telah bergerak secara progresif dengan fokus pada klasifikasi usia, dan bukannya melakukan sensor langsung terhadap konteks atau adegan tertentu, seperti yang dulu dilakukan oleh lembaga tersebut. Biasanya, KPI melakukan hal yang sama untuk konten televisi.
Meskipun konten TV dikategorikan dalam layanan penyiaran publik, “platform streaming adalah ruang pribadi, dengan para pengguna yang harus membayar untuk mengaksesnya,” kata Edwin.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.