Mahkamah Konstitusi (MK) membentuk majelis kehormatan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK untuk menyelidiki dugaan konflik kepentingan dalam sebuah keputusan. Keputusan tersebut membuka jalan bagi Walikota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan keponakan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, untuk mengikuti pemilu presiden.
Pembentukan MKMK terjadi setelah beberapa pengacara, aktivis, dan individu mengajukan laporan secara terpisah ke MK. Mereka menuntut penyelidikan etika kepada Anwar dan hakim-hakim lainnya setelah keputusan 16 Oktober yang memperluas persyaratan pencalonan presiden untuk pemilihan tahun depan, yang memungkinkan masuknya pejabat di bawah usia 40 tahun yang pernah dipilih jadi pemimpin daerah.
Salah satu pihak yang mengajukan tuntutan adalah Perhimpunan Bantuan Hukum & Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI). Mereka menuntut penyelidikan terhadap mayoritas dari lima hakim yang memengaruhi keputusan untuk mengubah persyaratan pencalonan untuk pemilihan presiden tahun depan, termasuk Anwar.
Anwar berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan tersebut, meskipun sebelumnya ia telah menolak untuk ikut memutuskan tiga petisi lalu terkait perubahan usia. Keputusan tersebut juga tampaknya merupakan perubahan 180 derajat dari tiga keputusan sebelumnya yang mempertahankan usia minimum pencalonan 40 tahun tanpa kecuali. Keputusan tersebut disetujui dengan angka 6 banding 2, dan Anwar menolak untuk ikut serta.
Sementara itu, sebuah koalisi pengacara yang menamakan dirinya Pergerakan Advokat Nusantara menuduh Anwar melakukan "pelanggaran etika yang serius", dan menuntut dewan untuk memberhentikan Anwar dari jabatannya sebagai hakim MK.
Pada konferensi pers pada hari Senin (23 Oktober), Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan bahwa kesembilan hakim telah sepakat untuk menunjuk Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams sebagai anggota MKMK. MKMK ini beranggotakan tiga orang yang dibentuk untuk melakukan investigasi.
Dua anggota lainnya adalah mantan ketua MK dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Jimly Asshidiqie, dan profesor hukum di Universitas Pelita Harapan Bintan Saragih yang pernah menjadi anggota majelis kehormatan pengadilan sebelumnya.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.