Beberapa pengamat pemilu mengatakan, permasalahan ini menunjukkan bahwa KPU tidak professional. Akibatnya, dapat melemahkan kepercayaan terhadap hasil pemilu.
Rentetan pengaduan atas pelanggaran penggunaan data dalam daftar pemilih 2024, serta ketidakakuratan dalam platform tabulasi yang baru, semakin menambah keraguan terhadap integritas Komisi Pemilihan Umum (KPU). Lembaga pemilihan umum yang bermasalah semakin membuat masyarakat meragukan keandalannya menentukan hasil pemilu 2024.
Sesaat setelah dimulainya proses tabulasi suara nasional pada Rabu 28 Februari, Ketua KPU Hasyim Asy'ari menunda proses tersebut selama beberapa jam. Alasannya, ketujuh anggota komisi pemilu diwajibkan menghadiri sidang etik yang diselenggarakan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sidang tesebut terkait penyelidikan atas dugaan adanya kebocoran data daftar pemilih.
Tuduhan kebocoran data pemilih muncul pada November 2023. Saat itu, sebuah akun bernama Jimbo menampilkan unggahan di platform peretas daring BreachForums, yang menyebutkan bahwa mereka ingin menjual 204,8 juta data unik dari daftar pemilih Indonesia. Untuk membuktikan keaslian datanya, akun tersebut membagikan 500.000 data yang terdiri dari nama lengkap pemilih, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, serta nomor KTP dan Kartu Keluarga.
Seseorang bernama Rico Nufiansyah Ali kemudian mengajukan pengaduan ke DKPP atas dugaan pelanggaran tersebut. Ia menuntut agar ketujuh komisioner KPU dipecat karena tindakan yang menurutnya tidak akuntabel dan tidak professional, sehingga berujung pada kebocoran data.
Pada sidang Rabu lalu, komisioner KPU menyebut tuduhan yang ditujukan kepada mereka “tidak berdasar”. Komisioner menegaskan bahwa KPU telah mengambil langkah-langkah yang tepat untuk melindungi data daftar pemilih “dengan cara yang profesional dan akuntabel”.
KPU juga menegaskan bahwa pihaknya bekerja sama dengan penegak hukum, termasuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan unit kejahatan siber Polri, untuk menyelidiki dugaan pelanggaran tersebut.
“Ada cukup alasan bagi Majelis DKPP untuk menolak seluruh dalil pelapor dan memulihkan nama baik [KPU],” kata Komisioner KPU Betty Epsilon Idroos.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.