Can't find what you're looking for?
View all search resultsCan't find what you're looking for?
View all search resultsPotensi pencalonan mendiang presiden Soeharto sebagai pahlawan nasional, dan rencana pemerintahan saat ini untuk menerbitkan buku sejarah versi baru, telah menambah kekhawatiran tentang rehabilitasi warisan mantan pemimpin otoriter tersebut.
Dua puluh tujuh tahun setelah Indonesia bangkit dari bayang-bayang pemerintahan otoriter, negara ini kini berada di persimpangan jalan. Pasalnya, saat ini Indonesia mencapai apa yang digambarkan oleh beberapa pendukung demokrasi sebagai "akhir dari reformasi politik". Penandanya adalah penghancuran lembaga-lembaga yang menjadi produk demokrasi dan kembalinya kecenderungan pemerintah otoriter.
Jatuhnya Soeharto dan rezim Orde Baru pada 21 Mei, 27 tahun lalu, menandai dimulainya era Reformasi. Era ini merupakan periode transformatif yang mengakhiri peran militer dalam urusan sipil dan politik, memperkuat demokrasi, mendorong otonomi daerah yang lebih besar, dan mendorong pers yang lebih bebas, di antara reformasi lainnya.
Pada tahun-tahun berikutnya, Indonesia secara umum dianggap sebagai salah satu contoh langka negara dengan keberhasilan demokrasi di Asia Tenggara. Negara ini berhasil menyelenggarakan pemilihan umum yang kompetitif secara teratur, memberdayakan pers dan masyarakat sipil yang dinamis, serta mendirikan lembaga-lembaga independen yang melambangkan perubahan yang menentukan dari pemerintahan otoriter, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Era baru?
Kini, setelah lebih dari dua setengah dekade berlalu, beberapa pendukung dan pakar pro-demokrasi menyatakan bahwa reformasi mungkin telah usai, atau setidaknya mendekati akhir. Pasalnya, negara ini semakin menjauh dari semangat yang mendefinisikan era Reformasi.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.