TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Benarkah China juru damai?

Editorial Board (The Jakarta Post)
Jakarta
Fri, March 17, 2023

Share This Article

Change Size

Benarkah China juru damai? This handout image provided by Nournews agency shows the Secretary of the Supreme National Security Council of Iran Ali Shamkhani (right) shaking hands with the Director of the Office of the Central Foreign Affairs Commission of the Chinese Communist Party Wang Yi (center) during a meeting with Saudi Arabia's National Security adviser and Minister of State Musaad bin Mohammed al-Aiban (left) in Beijing on March 10, 2023. Iran and Saudi Arabia agreed to restore ties and to reopen respective diplomatic missions after talks in China, state media in both countries reported on March 10, 2023, seven years after relations were severed. (AFP/AFP)
Read in English

Bisa dipastikan, minggu ini bukan minggu yang menyenangkan bagi Presiden Amerika Serikat Joe Biden.

Pasalnya, di minggu ini otoritas keuangan AS lagi-lagi harus bekerja keras menangkis potensi krisis yang jadi efek runtuhnya Silicon Valley Bank. Kemudian, ketegangan antara Presien Biden dan Preiden Ukraina Volodymir Selensky meningkat, terutama akibat teori baru terkait aksi sabotase pipa Nord Stream II. Lalu berita terkini: China unjuk gigi setelah berhasil memenangkan hati Timur Tengah di kancah politik.

Di luar dugaan, China hanya perlu waktu kurang dari tiga tahun untuk menembus politik Timur Tengah sejak Amerika meninggalkan kawasan itu dengan menarik pasukannya dari Afghanistan.

Secara mengejutkan, China hadir dengan agenda rekonsiliasi Arab Saudi dan Iran. Semua terhenyak.

Abaikan kemungkinan adanya keuntungan strategis bahkan mungkin geopolitik yang disasar China. Tetap saja gencatan senjata yang terjadi antara golongan Sunni yang kuat dan negara Syiah terbesar di salah satu wilayah dunia yang paling bergejolak akan memunculkan sebuah simbol yang gaungnya akan mencapai ke negara-negara Islam lain di seluruh dunia.

Kaum idealis mungkin mengkritik melunaknya ketegangan antara Iran-Saudi semata hanya dilatari kebutuhan ekonomi pihak-pihak yang terlibat. Namun, kaum realis tentu dapat berargumen bahwa strategi yang dilakukan China mungkin merupakan bentuk baru dari model perdamaian. Demi mencapai tujuan, perlu insetif jelas, misalnya terbukanya akses terhadap minyak dan gas. Perundingan dengan tujuan semacam ini dikenal sebagai preferensi perdagangan. Insentif yang jelas tentu lebih nyata ketimbang sekadar angan tinggi tentang dunia ideal seperti yang kadang-kadang dipaksakan oleh negara Barat.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Bagaimanapun, China adalah mitra dagang terbesar Arab Saudi. Sebaliknya, Arab Saudi merupakan salah satu pemasok minyak terbesar bagi China.

Iran merasa tak perlu negosiasi untuk menerima uluran tangan China, setelah bertahun-tahun menerima sanksi ekonomi yang menyesakkan dari Amerika. Apalagi jika datangnya tawaran gencatan senjata dengan Arab Saudi dibarengi usulan rencana investasi senilai US$400 miliar.

Jika investasi harus dibayar dengan pasokan minyak dan bahan bakar, tetap saja semua pihak diuntungkan. Bahkan mereka yang tidak terlibat langsung dalam kesepakatan pun masih bisa menarik dampak positif.

Kesepakatan antara Arab Saudi dan Iran sudah pasti mengubah peta permainan dalam konflik di Yaman yang telah berlangsung delapan tahun dan telah membuat masyarakat Yaman putus asa. Rabu lalu, Dewan Keamanan PBB memulai diskusi terkait kemungkinan pencapaian perdamaian di Yaman berkat melunaknya ketegangan Iran- Arab Saudi.

Berhasil memfasilitasi pemulihan hubungan Iran-Saudi, China ingin melakukan hal yang sama di Ukraina. Akhir pekan ini, Presiden Xi Jinping bersiap untuk pertemuan penting secara daring dengan Zelensky, sementara juga dijadwalkan bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin minggu depan.

Memang, masih harus dilihat dulu apakah kesuksesan XI di Timur Tengah bisa diulang di perang Ukraina yang masih berlangsung. Tetapi tetap saja mata dunia sekarang mengarah ke China dengan peran barunya sebagai juru damai. Perdamaian dunia adalah manifestasi dari Prakarsa Keamanan Global yang dideklarasikan Xi pada tahun lalu.

Di wilayah yang tak kunjung usai didera konflik macam Myanmar atau Semenanjung Korea, China pasti dapat berperan besar.

Negara-negara Barat selalu menuduh China sebagai penumpang gelap dalam tatanan politik dan ekonomi global yang cenderung mencari keuntungan dengan cara menekan negara lain. Tuduhan lain adalah memberi bantuan sebagai kedok sebelum menarik keuntungan jangka panjang. Bantuan China identik dengan jebakan utang.

China harus menunjukkan bahwa semua tuduhan tidak benar. Harus ada pembuktian bahwa China mampu berperan dan bertanggung jawab di kancah politik global. China juga harus ikut serta memikul tanggung jawab lebih besar dalam kemajuan dunia, misalnya dengan terlibat aksi terkait pemanasan global, sampah laut, dan ketahanan pangan.

Seperti peribahasa klise: Kekuatan besar datang sejalan dengan tanggung jawab yang lebih besar.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.