Bisa dipastikan, minggu ini bukan minggu yang menyenangkan bagi Presiden Amerika Serikat Joe Biden.
Pasalnya, di minggu ini otoritas keuangan AS lagi-lagi harus bekerja keras menangkis potensi krisis yang jadi efek runtuhnya Silicon Valley Bank. Kemudian, ketegangan antara Presien Biden dan Preiden Ukraina Volodymir Selensky meningkat, terutama akibat teori baru terkait aksi sabotase pipa Nord Stream II. Lalu berita terkini: China unjuk gigi setelah berhasil memenangkan hati Timur Tengah di kancah politik.
Di luar dugaan, China hanya perlu waktu kurang dari tiga tahun untuk menembus politik Timur Tengah sejak Amerika meninggalkan kawasan itu dengan menarik pasukannya dari Afghanistan.
Secara mengejutkan, China hadir dengan agenda rekonsiliasi Arab Saudi dan Iran. Semua terhenyak.
Abaikan kemungkinan adanya keuntungan strategis bahkan mungkin geopolitik yang disasar China. Tetap saja gencatan senjata yang terjadi antara golongan Sunni yang kuat dan negara Syiah terbesar di salah satu wilayah dunia yang paling bergejolak akan memunculkan sebuah simbol yang gaungnya akan mencapai ke negara-negara Islam lain di seluruh dunia.
Kaum idealis mungkin mengkritik melunaknya ketegangan antara Iran-Saudi semata hanya dilatari kebutuhan ekonomi pihak-pihak yang terlibat. Namun, kaum realis tentu dapat berargumen bahwa strategi yang dilakukan China mungkin merupakan bentuk baru dari model perdamaian. Demi mencapai tujuan, perlu insetif jelas, misalnya terbukanya akses terhadap minyak dan gas. Perundingan dengan tujuan semacam ini dikenal sebagai preferensi perdagangan. Insentif yang jelas tentu lebih nyata ketimbang sekadar angan tinggi tentang dunia ideal seperti yang kadang-kadang dipaksakan oleh negara Barat.
Bagaimanapun, China adalah mitra dagang terbesar Arab Saudi. Sebaliknya, Arab Saudi merupakan salah satu pemasok minyak terbesar bagi China.
Iran merasa tak perlu negosiasi untuk menerima uluran tangan China, setelah bertahun-tahun menerima sanksi ekonomi yang menyesakkan dari Amerika. Apalagi jika datangnya tawaran gencatan senjata dengan Arab Saudi dibarengi usulan rencana investasi senilai US$400 miliar.
Jika investasi harus dibayar dengan pasokan minyak dan bahan bakar, tetap saja semua pihak diuntungkan. Bahkan mereka yang tidak terlibat langsung dalam kesepakatan pun masih bisa menarik dampak positif.
Kesepakatan antara Arab Saudi dan Iran sudah pasti mengubah peta permainan dalam konflik di Yaman yang telah berlangsung delapan tahun dan telah membuat masyarakat Yaman putus asa. Rabu lalu, Dewan Keamanan PBB memulai diskusi terkait kemungkinan pencapaian perdamaian di Yaman berkat melunaknya ketegangan Iran- Arab Saudi.
Berhasil memfasilitasi pemulihan hubungan Iran-Saudi, China ingin melakukan hal yang sama di Ukraina. Akhir pekan ini, Presiden Xi Jinping bersiap untuk pertemuan penting secara daring dengan Zelensky, sementara juga dijadwalkan bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin minggu depan.
Memang, masih harus dilihat dulu apakah kesuksesan XI di Timur Tengah bisa diulang di perang Ukraina yang masih berlangsung. Tetapi tetap saja mata dunia sekarang mengarah ke China dengan peran barunya sebagai juru damai. Perdamaian dunia adalah manifestasi dari Prakarsa Keamanan Global yang dideklarasikan Xi pada tahun lalu.
Di wilayah yang tak kunjung usai didera konflik macam Myanmar atau Semenanjung Korea, China pasti dapat berperan besar.
Negara-negara Barat selalu menuduh China sebagai penumpang gelap dalam tatanan politik dan ekonomi global yang cenderung mencari keuntungan dengan cara menekan negara lain. Tuduhan lain adalah memberi bantuan sebagai kedok sebelum menarik keuntungan jangka panjang. Bantuan China identik dengan jebakan utang.
China harus menunjukkan bahwa semua tuduhan tidak benar. Harus ada pembuktian bahwa China mampu berperan dan bertanggung jawab di kancah politik global. China juga harus ikut serta memikul tanggung jawab lebih besar dalam kemajuan dunia, misalnya dengan terlibat aksi terkait pemanasan global, sampah laut, dan ketahanan pangan.
Seperti peribahasa klise: Kekuatan besar datang sejalan dengan tanggung jawab yang lebih besar.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.