TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Olah raga dan politik harus terpisah

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Thu, March 30, 2023

Share This Article

Change Size

Olah raga dan politik harus terpisah State-Owned Enterprises Minister Erick Thohir (left) meets FIFA President Gianni Infantino in Doha on Oct. 5, 2022. (Courtesy of/Indonesian Soccer Association (PSSI))
Read in English

“Jangan campurkan olah raga dengan politik.”

Pernyataan Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada Selasa lalu sudah cukup tegas, saat menanggapi kontroversi keikutsertaan tim Israel di Piala Dunia FIFA U-20 2023 yang sedianya berlangsung di enam kota di Indonesia.

Jokowi tampak sangat ingin perhelatan tetap berlangsung meski telah memecah bangsa jadi dua kubu dan melibatkannya pada konflik dengan partainya sendiri, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Pembelaannya bahwa tidak ada ruang untuk politik dalam nilai-nilai inti olahraga, sayangnya, ditanggapi dengan karakteristik politik praktis Indonesia, yang tidak sejalan dengan keinginan Jokowi mempromosikan Indonesia ke pentas sepak bola dunia.

Jaminan Presiden bahwa turnamen tersebut tidak akan mempengaruhi kebijakan luar negeri Indonesia yang anti-Israel dan pro-Palestina tak digubris.

Jokowi telah mengutus Ketua Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI), Erick Thohir, yang juga ketua panitia pelaksana turnamen Piala Dunia U-20 2023 Indonesia, untuk bertemu dengan bos FIFA Gianni Infantino di Doha. Pertemuan itu adalah upaya terakhir untuk menyelamatkan posisi Indonesia sebagai tuan rumah. Erick memang tidak asing dengan diplomasi sepak bola tingkat tinggi. Ia pula yang membantu Indonesia luput dari sanksi FIFA setelah insiden stadion Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur. Insiden tersebut merenggut 135 nyawa, menjadi kejadian terburuk kedua dalam sejarah sepak bola.

Kini, FIFA telah mencabut hak Indonesia untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023. Kredibilitas negara dipertaruhkan di skala internasional. Kita telah kehilangan kesempatan emas untuk memajukan olahraga— juga memotivasi tim muda nasional kita yang telah siap berlaga. PSSI gagal belajar dari talenta-talenta terbaik dunia di rumah kita sendiri.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Memang tidak ada solusi yang sempurna untuk masalah ini sekarang. JIka FIFA tetap mengizinkan turnamen diadakan di Indonesia, bisa dibayangkan akan ada demonstrasi anti-Israel. Dampak negatif keamanannya bisa ditebak. Lebih jauh, akan ada ketegangan luar biasa dalam hubungan antara Jokowi dan PDIP. Padahal ini saat Presiden butuh dukungan partai.

Dampak vonis memalukan dari FIFA bisa saja meluas. Di masa datang, Indonesia mungkin tidak akan boleh menjadi tuan rumah kompetisi internasional apa pun di bawah naungan FIFA.

Desas-desus beredar bahwa FIFA mungkin akan memindahkan turnamen U-20 ke Peru, yang dijadwalkan menjamu para tim Piala Dunia U-17 pada November tahun ini. Sebagai gantinya, Indonesia dapat mengambil alih menjadi penyelenggara ajang U-17, ajang yang mungkin tidak melibatkan tim Israel yang kecil peluangnya bisa lolos di turnamen U-17. Keputusan akhir dari seluruh hiruk pikuk Piala Dunia U-20 2023 akan segera terungkap. Yang pasti, politik masih merajai seluruh aspek kehidupan di Indonesia.

Kita telah melihat bagaimana undang-undang dijadikan senjata politk, seperti yang terjadi dalam penegakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), revisi KUHP, dan politisasi agama. Semua merajalela selama pemilu, baik di skala nasional maupun tingkat daerah.

Langkah Gubernur Bali I Wayan Koster dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yang sama-sama anggota PDIP, menolak masuknya tim muda Israel merupakan upaya terang-terangan mempolitisasi olahraga. Pemilu 14 Februari 2024 sudah di depan mata. PDIP yang kurang favorit di daerah-daerah yang condong ke Islam konservatif diperkirakan akan meraup suara dari para pemilih muslim berkat masalah ini. Artinya, PDIP bisa memenangkan pemilihan legislatif sekaligus pemilihan presiden.

Khusus untuk Ganjar, ia telah membuktikan loyalitas pada partai dengan narasinya yang anti-Israel. Secara konsisten, ia menduduki posisi puncak dalam beragam survei terkait calon presiden potensial. Narasi itu juga akan meningkatkan kepercayaan para pemilih yang beragama Islam. Meskipun begitu, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri masih belum menentukan pilihan capresnya.

Penolakan pada tim Israel akan terdengar biasa jika dicetuskan oleh tokoh partai berbasis Islam. Sebenarnya, baru kali ini PDIP ribut soal Israel. Partai itu toh bungkam saat delegasi Knesset hadir dalam sidang IPU (Inter-Parliamentary Union), Maret tahun lalu di Bali.

PDIP juga diam saja ketika Israel memastikan tiket ke Indonesia Juli tahun lalu, saat lolos kualifikasi U-20. Tampaknya sepak bola Indonesia memang belum mampu menghindar dari kutukan intevensi politik.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.