TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Pukulan perpisahan bagi Prayut

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Wed, June 21, 2023

Share This Article

Change Size

Pukulan perpisahan bagi Prayut A villager looks at a house damaged by Myanmar military air strikes at Kone Tar village, Namhsan township, in Myanamar’s Shan state, on March 9. (AFP/-)
Read in English

M

eskipun benar bahwa sebagai ketua ASEAN saat ini, Indonesia belum berhasil mencapai kemajuan berarti saat mewakili perhimpunan untuk memulihkan perdamaian dan demokrasi di Myanmar, tindakan terang-terangan Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha yang membuat inisiatif tandingan dalam upaya mengatasi konflik tidak dapat dibenarkan. Langkahnya justru akan dikenang sebagai catatan buruk setelah ia kalah dalam pemilihan umum di Thailand.

Pada KTT dua tahunan ASEAN di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, bulan lalu, para pemimpin ASEAN menegaskan kembali tuntutan agar pemimpin junta Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing sepenuhnya menerapkan Konsensus Lima Poin (Five-Point Consensus atau 5PC). Perjanjian perdamaian itu telah ia tandatangani di Jakarta, dua tahun lalu.

5PC menyerukan agar kekerasan di Myanmar segera diakhiri, harus diadakan dialog antara semua pihak yang bertikai, kesepakatan penerimaan bantuan kemanusiaan dari ASEAN, serta adanya kunjungan khusus dari utusan ASEAN untuk bertemu semua pemangku kepentingan. Junta jelas-jelas mengabaikan komitmen tersebut. Karenanya, Indonesia harus melipatgandakan usaha jika ingin ada implementasi dari perjanjian damai tersebut.

Namun pemerintah Thailand saat ini, yang akan segera usai masa jabatannya, tampak belum putus asa memblokir misi ASEAN, menunjukkan dukungan pada rezim Myanmar yang jadi sekutu mereka. Prayut sendiri bukan tanpa cela, ia berkuasa pada 2014 setelah kudeta militer dan dituduh memanipulasi pemilu 2019 untuk memperpanjang masa kekuasaannya.

Yang mengejutkan ASEAN, pemerintahan Prayut secara sepihak menjadi tuan rumah pertemuan yang menghadirkan perwakilan junta Myanmar pada 18-19 Juni. Inisiatif tersebut bertentangan dengan keputusan para pemimpin ASEAN untuk mengisolasi Myanmar dalam tataran diplomatis sampai junta menunjukkan upaya memenuhi komitmen 5PC.

Media Thailand melaporkan bahwa pertemuan itu dihadiri oleh Laos, Kamboja, India, China, Brunei, dan Vietnam. Sementara Indonesia, bersama Malaysia dan Singapura, menolak bergabung.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Manuver Prayut tidak hanya merusak upaya pengucilan junta Myanmar dari partisipasi dalam segala aktivitas ASEAN, tetapi juga mengungkapkan adanya perpecahan serius di internal ASEAN terkait masalah Myanmar.

Pada 2021, Prayuth menolak menghadiri KTT darurat ASEAN tentang Myanmar di Jakarta. Saat itulah 5PC ditandatangani. Dia juga melewatkan KTT ASEAN bulan lalu, dengan alasan harus memenuhi agenda nasionalnya. Bisa jadi sejak awal dia tahu bahwa perhimpunan tidak akan mampu menyelesaikan krisis Myanmar dengan cepat.

Dilaporkan oleh Reuters, Prayut mengatakan bahwa pembicaraan dengan pemerintah Myanmar baru-baru ini diperlukan untuk melindungi kepentingan Thailand, yang memiliki perbatasan langsung dengan negara yang tengah bertikai itu.

"Kami lebih menderita jika dibandingkan dengan yang lain karena Thailand berbatasan [dengan Myanmar] sepanjang lebih dari 3.000 kilometer di darat serta di laut," kata Prayut kepada wartawan. “Itulah mengapa perlu ada pembicaraan. Ini bukan tentang keberpihakan.”

Ngurah Swajaya, staf khusus Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, mengkritik langkah Prayut.

"Kalau satu negara mengambil inisiatif sendiri, silakan, itu hak mereka. Tapi kalau berbicara dalam konteks ASEAN, ada aturan main yang harus dihormati," kata Ngurah.

Ngurah menegaskan bahwa Indonesia telah membuat kemajuan signifikan dalam menangani krisis Myanmar. Ia merujuk pada penyelesaian peta jalan untuk mendistribusikan bantuan kemanusiaan ke beberapa bagian Myanmar, meskipun kelompok tak dikenal baru-baru ini menembaki konvoi kemanusiaan ASEAN yang sedang bertugas di negara tersebut.

Indonesia juga telah mengadakan sekitar 75 kali diskusi dengan para pemangku kepentingan di Myanmar, termasuk junta, serta The National Unity Government (NUG) dan kelompok oposisi lainnya.

Namun Ngurah mengakui situasi di Myanmar begitu pelik sehingga Indonesia tidak bisa membenahinya hanya dalam satu tahun periode kepemimpinan.

Menlu Retno telah berusaha menuntaskan sebagian besar diplomasi di belakang layar, secara diam-diam, menyangkut masalah Myanmar. Kehati-hatian memang diperlukan untuk menghindari kemungkinan krisis makin memburuk. Namun, publik juga punya hak untuk mengetahui upaya yang dilakukan ASEAN dalam mengembalikan perdamaian di Myanmar. Masyarakat tidak bisa dibiarkan tidak tahu apa-apa dalam jangka waktu lama, tanpa alasan kuat.

Kecil kemungkinan krisis Myanmar akan berakhir selama kepemimpinan Indonesia di ASEAN. Namun, setidaknya Indonesia dapat menyatukan elemen-elemen selain junta, dan membentuk satu kesatuan yang kokoh. Oposisi yang bersatu akan menekan junta untuk menerima 5PC sebagai dasar solusi regional dalam menangani krisis.

Rakyat ASEAN, khususnya yang ada di Myanmar, berhak mengetahui apa yang telah dilakukan perhimpunan dalam upaya menghentikan kebrutalan junta.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.