etelah sekian lama tidak ada kemajuan berarti, Indonesia kini tampak siap melanjutkan rencana mengekspor listrik tenaga surya ke negara tetangga, Singapura.
Awal bulan ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding atau MoU) dengan Menteri Kedua Perdagangan dan Industri Singapura Tan See Leng mengenai ekspor listrik dari energi terbarukan, dari Indonesia ke Singapura.
Berdasarkan perjanjian tersebut, Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan bekerja sama dengan pihak swasta untuk memfasilitasi transmisi listrik. Pengaturan semacam ini mungkin perlu negosiasi dan prosedur persetujuan yang panjang.
Bagaimana pun, MoU dengan Singapura merupakan langkah awal yang sangat menggembirakan, mengingat terdapat penolakan terhadap ekspor energi ramah lingkungan di Indonesia. Ada pendapat bahwa Indonesia harus menyimpan semua hasil energi terbarukan di dalam negeri untuk mendukung industri dalam negeri, dan bukannya mengekspornya.
Argumentasi tersebut tidak terlalu meyakinkan mengingat permintaan listrik yang dihasilkan dari sumber energi terbarukan dalam negeri tidak besar. Artinya, investasi untuk sektor ini juga tertinggal. Justru perkembangan terakhir menunjukkan bahwa perusahaan yang meraih keuntungan adalah yang mendukung ekspor energi terbarukan.
Menurut satu sumber di industri sumber daya, di masa lalu, PLN belum pernah mendukung kemajuan pembangkit listrik tenaga surya. Keluhan yang mengemuka adalah peraturan perusahaan utilitas milik negara tersebut yang tidak mendukung pemasangan panel fotovoltaik (PV) di atap rumah tangga, dan tidak mengizinkan mengalirkan kelebihan listrik ke jaringan listrik.
Meski demikian, sulit memahami alasan PLN menentang ekspor listrik ramah lingkungan, atau listrik dari sumber mana pun, mengingat saat ini pasokan listrik di Pulau Jawa dan wilayah lain di Indonesia tergolong melimpah.
Sekilas melihat di peta saja sudah jelas menunjukkan alasan Singapura potensial jadi pelanggan listrik Indonesia. Negara kota ini terbatas kemampuannya untuk mendapatkan sumber energi terbarukan berbiaya terjangkau dari dalam negeri. Lalu, Indonesia dan Singapura hanya dipisahkan oleh perairan sempit, dekat dengan Batam. Rencana ASEAN untuk membangun jaringan listrik terintegrasi dapat membuka pasar baru di masa depan.
Indonesia baru mengembangkan sebagian kecil dari sumber energi terbarukan yang sangat besar. Padahal, menurut data Institute for Essential Services Reform (IESR), negara ini dapat menambah lebih dari 100 gigawatt kapasitas puncak panel surya atap hanya dengan memanfaatkan bangunan tempat tinggal. 100 gigawatt adalah sebuah angka yang layak secara ekonomi.
Selain itu, pembangkit listrik tenaga panas bumi dapat dimanfaatkan lebih jauh, mengingat wilayah Indonesia mengandung sekitar 40 persen sumber daya panas bumi seluruh dunia. Memang, tidak semua kapasitas panas bumi tersebut dapat diakses dengan mudah, dan terdapat kekhawatiran terkait dampak lingkungan jika ada proyek panas bumi di daerah terpencil. Meski demikian, kapasitas terpasang masih dapat ditingkatkan secara signifikan dari kapasitas saat ini, dengan tetap mempertimbangkan kelestarian ekosistem.
Dengan begitu besarnya potensi energi terbarukan, bagaimana mungkin Indonesia tidak punya sisa energi listrik untuk dibagikan pada negara lain?
Kita tidak memanfaatkan potensi tersebut dan salah satu alasan kurangnya investasi adalah karena kita sudah punya cadangan listrik yang lebih dari cukup. Tapi, sebagian besar listrik kita dihasilkan dari batu bara. Sedangkan feed-in tariff untuk produsen listrik independen yang menawarkan alternatif energi ramah lingkungan masih terlalu rendah.
Sederhananya, untuk membuka ruang bagi energi terbarukan di pasar, kita harus menghapus batubara.
Indonesia dilaporkan sedang berupaya mewujudkan penghapusan energi batubara, namun tentu saja transisi tidak akan terjadi dalam semalam. Sementara itu, mengekspor listrik dapat menyediakan apa yang dibutuhkan oleh energi ramah lingkungan, dalam hal ini pasar yang menyerap hasil produksi.
Pasar domestik dan pasar luar negeri yang besar dapat mendorong industri tenaga surya di Indonesia, dan juga manufaktur panel PV. Pemerintah memang ingin memindahkan manufaktur panel PV ke dalam negeri. Pasalnya, persyaratan kandungan lokal telah membuat harga panel yang diproduksi di dalam negeri menjadi tidak kompetitif. Adanya peningkatan permintaan energi tenaga surya dari pasar ekspor akan mengubah peta perekonomian dan menguntungkan produsen PV lokal.
Pasar ekspor energi baru terbarukan akan menyediakan permintaan dan skala produksi yang dibutuhkan oleh pasar dalam negeri. Pada akhirnya, pasar ekspor ini akan berguna ketika kita akhirnya siap mematikan beberapa pembangkit listrik tenaga batubara.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.